Rain memasukkan surat itu ke dalam amplop kemudian menitipkan pada satpam rumah untuk mengirimkan surat itu ke kantor pos. Dia menyeret koper besarnya menuju mobil. Ibu dan kedua adiknya melepas kepergiannya dengan tangisan. Namun, Rain tidak merasakan apa-apa selain hatinya yang telah membeku.
Karena orang itu.
Seminggu sebelum Rain yakin dengan keputusannya untuk melanjutkan studi di luar negeri. Ayahnya terlebih dahulu membuat pilihan, meminta Rain menetap di Indonesia dengan risiko menjadi pengangguran, atau menerima perjodohan. Rain bimbang, bukan karena perjodohan ataupun menjadi pengangguran. Namun, bimbang karena Eren, perempuan yang menetap di hatinya selama ini.
"Aku setuju dengan perjodohan itu." ucap Rain saat ayahnya bertanya mengenai keputusannya.
Percakapan itu mengarah pada keinginan ayahnya untuk mengadakan pernikahan secara tertutup. Terdengar terburu-buru dan Rain curiga jika dia hanya korban dari perjodohan itu. Namun, apa pun itu, Rain tidak ambil pusing karena dengan pernikahan itu, dia bisa melupakan Eren. Minimal teralihkan karena perjodohan itu.
"Setelah menikah, kamu harus melanjutkan studi di luar negeri. Ayah sudah mengatur semuanya, kamu tinggal datang ke alamat yang sudah ayah berikan. Ibu dan kedua adikmu tidak boleh tahu tentang pernikahan ini. Ayah tidak ingin merusak kebahagiaan ibumu."
Rain tumbuh dalam keluarga berantakan. Sejak kecil kedua orang tuanya memutuskan untuk bercerai dan hak asuh jatuh di tangan ibunya. Hingga dua tahun setelah perceraian itu, ibunya menikah lagi dan memiliki dua putri kembar dari ayah tirinya. Dan dua tahun lalu ayah tirinya meninggal karena kecelakaan. Peristiwa pahit itu meninggalkan luka mendalam di hati ibunya dan Rain berusaha menjadi anak yang baik. Lebih tepatnya berpura-pura baik bagi ibu dan kedua adiknya. Hingga tawaran ayahnya datang dan Rain membutuhkan waktu untuk menyembuhkan luka.
Karena Eren.
Suasana bandara pagi itu tampak ramai, Rain menyeret kopernya dengan langkah lebar. Pertama kalinya dia menaiki pesawat dan mungkin sedikit kebingungan karena bandara itu cukup besar. Dia tidak tahu di mana harus melakukan check-in. Hingga pandangannya mengarah pada perempuan yang berdiri di sampingnya. Perempuan itu fokus dengan ponsel dan tidak menyadari ada orang lain yang berdiri kebingungan di sana. Rain menyentuh pundak perempuan itu dengan senyum dipaksakan. Dia tidak suka bersikap akrab dengan orang asing. Namun, hari ini adalah pengecualian.
"Permisi nona." ucap Rain sehingga menarik perhatian perempuan itu sepenuhnya.
"Oh, ada apa?" tanya perempuan itu mengangkat sebelah alisnya menatap Rain penuh penilaian.
"Aku tidak tahu di mana harus melakukan check-in." ucap Rain jujur, dia mengusap keningnya pertanda gugup. "Ini pertama kalinya aku naik pesawat."
"Serius?!"
Rain mengangguk kemudian menatap perempuan itu yang nyaris mengeluarkan kedua bola matanya karena terkejut mendengar ucapannya. Anggap saja dia kampungan dan wajar orang lain menganggapnya manusia kuno karena tidak menggunakan smartphone untuk berpikir.
"Iya, aku tidak pernah pergi kemana pun." ucap Rain tidak percaya dia baru saja berbicara panjang lebar pada orang asing.
"Miris banget."
Ucapan itu menyebabkan sudut bibir Rain terangkat ke atas. Lalu mengikuti langkah perempuan itu menuju counter check-in. Beruntung, perempuan itu membantunya sehingga Rain tidak perlu repot-repot mengeluarkan suara.
"Makasih." ucap Rain sesaat setelah proses check-in itu selesai. Dia memegang erat boarding pass miliknya berserta dokumen lain yang diperlukan.
"Sama-sama," ujar perempuan itu kemudian mengulurkan tangannya. "Namaku Kia."
Rain menjabat tangan perempuan itu. "Rain." ucapnya singkat.
"Semoga penerbanganmu lancar dan sampai jumpa lagi."
"Tunggu!" cegah Rain sebelum Kia meninggalkan tempat itu.
"Ada apa Rain?" tanya Kia merasa aneh dengan sikap laki-laki itu.
"Ehm, tidak apa-apa." Rain mengusap leher belakangnya salah tingkah.
"Ngomong-ngomong aku juga mau ke Jepang. Sampai jumpa di sana."
Rain menatap perempuan itu hingga menghilang dari pandangannya. Dia menyentuh telapak tangannya bekas jabatan mereka tadi. Lalu bergumam pelan.
"Kia ya?"
***
Jepang bukan impian Rain. Namun, kakinya justru menginjak negara itu. Dia keluar dari terminal kedatangan dan menatap ponselnya yang tidak menampilkan notifikasi apa pun. Sepertinya, ayahnya mengirim seseorang untuk menjemputnya. Rain melihat sekeliling tempat itu dan melihat seseorang menuliskan namanya dan mengangkat kertas itu tinggi-tinggi.
Rain mendekati laki-laki berambut pirang yang menuliskan namanya.
"Di mana ayahku?" tanya Rain dengan bahasa Inggris yang kacau.
"Tuan Hari sudah menunggu anda." ucap laki-laki itu dan mengambil alih koper dari tangan Rain. "Perkenalkan, aku asisten tuan Hari."
Selama perjalanan menuju tempat ayahnya berada, Rain hanya menatap pemandangan melalui kaca mobil. Tidak berniat membalas ucapan laki-laki yang mengenalkan diri sebagai asisten ayahnya. Kemampuan bahasa Inggris nya sangat buruk. Mendengar orang itu berbicara sama saja mendengar bahasa alien. Dia mengeluarkan ponselnya kemudian menatap foto Eren.
Ingatannya melayang pada kejadian itu. Saat dengan jelas memergoki Eren bersama laki-laki lain. Dan mereka sedang berada di hotel, tengah bercumbu tanpa menyadari Rain menyaksikan kejadian itu sejak awal. Keduanya bahkan tidak mengenakan pakaian apa pun ketika Rain melihat Eren di sana. Rain tidak menunjukkan kemarahan meskipun kecewa pada Eren. Namun, kejadian itu, dia tidak pernah menerimanya. Eren, perempuan polos yang dicintainya menjadi orang asing yang rela tidur dengan laki-laki lain. Selama ini, Rain tidak pernah melakukan kontak fisik selain bergandengan tangan. Dia juga tidak berani mencium Eren karena menghargai perempuan itu. Ternyata semua itu hanya tipuan dan Rain dengan bodohnya mempercayainya bahkan sangat mencintainya.
Hingga hari ini.
Bangunan mewah bergaya abad pertengahan menjadi pemandangan pertama ketika mobil itu berhenti di halaman luas. Beberapa pelayan menyambut kedatangannya di pintu masuk saat Rain turun dari mobil. Dia mengikuti seorang pelayan hingga berhenti di sebuah ruangan luas dengan deretan sofa berjejer rapi. Ada banyak lukisan, salah satunya lukisan Mona Lisa yang melegenda itu. Rain bertaruh, lukisan itu bernilai tinggi dan dia tidak percaya jika ayahnya berubah menjadi orang kaya dalam waktu cepat. Terakhir, dia mendengar kabar ayahnya sakit keras dan hanya berbaring di tempat tidur. Kini, Rain menebak jika ayahnya menjadi pemuja pesugihan agar menjadi orang kaya di negara asing.
"Gimana perjalanan kamu?"
Rain mengalihkan perhatiannya pada laki-laki yang berdiri tidak jauh darinya. Wajah ayahnya masih terlihat sama seperti yang ada di ingatannya. Rahang tegas dengan kumis tipis dan juga kulit wajah kencang tanpa kerutan. Bahkan ibunya telah menunjukkan tanda penuaan, mengapa ayahnya masih terlihat muda?
"Kamu memang tidak banyak bicara seperti ibumu." ucap Hari lalu menghampiri Rain dan memeluknya. "Ayah senang kamu di sini Rain, maaf tidak bisa menjadi ayah yang baik buat kamu."
Rain melepaskan pelukan itu lalu duduk di sofa. "Apa maumu?" tanyanya langsung.
"Kamu setuju dengan perjodohan itu. Artinya, kamu sudah menikah dengan Sarah." Hari memberikan sebuah foto pada Rain. "Kamu lihat fotonya baik-baik. Dia belum pernah melihatmu dan besok kamu mulai kuliah. Kalian akan tinggal bersama, jangan khawatir masalah biaya. Ayah sudah menanggung semuanya."
Rain menerima foto itu lalu bangkit dari duduknya.
"Di mana kamarku?" tanya Rain pada pelayan yang berada di tempat itu.
"Kamar anda di lantai atas. Sebelah kanan dari tangga, maaf tuan aku tidak bisa mengantar anda karena pelayan biasa tidak diperbolehkan memasuki tempat itu."
"Besok pagi Alex akan bawa kamu ke apartemen." ucap Hari sebelum Rain meninggalkan ruangan itu.
Kehidupan orang kaya memang membosankan. Rain tidak membalas ucapan ayahnya dan menaiki tangga menuju lantai atas. Dia memasuki ruangan seperti yang disebutkan pelayan tadi. Kamar dengan interior monokrom bukan kesukaannya dan ayahnya sama sekali tidak mengetahuinya.
Sekarang, Rain menyesal meninggalkan ibu dan kedua adiknya.
***
Kia menatap amplop berwarna putih dengan tanda tanya memenuhi kepalanya. Surat dari siapa? Penasaran, dia membuka surat itu dan membacanya dalam hati. Tulisan tangan itu terlihat rapi. Namun, bukan itu yang menarik perhatian Kia, melainkan ungkapan perasaan rindu yang tersirat dari surat itu. Dia membaca nama pengirimnya di sudut paling bawah. Rain? Tiba-tiba dia teringat dengan laki-laki yang ditemuinya di bandara beberapa hari yang lalu. Di dunia ini tidak mungkin ada kebetulan seperti itu. Ada banyak nama yang sama, Kia tidak boleh menyimpulkan Rain termasuk manusia pemuja cinta. Bahkan kata-kata yang ditulis seolah mewakili perasaan terpendam yang tidak mampu diungkapkan secara langsung. Meskipun begitu, Kia tidak langsung membuang surat itu. Jika suatu hari ada seseorang yang mencarinya, dia akan menyerahkan surat itu kepada pemiliknya. Semoga saja bukan Rain pengirim sura
Pernikahan menjadi hal paling membahagiakan dalam hidup seseorang. Hukum itu berlaku bagi mereka yang saling mencintai. Namun, bagi Rain, pernikahan hanya kebodohan seseorang untuk terikat seumur hidup dengan orang asing. Dia tidak mencintai perempuan bernama Sarah dan pernikahan itu seperti mimpi buruk di hidupnya.Dua jam setelah pernikahan itu berakhir, Rain terjebak dalam satu ruangan bersama Sarah. Di sebuah kamar hotel pilihan Hari. Hotel mewah itu bukan menjadi fokus utama Rain melainkan Sarah, perempuan yang resmi menjadi istrinya dua jam lalu tampak diam di sisi ranjang. Rain membuka pintu kamar hotel itu, tapi percuma dia tidak bisa kabur melihat banyaknya orang berjaga di sana. Hari berlebihan tentang pernikahan itu, dan Rain semakin membenci laki-laki itu. Namun, menikah dengan Sarah merupakan pilihannya. Dia tidak bisa menyalahkan Hari sepenuhnya meskipun kebencian itu semakin kuat."Rain."Rain
Menyeret koper dengan wajah merah padam mengabaikan beberapa pelayan di rumah itu. Rain menerobos masuk ke dalam ruangan Hari setelah mengalahkan beberapa penjaga keamanan. Dia tidak peduli pada larangan mereka untuk tidak menggangu Hari pada jam kerja. Persetan dengan semua itu!"Kamu brengsek!" Rain melayangkan tinjunya tepat di wajah Hari menyebabkan laki-laki itu terhuyung ke belakang. "Brengsek!"Tidak puas hanya dengan melayangkan pukulan, Rain mengeluarkan pisau lipat dari saku celananya lalu mengarahkan pisau itu di leher Hari menyebabkan laki-laki itu memucat."Kamu pantas mati." ucap Rain dingin.Beberapa pengawal memasuki ruangan itu dan memaksa Rain melepaskan Hari. Perlakuan kasar yang dia dapatkan dari pengawal-pengawal itu membuktikan Hari tidak menyambutnya kecuali alasan pernikahannya dengan Sarah. Rain tersenyum masam lalu menghempaskan tubuh Hari ke lantai dengan kasar.
"Bau harum apaan tuh?"Kia meletakkan tas selempangnya di lantai lalu menghampiri Ben yang sibuk memasak di dapur. Tadi Ben memintanya datang dengan alasan penting ternyata laki-laki itu hanya memasak seperti biasanya. Kia menarik kursi kemudian mendudukinya sambil memperhatikan Ben dari belakang. Dia tersenyum kecil melihat keanehan sahabatnya sejak malam membeli cincin. Kia juga belum sempat menanyakan perihal hubungan Ben dan Eren, tapi dari sikap yang ditunjukkan laki-laki itu pertanda hubungan mereka sudah melangkah lebih jauh."Tumis kangkung, aku sengaja masak kangkung biar tidurmu nyenyak." Ben meletakkan piring berisi tumis kangkung tepat dihadapan Kia. "Lihat mata pandamu lebih parah." ucapnya lalu duduk di kursi samping Kia.Kia memasukkan tumis kangkung ke mulutnya, rasanya lezat seperti masakan Ben yang lainnya. Dia iri pada laki-laki yang pintar memasak."Aku begadang ngerjain tugas biar keberangkatanku ke Jepang dipercepat." ucap Kia terus
Hujan turun begitu deras mengingatkan Rain pada Surabaya serta kerinduan pada ibu dan kedua adiknya. Jeslyn, Jessica, dan ibunya yang pendiam, tapi apa yang bisa dilakukannya sekarang?Rain tertawa kecil menertawakan kebodohannya menikah dengan Sarah. Lalu melihat perempuan itu bersama orang lain. Ternyata cinta atau tidak kedua hal tersebut sama-sama berkhianat.Dulu Rain tidak perlu repot-repot mendengar penilaian orang lain tentang dirinya. Namun, setelah mengalami beberapa kejadian yang menurunkan harga dirinya, Rain mulai ragu dengan kemampuannya. Secara fisik Rain tidak terlalu buruk bahkan bisa dibilang di atas standar rata-rata. Banyak yang memujinya secara fisik, tapi kenapa hidupnya tidak beruntung?Apakah takdir hidupnya sangat buruk?Hujan bertambah deras disertai suara petir bersahutan. Rain masih berdiri di balkon melihat tetes hujan dalam lamunan. Sudah satu jam dia melakukan kegiatan itu, kakinya kebas karena terlalu lama berdiri. Pikirann
Semula Rain berpikir jika Hari tidak akan menunjukkan batang hidungnya. Namun, keajaiban itu terjadi setelah Rain membuka pintu apartemen barunya dan melihat laki-laki itu bersama Alex. Begitu melihatnya tanpa berbasa-basi langsung memeluknya. "Ayah merindukanmu." bisik hari di telinga Rain. Pelukan itu berlangsung cukup lama hingga suara dering ponsel menginterupsi mereka. "Panggilan dari Indonesia." ucap Alex kemudian memberikan ponsel pada Hari. Rain menyeret kopernya melewati Alex setelah Hari keluar dari apartemen untuk menjawab panggilan telepon. Masih banyak barang yang belum dibereskan sedangkan Sarah berkata tidak bisa membantu karena suatu alasan. Rain hanya menanggapi dengan anggukan tidak ingin terlibat pembicaraan bersama Sarah. Dia juga tidak keberatan karena perempuan itu sudah mengirimkan barang-barangnya ke apartemen terlebih dahulu. Dan Rain tidak kerepotan karena barang-barang milik Sarah sudah teronggok di apartemen begitu di
"Kamu capek Ki?"Saat ini Kia berada di ketinggian dan Ben menanyakan pertanyaan yang jelas jawabannya. Kia tidak mungkin meminta Ben menggendongnya kan?Kia meneguk air mineralnya dengan rakus hingga menimbulkan suara berisik sementara Ben memperhatikannya."Aku nggak jadi ke Jepang Ben." ucap Kia lemah, dia menyimpan botol air mineralnya ke dalam tas. "Ibuku yang baik hati buat rencana sendiri, katanya kalau tahun ini aku nekat ke Jepang. Dia bakal minta orang jemput paksa aku di sini. Menurutmu aku harus gimana?""Ikuti kata hatimu karena impian kamu memang ke Jepang kan?""Kenapa sih aku harus hidup di keluarga berantakan?" tanya Kia diiringi tawa sinis."Kamu nggak bisa nyalahin takdir Ki kalau kenyataannya memang hidupmu begitu. Jangan lihat sisi buruknya karena semua hal pasti ada sisi positifnya. Kamu beruntung masih punya orang tua sedangkan aku cuma punya paman. Meskipun keluargamu nggak harmonis, tapi kamu masih punya aku Ki
Keindahan musim semi memang tidak diragukan lagi. Rain mengabadikan sakura bermekaran tidak melewatkan satu momen pun. Setahun terlewati Rain berada di Jepang. Dan hidupnya baik-baik saja karena Sarah masih berada di luar negeri.Keberuntungan itu Rain gunakan sebaik mungkin sebelum Sarah kembali ke Jepang dan menuntutnya menjadi suami yang baik. Omong kosong tentang pernikahan membuatnya seolah berada di penjara. Sekarang giliran Alex yang memotret. Rain menyerahkan kamera miliknya yang disambut sikap tidak rela laki-laki itu. "Cari spot yang bagus." ucap Alex mengarahkan kamera ke tempat lain. "Di sini saja." ujar Rain enggan berdebat. "Di belakangmu ada sepasang kekasih jangan merusak pemandangan mereka." Rain mencari tempat lain sesuai permintaan Alex. Dulu Rain tidak berpikir akan berteman dengan Alex mengingat hubungan laki-laki itu den