Share

Bab 7 ~ Diam

Hujan turun begitu deras mengingatkan Rain pada Surabaya serta kerinduan pada ibu dan kedua adiknya. Jeslyn, Jessica, dan ibunya yang pendiam, tapi apa yang bisa dilakukannya sekarang?

Rain tertawa kecil menertawakan kebodohannya menikah dengan Sarah. Lalu melihat perempuan itu bersama orang lain. Ternyata cinta atau tidak kedua hal tersebut sama-sama berkhianat.

Dulu Rain tidak perlu repot-repot mendengar penilaian orang lain tentang dirinya. Namun, setelah mengalami beberapa kejadian yang menurunkan harga dirinya, Rain mulai ragu dengan kemampuannya. Secara fisik Rain tidak terlalu buruk bahkan bisa dibilang di atas standar rata-rata. Banyak yang memujinya secara fisik, tapi kenapa hidupnya tidak beruntung?

Apakah takdir hidupnya sangat buruk?

Hujan bertambah deras disertai suara petir bersahutan. Rain masih berdiri di balkon melihat tetes hujan dalam lamunan. Sudah satu jam dia melakukan kegiatan itu, kakinya kebas karena terlalu lama berdiri. Pikirannya berkelana entah kemana mengingat apa pun yang dialaminya belakangan ini. Berada di negeri asing bersama ayah brengsek serta perempuan aneh yang menjadi istrinya. Rain seolah menjadi gila setelah melewati semua ini.

Tawa Rain kembali pecah, kali ini lebih keras seolah bebannya terangkat bila mengeluarkan tawanya. Dia tidak akan mengalami fase ini jika memilih tinggal di Surabaya alih-alih menerima tawaran Hari untuk menikahi Sarah.

Dua jam kemudian hujan mulai reda. Rain berjalan-jalan di luar untuk menenangkan diri. Tokyo sangat indah dan semua itu mampu mengalihkan perhatiannya. Rain memasuki sebuah kafe dan memesan secangkir kopi tanpa gula. Suasana tenang di kafe itu sedikit menurunkan emosinya Rain bersyukur menemukan tempat sebagus itu. Pengunjung yang datang juga tidak banyak hanya ada tiga orang termasuk Rain. 

Cangkir berwarna putih dihidangkan di meja asap masih mengepul mengeluarkan aroma kopi yang khas pantas saja para penikmat kopi rela mengeluarkan uang demi menikmati secangkir kopi.

Permasalahan yang berkelebat di kepalanya mulai menghilang saat Rain menyesap kopinya. Rasa pahit yang mengalir di tenggorokannya sesuai dengan hidupnya saat ini. Pahit dan gelap seperti kopi.

Menjelang malam kafe semakin ramai, Rain segera meninggalkan tempat itu karena tidak nyaman berbaur bersama orang asing apalagi dia tidak bisa berbahasa Jepang. Keinginan untuk belajar bahasa asing sirna terlebih keinginan untuk melanjutkan pendidikan. Rain mengikuti keinginannya sendiri mengabaikan keinginan Hari. Lagipula Rain sudah menikahi Sarah dan laki-laki itu tidak akan memaksanya melakukan sesuatu di luar keinginannya.

Tiba di apartemen, Rain menemukan Sarah. Perempuan itu sedang sibuk di dapur begitu melihatnya memberikan seulas senyuman yang Rain sendiri enggan melihatnya. Tanpa repot-repot membalas senyuman Sarah dia segera memasuki kamarnya. Setelah membersihkan diri Rain menonton televisi mengabaikan Sarah yang duduk di sampingnya. Aroma parfum menguar dari tubuh perempuan itu. Jenis parfum yang tidak Rain sukai.

"Rain, kamu sudah makan malam?" tanya Sarah.

Rain menekan tombol remote mencari kesibukan untuk menghindari pertanyaan Sarah. Televisi menampilkan acara membosankan atau suasana hatinya yang tidak baik karena kehadiran Sarah.

Kenapa perempuan itu tidak pergi saja?

Rain mendengus dalam hati. Lalu kembali menekan remote mencari acara lain selain mendengar omong kosong mengenai laporan cuaca.

"Aku masak iga bakar, kamu makan dulu Rain." 

Rain masih diam.

"Aku bawa kemari biar kamu bisa makan sambil nonton."

Sarah beranjak dari sofa menuju dapur kemudian membawa piring berisi nasi dan iga bakar. Rain hanya menatap piring itu tanpa selera. 

"Masih panas aku letakkan di meja." ucap Sarah lembut.

Kenapa perempuan itu suka sekali berbicara? 

Rain mendengus dengan suasana hati memburuk. Secangkir kopi tidak mampu mengembalikan keceriaannya. Rain bangkit dari duduknya, tapi sebelum kakinya melangkah Sarah lebih dulu menahan tangannya. 

"Rain, kamu marah?"

Logat bicara Sarah terdengar kaku. Untuk pertama kalinya Rain memperhatikan hal sekecil itu. 

"Ayahmu memintamu datang ke universitas minggu depan. Dia sudah menyiapkan keperluanmu dan mungkin kita akan pindah apartemen." 

Sebelum Rain menjawab, Sarah buru-buru menambahkan. "Apartemen ini milik Alex dan sebelumnya aku tinggal di sini, tapi karena kita sudah menikah ayahmu membeli apartemen untuk kita. Rain, aku ingin menjalani kehidupan normal bersamamu, bisakah kita bekerjasama?" 

Rain melepaskan tangannya dari cengkeraman Sarah.

"Lakukan sesuai keinginanmu." ucap Rain dingin.

"Rain aku minta satu hal darimu. Bisakah kamu merahasiakannya dari ayahmu?" 

Rain mengangguk.

"Jangan katakan tentang hubunganku dan Alex."

Terang-terangan meminta Rain untuk menyimpan rahasia perselingkuhan itu. Sepertinya Sarah memang berniat melanjutkan hubungan gelapnya. Rain kembali mengangguk enggan menanggapi ucapan Sarah. Perempuan gila itu kenapa harus menjadi istrinya?

"Rain aku juga minta satu hal darimu." Sarah memeluk Rain dari belakang dan mengalungkan tangannya di pinggang laki-laki itu. "Jadilah suamiku yang sesungguhnya."

Rain diam dengan menahan rasa mual.

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status