Share

Chapter 1 - First Timeline

TRACK! TRACK! TRACK!

Suara benturan pedang kayu yang beradu sengit itu menyahuti cuitan burung-burung merpati yang bercicit di atas pohon kenari, dua anak kecil yang saling menyerang menggunakan pedang kayu terlihat bersenang-senang dengan latihan pagi mereka. Kedua anak yang sudah merasa kelelahan itu pun akhirnya memutuskan untuk beristirahat sejenak, mereka tertawa bersama lalu saling menyanjung satu sama lain.

“Pengembangan bakat berpedangmu semakin meningkat.”

“Itu belum seberapa, Saya akan berusaha untuk menjadi jauh lebih kuat lagi agar bisa menjaga Anda. Your Highness.”

Salah satu anak yang berperawakan cukup tinggi untuk seukuran bocah berusia 13 tahun, menundukkan kepalanya sopan kepada anak laki-laki di depannya yang derajatnya jauh lebih tinggi darinya. Rambutnya yang memiliki warna sehitam ebony menggantung di udara tatkala kepalanya merendah, iris matanya yang sehijau batu permata zamrud itu menyembunyikan keelokannya dibalik kelopak mata, tangan kanannya Ia letakan di depan dada lalu kemudian mulutnya pun ikut beraksi dengan cara mengikrarkan janji.

“Saya, Fennel Eglantine bersumpah untuk selalu melayani Anda sampai akhir hayat.”

Padahal dia masih terbilang cukup muda untuk berkelakuan seperti seorang ksatria, namun karena dari lahir memang sudah ditakdirkan untuk melayani Sang Pangeran, Fennel pun menerima titah itu dengan tangan terbuka. Anak yang akan dilayani olehnya selama sisa hidupnya itu, adalah anak kedua dari Raja dan Ratu Aethelred, Lancient Re Aethelred.

Lancient yang hanya 3 tahun lebih muda darinya, mewarisi wajah tampan rupawan dan rambut pirang khas keluarga kerajaan yang didapatkan dari Sang Raja, tak lupa juga, Sang Ratu pun ikut andil meninggalkan jejaknya pada Lancient, dengan bukti nyata terhadap bola mata biru cerahnya yang terdapat banyak makna di dalamnya.

Secara tingkat pangkat, harkat dan martabat, Lancient adalah tuannya. Namun, jika menyangkut darah yang mengalir deras melewati urat-uratnya, maka bisa dipastikan kalau Lancient adalah saudara tirinya. Hanya karena Fennel terlahir dari Ibu yang berstatus rendah, dan kelahirannya yang menjadi aib bagi Sang Raja karena dia terlahir dari hasil hubungan di luar pernikahan.

Fennel pun tak pernah dianggap sebagai salah satu Pangeran seperti di negeri-negeri tetangga lainnya akibat darah seorang budak rendahan yang mengalir dari dalam nadinya, dia pun berakhir diremehkan oleh semua orang, terkecuali Lancient yang selalu menganggapnya setara dengannya. 

“Hei, hei. Ayo kita pergi ke alun-alun kota sebentar untuk jalan-jalan, Aku bosan terperangkap di sini terus.”

“My apologize, Your Highness. Anda tidak boleh keluar karena itu terlalu berbahaya, dan juga bukankah sebentar lagi Anda harus mulai mempersiapkan diri untuk pergi ke akademi sihir?”

Permintaan maaf dari Fennel membuat semangat Lancient yang tadinya membara kini menjadi pupus, dia menggerutu kecil sambil menyipitkan matanya melihat ke arah lain.

“Tcih, apa gunanya. Kenapa harus pergi ke akademi sihir padahal Mana sihirnya saja Aku tak punya, itu hanya akan mempermalukan diriku saja dan juga membuat nama Aethelred tercoreng.”

Mana, adalah sumber energi yang diproduksi tubuh dan dihasilkan untuk menciptakan sihir, dan Lancient ... tidak memilikinya. Dia tak memiliki Mana sihir sama seperti orang lain dari semenjak terlahir ke dunia, padahal rakyat jelata saja memilikinya, namun, dia yang notabenenya seorang garis keturunan kerajaan yang terkenal akan limpahan Mana, malah tak punya.

Tak seperti Kakak tertuanya yang serba sempurna dan Fennel yang tak diakui oleh Raja, Lancient dianggap sebuah kecacatan yang hanya bisa diam menjadi beban keluarga kerajaan saja.

Bukan hanya tak bisa, Lancient bahkan sudah diprediksi kalau dia tak akan pernah memiliki Mana atau bahkan menggunakannya. Tidak akan pernah bisa ... untuk selamanya.

Ayahnya sudah jelas membuangnya, lalu Ibunya pun ikut mengabaikannya. Dengan tangannya yang masih kecil itu, Lancient  buku selalu melemparkan buku pengetahuan tentang sihirnya, dan lebih memilih mengambil pedang kayu, dengan harapan tinggi kalau suatu hari nanti dia bisa mengacungkan pedang kepada siapa pun yang berani meremehkannya.

***

Hari pertama masuk ke akademi sihir telah datang, Lancient keluar dari kereta kuda dengan Fennel di belakangnya sebagai seorang Aide.

Akademi sihir Shuichin, akademi sihir yang letaknya cukup strategis karena berada di tengah-tengah kawasan wilayah 3 negara yang sangat terkenal, pasti akan cukup menyusahkan untuk menetap di sini selama 6 tahun ke depan karena harus mengadaptasikan diri untuk berkenalan dengan orang lain yang berasal dari negeri tetangga.

“Haruskah kita mulai masuk?”

Fennel menyadarkan lamunan Lancient untuk segera memasuki akademi, mungkin karena dia terlalu gugup jadi membuatnya melamun tanpa sadar. Di momen itulah, seorang gadis kecil berambut hijau lumut dan mata ivory yang menawan di dekat mereka, memekik terkejut dan menggumamkan nama Lancient dengan sembarangan.

“Mustahil, apa Kau benar-benar Lancient?!”

“Hei! Beraninya Anda memanggil namanya dengan tidak sopan!”

Gadis kecil yang terkejut dengan suara bentakan Fennel itu segera tersadar akan apa yang telah ia lakukan, segera saja dia membungkuk sambil menarik ujung gaunnya sedikit untuk memberi hormat ala seorang Nona bangsawan.

“My apologize, Saya Aira Qianzy dari kediaman rumah Viscount Qianzy memberi hormat kepada Anda, Your Highness The Prince of Aethelred.”

“Tak apa, angkatlah kepalamu Young Miss.”

Lancient merasa canggung dengan penghormatan dari Aira, itu karena dia baru pertama kali berbicara dengan seorang anak perempuan yang sebaya dengannya.

Aira terperangah tak percaya tatkala bertatapan muka dengan Lancient lagi, pipinya yang melengkung seperti bantal empuk itu mulai dihiasi oleh rona merah merona. Dengan penampilannya yang menggemaskan dan cantik secara bersamaan, jelas saja membuat Lancient semakin gugup hingga wajahnya pun juga ikut memerah sama seperti Aira.

Kesan pertama yang menarik untuk dua orang yang asing yang baru bertemu satu sama lain secara tak sengaja, Lancient yang awalnya merasa kalau keseharian di akademi akan sangat membosankan itu pun segera menarik kata-katanya lagi.

Dia hanya perlu menghilangkan rasa gengsi dan mencoba mencari cara agar bisa lebih dekat dengan Nona muda itu, tidak masalah kalau memang membutuhkan waktu yang lama, yang penting usahanya mungkin saja akan terbayarkan dengan sesuatu yang sangat setimpal.

~~~~~~~~~

Hari berganti dengan cepat dan beberapa bulan pun datang, Lancient dan Aira sering menghabiskan waktu bersama sehingga mereka berdua menjadi teman dekat.

Aira yang selalu membelanya ketika dia di rundung gara-gara tidak memiliki Mana sihir itu membuat Lancient kian tertarik padanya dan ingin mengenalnya lebih jauh, mereka bahkan sudah mulai saling memanggil nama masing-masing secara kasual dan berbicara dengan santai menanggalkan formalitas.

“Hei Lancient, apa Kau percaya pada adanya terlahir kembali setelah kematian?” tanya Aira sambil menengadah menatap Lancient yang tengah berdiri di hadapannya menghalangi sinar matahari.

“Terlahir kembali? Entahlah, Aku tidak terlalu yakin. Bagaimana denganmu?” ujar Lancient yang malah balik bertanya kepada Aira.

“Aku mempercayainya karena Aku sendiri yang mengalaminya, terdengar gila dan tak masuk akal memang, tapi Aku ingat segalanya tentang kehidupanku yang dulu sebelum mati dan terlahir kembali di dunia ini.”

“Eh, benarkah? Kau serius kan? Lalu bagaimana kehidupanmu di masa lalu?”

Lancient segera mengambil tempat dan duduk di samping Aira. Di bawah pohon apel yang rindang, Aira mulai menceritakan tentang kisah hidupnya di masa lalu. Itu adalah rahasia terbesarnya yang selama ini ia sembunyikan dari orang lain, dan Lancient pun menjadi orang pertama sebagai pendengar setianya.

“Tempatnya padat sekali dengan penduduk, banyak gedung-gedung tinggi yang menjulang seakan-akan mau mencakar langit. Banyak kendaraan transportasi yang terbuat dari besi, bahkan ada pula kendaraan yang bisa terbang melayang menembus awan.”

“Wow, kedengarannya sulit dipercaya! Apa benda yang terbang di udara seperti burung itu benar-benar ada? Lalu seberapa tingginya bangunan di kehidupanmu yang sebelumnya jika dibandingkan dengan ketinggian istana kerajaan?”

“Iya, itu benar adanya. Aku tidak ingat apa yang menyebabkanku mati, namun Aku tahu tentang hal penting dari dunia di kehidupan masa laluku yang berkaitan dengan kehidupan dunia yang sekarang ini kita rasakan.”

“Eh? Apa itu?”

Aira memandang Lancient sedih, dia seperti tidak ingin Lancient tahu namun, secara bersamaan ingin memberitahunya juga. Lancient begitu penasaran dan menanti apa yang akan diberitahukan oleh Aira dengan tidak sabar, akan tetapi tak lama kemudian, dia malah terdiam mematung seperti batu setelah mendengar ucapan tak masuk akal yang Aira katakan selanjutnya.

“Kita sekarang ini, sedang hidup di dalam dunia novel. Kehidupan kita di atur oleh alur cerita dan juga sudah pasti akan mengalami akhirnya. Aku tahu semua ini karena Aku pernah membaca novelnya di kehidupan masa laluku dulu, itu alasan yang membuatku terkejut saat pertama kali bertemu denganmu, karena hal itu telah membuatku semakin sadar kalau ini adalah dunia novel.”

“....”

Lancient terdiam sebentar memikirkan apa yang Aira bilang itu dengan serius. Coba dia pikir-pikir lebih dulu, bukankah novel itu adalah sekelumit cerita yang melibatkan dua tokoh utama, tokoh utama kedua, karakter pendukung, dan juga boss penjahat? Yang Lancient sering dengar tentang novel itu adalah sebuah cerita yang berfokus ke salah satu tokoh utama pria ataupun wanita.

Kedua tokoh utamanya akan saling bertemu satu sama lain lalu kemudian jatuh cinta, lalu ada tokoh utama kedua yang jatuh cinta kepada salah satu tokoh utama, tapi sayangnya dia tak terpilih dan kemudian nasibnya berakhir dengan menyedihkan. Setelah melenyapkan penjahat di penghujung cerita, kedua tokoh utama itu pun akhirnya menikah dan ceritanya berakhir dengan keduanya hidup berbahagia selamanya. Novel yang Aira maksud itu ... yang seperti itu, 'kan?

“Sudah kuduga kalau Kau tidak akan mempercayainya.” lirih Aira kecil dengan suara sendu.

“Tidak! Bukan seperti itu! Aku justru sangat penasaran seperti apa ceritanya dan siapa tokoh utamanya.”

“Ceritanya? Ah, itu ya! Nama novelnya adalah 'Menjinakkan Tunangan Posesif'. Tentang seorang gadis ramah nan baik hati yang membuat tunangannya yang bersifat sedingin es dan terkenal akan kekejaman itu berubah. Dia itu orang yang tak punya darah atau air mata untuk diteteskan kepada orang lain, dan bagian terbaiknya adalah saat dia berubah drastis menjadi sangat manja dan mulai terobsesi pada tokoh utama wanitanya!”

“L-lalu siapa tokoh utama cerita itu?”

Lancient tidak terlalu peduli kalau ternyata kehidupannya selama ini dikendalikan oleh seseorang di dalam sebuah rentetan tulisan yang terkurung di lipatan buku tebal, yang sangat dia pedulikan hanyalah satu.

Siapa yang menjadi tokoh utama dan pusat cerita di dunia ini, dan siapa yang akan menjadi pasangannya? Untuk tokoh utama wanitanya, Lancient cukup yakin dalam sekali analisis, kalau Aira Qianzy 'lah orangnya. Namun, untuk tokoh utama prianya? Kira-kira siapa yang akan menjadi pria paling beruntung itu dan menghabiskan sisa hidup bahagianya bersama bersama dengan Aira?

“Tokoh utamanya? Bukankah itu sudah jelas?”

SWOOSH~

Angin berhembus mengayunkan helaian rambut Aira sehingga membuat kecantikan gadis itu menguar sepenuhnya, senyuman kecil dan tatapan lembut dari gadis muda itu membuat hati Lancient berdebar kencang. Detik-detik berikutnya, wajahnya yang tercipta dari sentuhan keajaiban itu memerah sempurna hanya karena melihat senyuman manisnya Aira.

“Tentu saja itu adalah Kau dan Aku, kita berdua adalah tokoh utamanya!”

••••••

“Uwaaah!”

BAK! BUK! BAK! BUK!

“Haah~ Your Highness. Bisa tidak, Saya meminta tolong pada Anda untuk berhenti memukuli bantal? Ini sudah larut malam dan Anda harus lekas beristirahat.”

Fennel menggerutu kecil melihat tuan mudanya bertingkah aneh setelah bertemu dengan Nona muda Qianzy tadi siang. 

Bagaimana tidak? Lancient kembali ke asrama putra dengan membawa beberapa tumpuk buku novel, dan mulai memukuli bantal atau ranjangnya saat membaca novel-novel itu. Wajahnya yang memiliki kulit seputih susu, sudah berubah menjadi merah padam hampir sama seperti kepiting rebus, dia juga mulai tersenyum-senyum sendiri membuat Fennel merasakan sensasi merinding secara mendadak.

“Your Highness, daripada membaca novel percintaan yang masih belum pantas di baca oleh Anda, bagaimana kalau Anda membaca buku pengetahuan tentang sihir saja?”

“Aku tidak mau, sekarang Aku ingin membaca ini dulu.”

Lancient menggembungkan pipinya dan menautkan alisnya kesal, dia menggulung tubuhnya dengan selimut lalu kembali membaca novel yang menceritakan kisah cinta tentang seorang Pangeran dan Putri dari keluarga yang biasa.

Fennel tak punya pilihan lain lagi selain merebut buku itu dan segera membaringkan sang Pangeran muda dengan paksa agar dia cepat tertidur. Namun, alih-alih tertidur langsung, Lancient merengek seperti anak balita dan memarahi Fennel walaupun pada akhirnya dia menurut juga.

“Hei Fennel, apa menurutmu setiap tokoh utama pria dan tokoh utama wanita akan selalu berakhir bersama?” tanya Lancient polos seolah-olah masih penasaran dengan apa yang akan terjadi kedepannya jika dia memang benar-benar seorang tokoh utama pria di dalam sebuah novel.

Fennel yang hendak mematikan lilin penerang ruangan itu pun melirik pada Lancient dengan sorot mata heran, Fennel pikir, mungkin karena Lancient terpengaruh dengan cerita dari novel-novel itu sehingga membuatnya jadi penasaran tentang hal yang biasanya dipikirkan oleh orang dewasa.

“Maksud Anda, tentang tokoh utama di dalam sebuah novel, ya? Menurut Saya tentu saja sudah seharusnya, tapi ... ada juga yang tidak berakhir bersama meskipun cerita dalam novelnya sudah selesai. Itu adalah cerita yang di mana tokoh utamanya meninggal, atau mungkin karena lebih memilih tokoh utama kedua daripada yang pertama.”

“Woah, karena Fennel sudah bilang begitu, maka pasti itu benar! Apa itu berarti Aku akan berakhir bersama dengan Aira?!” teriak Lancient girang.

“Maaf?”

“Bu-bukan apa-apa! Selamat malam Fennel, semoga bermimpi indah!”

Lancient segera menyembunyikan wajahnya dibalik selimut dan berpura-pura tertidur demi menghindari tatapan curiga dari Fennel. Fennel menghela nafas sejenak karena Lancient tak pernah mendengarkannya untuk tidak tidur dengan posisi meringkuk seperti itu, namun, ... ya sudahlah.

Fennel tersenyum samar dan menundukkan kepalanya memberikan hormat pada Lancient, sekalipun anak itu tak melihat penghormatan darinya, hanya dengan melihat Lancient menjalani hari-harinya dengan ceria semenjak kemunculan Aira Qianzy saja, sudah sangat membuatnya bahagia.

“Anda juga, Your Highness. Selamat malam dan semoga bermimpi indah.”

Aira Qianzy yah? Sepertinya Fennel harus mulai mengawasi gerak-gerik gadis itu untuk menyeleksi apakah dia benar-benar bersikap baik secara tulus terhadap Lancient, atau mungkin bisa saja semua tindakannya hanyalah pemalsuan sifatnya belaka?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status