Seketika gerakan tangan Alberto pun terhenti. Dia menoleh ke arah sumber suara, dan menatap tajam pada orang yang menghentikannya."Jangan diteruskan, Bos. Sepertinya sudah cukup untuk sekarang. Bisa-bisa dia mati saat ini juga. Jika memang Bos berniat membunuhnya, serahkan saja pada kami. Jangan biarkan tangan Bos kotor terkena darahnya," tutur sang ketua penculik dengan tegas.Sejenak Alberto terdiam. Dia memikirkan semua ucapan ketua penculik yang telah dibayarnya. Dalam hatinya membenarkan semuanya. Dengan berat hati, dia melepaskan pegangan tangannya, sehingga tubuh James terhempas sangat keras di lantai."Tangani dia, hingga dia menyerah dan membuat perjanjian tidak akan lagi mengganggu Sheila. Jika dia melawan, bunuh saja dia. Amankan jasadnya sehingga tidak bisa ditemukan oleh siapa pun," tutur Alberto di hadapan semua pria berbadan kekar yang penuh dengan tato di setiap bagian tubuh mereka."Siap, Bos!" ucap serentak para pria yang dibayar olehnya.James masih bisa bernafas.
Sheila bingung menjawab pertanyaan yang diberikan sang papa padanya. Pasalnya dia tidak mempunyai rencana apa pun saat ini. Terlebih lagi setelah kedatangan pria masa lalunya yang tiba-tiba kembali menemuinya. Jujur saja perasaannya pada James masih ada dalam hatinya, meskipun hanya sedikit saja dan tertutup oleh kebenciannya.Namun, setelah dia mendapatkan penjelasan dari sang pria, dinding kebencian pun sedikit demi sedikit mulai luluh. Rasa yang dulu pernah ada dan diselimuti oleh kebencian, kini perlahan pulih. Akan tetapi, melihat keadaan pria masa lalunya yang kembali dengan sangat menyedihkan, membuatnya merasa kasihan. Sayangnya, dia tidak bisa untuk menuruti keinginan sang pria untuk bersama, karena sudah ada tujuan lain dalam hatinya untuk masa depan yang terlihat indah di depan mata."Sheila, Sheila belum tahu, Pa," ucapnya ragu-ragu.Seketika dahi Alberto mengernyit. Dia menatap penuh tanya pada mata putrinya, seraya berkata,"Bagaimana bisa kamu tidak punya rencana untuk h
Suasana meja makan di pagi ini tidak sama dengan biasanya. Semuanya terlihat sedang menikmati sarapan masing-masing. Akan tetapi, mereka larut dalam pikirannya sendiri.Tiba-tiba saja mereka dikejutkan dengan suara seorang wanita yang terdengar ceria ketika memberi salam dan menyapa mereka semua. Detik berikutnya, terdengar suara dari wanita lain sedang memberi salam pada mereka semua.Seketika seluruh anggota keluarga Mayer yang berada di meja makan tersebut, serentak menoleh ke arah sumber suara. Mereka terbelalak melihat dua orang wanita yang tidak pernah diharapkan kedatangannya. Bahkan senyuman dari keduanya membuat semua orang menjadi tidak berselera makan dan muak melihatnya.Sheila berjalan menghampiri mereka yang masih duduk di kursi masing-masing, dengan memperlihatkan keranjang buah yang dibawanya, seraya berkata,"Sengaja saya pagi-pagi datang ke sini untuk sarapan bersama dengan kalian. Ini saya bawakan buah untuk kita makan besama."Tidak ada yang menanggapi ucapan Sheil
Di dalam ruang tamu, Dave duduk dengan menatap penuh amarah pada wanita cantik yang sedang duduk di hadapannya."Ada perlu apa kamu datang bertamu sepagi ini? Bukankah semalam sudah jelas semuanya?""Dave, jangan seperti itu. Aku hanya ingin datang berkunjung dan makan bersama dengan kalian. Apa salahnya dengan keinginanku ini? Bukankah keluarga kita sudah dekat dari dulu? Dan kita juga bisa dikatakan lebih dekat dari teman biasa. Aku rasa wajar-wajar saja jika kita makan bersama dengan keluargamu di rumahmu," tutur Sheila dengan bijak, tanpa marah sedikit pun pada pria yang sedang didekatinya.Dave semakin marah padanya. Tatapan matanya seolah ingin menghabisinya. Hanya saja dia masih bisa menahan amarahnya, sehingga dia bisa menguasai emosinya. Dalam waktu singkat itu, Dave berusaha berpikir untuk menyingkirkan Sheila tanpa harus menyakiti atau pun berbuat kasar padanya."Sheila, aku tahu apa maksudmu melakukan ini semua. Tapi, sayangnya aku tidak bisa menerimamu. Untuk alasannya, a
Dave menoleh ke arah balkon kamar adiknya, setelah mendengar pertanyaan dari wanita yang telah melahirkan putranya. Dia menatap wajah cantiknya, dan tersenyum padanya, hingga terdapat semburat merah pada wajah sang adik ipar."Dari awal aku memang tidak ada perasaan padanya. Hanya saja dia yang selalu menempel padaku. Parahnya, dengan alasan kerja sama perusahaan kami, papanya menjadikan itu sebagai ancaman untuk menjodohkan kami. Dan sekarang, aku sudah tidak ada ketakutan lagi. Proyek kerja sama kita sudah selesai. Jadi, aku bisa dengan tegas menolaknya."Celine tidak bisa berkata-kata. Penjelasan dari sang kakak ipar membuat perasaannya bercampur aduk. Hatinya merasa bahagia, seperti ada taman bunga yang sedang bermekaran di sana, dan dalam perutnya seolah digelitik oleh ribuan kupu-kupu yang berterbangan dengan riangnya.Tatapan mata Dave yang seolah menyatakan akan perasaannya, dapat dirasakan dengan mudahnya oleh sang adik ipar. Celine terkesiap, dia
Samar-samar terdengar suara perdebatan antara sang suami dengan kakaknya. Celine memasang indera pendengarnya, berusaha untuk mendengarkan percakapan antara kakak beradik tersebut.Semakin lama, hatinya merasa semakin sakit tatkala mendengar semua perkataan sang suami yang terasa menyesakkan hatinya.'Seandainya saja kamu mengatakan pada Dave akan tetap mempertahankan aku dan Hero meskipun dia bukan putramu, karena kamu menyayanginya dan menginginkan kami sebagai keluargamu, pasti aku tidak akan sesakit ini. Dan juga, wanita itu. Seandainya saja dia tidak selalu mengganggu kita, mungkin aku masih bisa memaafkan kesalahanmu saat aku pertama memergoki kalian, karena aku juga mempunyai kesalahan yang sama, meskipun tidak disengaja. Tapi, tidak jika itu sudah berulang kali. Akan berbeda cerita, karena kamu lebih banyak mencurangi aku,' batin Celine dengan mata yang berkaca-kaca.Hatinya merasa sakit. Dadanya merasakan sesuatu yang menyesakkan, hingga air mata menetes begitu saja tanpa per
Tatapan mata Celine mengarah pada sang suami yang sedang sibuk dengan laptopnya di sofa. Sean pun menoleh ke arah sang istri yang sedang menonton televisi di atas ranjang. Sedangkan buah hati mereka sedang tertidur nyenyak dalam box bayi yang terletak tidak jauh dari ranjang mereka."Tidak. Aku tidak tahu apa-apa, Sayang. Demi Tuhan aku tidak menyuruhnya datang ke sini, apalagi malam-malam seperti ini," tutur Sean dengan sungguh-sungguh.Celine melihat kejujuran dari mata suaminya. Hanya saja dia tidak bisa menerima kehadiran wanita selingkuhan sang suami yang selalu datang mengganggu kehidupan mereka. Dadanya kembali bergemuruh, mengingat semua perilaku mantan tunangan sang suami yang kini menjadi selingkuhannya.Melihat reaksi sang istri yang hanya diam saja tanpa menanggapi perkataannya, Sean beranjak dari duduknya, dan bergegas keluar kamar untuk menemui wanita yang saat ini dibencinya. Langkah kakinya memperlihatkan betapa marahnya dia saat ini. Bahkan melalui hentakan kakinya, d
Celine hanya diam, tanpa menjawab pertanyaan dari suaminya. Wanita cantik yang sedang melampiaskan sakit hatinya itu, menginginkan agar sang suami membaca isi dalam amplop tersebut secara keseluruhan, dan segera menandatanganinya. Akan tetapi, Sean hanya melihat dan membacanya saja. Sepertinya dia tidak berniat untuk membubuhkan tanda tangan pada kertas yang sedang dipegangnya."Apa kamu yakin dengan ini semua?" tanya Sean dengan mata yang berkaca-kaca.Anggukan kepala sang istri membuat bibir Sean bergetar, sehingga tidak mampu mengeluarkan kata-kata. Sedih dan kecewa yang sedang dirasakannya saat ini. Hatinya begitu hancur menerima surat perceraian dari sang istri yang bahkan sudah ditandatanganinya.Sean memejamkan matanya, dan menetralkan perasaannya. Setelah itu, dia kembali membuka matanya, dan menatap serius pada sang istri."Aku tahu jika kesalahanku sangat besar. Tapi, bukankah kamu bisa memaafkannya? Aku sudah berubah, Sayang. Aku sudah tidak bersama dia lagi. Bahkan aku sud