Pernikahan menjadi hal paling membahagiakan dalam hidup seseorang. Hukum itu berlaku bagi mereka yang saling mencintai. Namun, bagi Rain, pernikahan hanya kebodohan seseorang untuk terikat seumur hidup dengan orang asing. Dia tidak mencintai perempuan bernama Sarah dan pernikahan itu seperti mimpi buruk di hidupnya.
Dua jam setelah pernikahan itu berakhir, Rain terjebak dalam satu ruangan bersama Sarah. Di sebuah kamar hotel pilihan Hari. Hotel mewah itu bukan menjadi fokus utama Rain melainkan Sarah, perempuan yang resmi menjadi istrinya dua jam lalu tampak diam di sisi ranjang. Rain membuka pintu kamar hotel itu, tapi percuma dia tidak bisa kabur melihat banyaknya orang berjaga di sana. Hari berlebihan tentang pernikahan itu, dan Rain semakin membenci laki-laki itu. Namun, menikah dengan Sarah merupakan pilihannya. Dia tidak bisa menyalahkan Hari sepenuhnya meskipun kebencian itu semakin kuat.
"Rain."
Rain kembali menutup pintu kamar. Dia menatap Sarah penuh tanda tanya.
"Ada apa?"
"Pernikahan ini hanya perjanjian. Aku tidak akan mengganggu privasimu." ucap Sarah.
"Sepakat."
Rain mengambil pakaiannya dari dalam koper lalu berjalan menuju kamar mandi. Dia tidak percaya Hari membawa seluruh pakaiannya ke hotel. Laki-laki itu sudah tidak sabar mengusirnya dari rumah. Pernikahan dengan Sarah tampaknya begitu penting bagi Hari. Jika tidak, mana mungkin Hari mencarinya setelah pbertahun-tahun tidak pernah menghubunginya. Rain bahkan bertindak bodoh dengan menerima tawaran Hari hanya karena kekecewaannya pada Eren. Saat itu, Rain memang buta bisa menyukai perempuan seperti Eren. Ternyata perasaannya menguap setelah menuliskan surat itu. Bicara tentang surat, Rain mendapat kabar jika surat itu sudah diantarkan ke alamat rumah Eren. Mungkin perempuan itu sedang membaca suratnya. Mendadak, Rain menyesal menulis surat itu. Seseorang yang selingkuh tidak pantas dicintai begitu besar. Terlebih selingkuhan Eren hanya laki-laki di bawah umur. Selera perempuan itu memang di luar perkiraannya. Rain bahkan ragu laki-laki di bawah umur itu sungguh mencintai Eren. Cinta memang menghilangkan akal sehat.
Satu jam kemudian Rain keluar dari kamar mandi dan melihat Sarah berbaring di ranjang. Perempuan itu hanya mengenakan gaun tidur transparan sehingga Rain bisa melihat jelas pakaian dalam yang dikenakan Sarah. Namun, pemandangan itu terasa menjijikkan bagi Rain. Dia mengeluarkan selimut dari kopernya lalu berbaring di sofa. Ternyata kebiasaan ibunya meminta Rain membawa selimut cukup berguna. Dia tidak perlu tidur di ranjang yang sama dengan Sarah. Godaan perempuan lebih menakutkan daripada iblis dan Rain tidak ingin terjerumus dalam hal itu. Meskipun Sarah adalah istrinya. Namun, hubungan suami istri dilakukan jika mereka saling mencintai. Rain menjunjung tinggi perasaan cinta dan tidak akan melakukannya kecuali bersama orang yang dicintainya.
Rain membuka matanya ketika merasakan seseorang duduk di dekatnya. Sarah duduk di lantai sambil menyulut sebatang rokok. Rain benci asap rokok, tapi enggan berdebat dan membiarkan Sarah menikmati rokok itu.
"Aku belum pernah melihat laki-laki sepertimu." ucap Sarah, dia tersenyum samar. "Kebanyakan dari mereka tertarik dengan tubuhku, tapi kamu berbeda. Rain, aku sudah tidur dengan banyak laki-laki, mengenal semua jenis orang brengsek, dan aku bersyukur menikah denganmu. Kamu tidak tertarik dengan perempuan asing sepertiku karena ada orang lain di hatimu. Seandainya orang itu adalah aku, tapi khayalanku terlalu tinggi. Rain, aku mencintaimu sejak pertama kali melihatmu."
"Aku tidak pernah melihatmu." ucap Rain.
"Kau memang tidak melihatnya karena tidak memperhatikan sekitarmu. Selain irit bicara, kau juga cuek dalam segala hal. Aku ingin mencobanya Rain."
"Mencoba apa?" tanya Rain.
"Mencoba mencintai seseorang dengan cara berbeda." Sarah menyentuh wajah Rain lalu tersenyum. "Seperti caramu."
Rain menyingkirkan tangan Sarah dari wajahnya. "Jangan menyentuhku!" ucapnya keras.
"Maaf, aku tidak bermaksud menggodamu. Aku hanya ingin berbagi cerita dengan suamiku. Rain, meskipun pernikahan ini hanya perjanjian, tapi aku mencintaimu. Aku akan berusaha mendapatkan hatimu karena aku tidak rela melihatmu bersama orang lain."
Rain bernapas lega ketika Sarah keluar dari ruangan itu dan tidak kembali hingga beberapa jam. Rain meraih ponselnya saat melihat nama adiknya muncul di layar. Pukul dua dini hari, kebiasaan adiknya tidur larut malam terkadang membuatnya kesal, tapi malam itu Rain bersyukur dengan hal itu.
"Kak Rain!"
Suara Jeslyn hampir memecah gendang telinga Rain. Dia menjauhkan ponselnya dari telinga lalu berjalan menuju balkon. Melihat pemandangan malam kota Tokyo dari tempatnya berdiri.
"Jessica udah tidur?" tanya Rain.
"Belum, dia masih ngerjain tugas. Kak, Rain nggak nanya aku udah tidur apa belum?"
"Kamu belum tidur?" tanya Rain layaknya orang bodoh.
"Aku kan lagi nelpon kak Rain, gimana sih?!"
Salah satu alasan Rain enggan berbicara panjang lebar karena kedua adik kembarnya sudah cukup heboh. Dia tidak ingin rumah kecil mereka di Surabaya meledak gara-gara seluruh anggota keluarganya cerewet seperti Jeslyn dan Jessica. Sedangkan ibunya termasuk pendiam seperti Rain.
"Aku cuma nurut omongan kamu." ucap Rain.
"Basa-basi tanya aku lagi apa, di mana, sama siapa, terus udah makan belum. Kita udah beda negara lho kak, perhatian sama adiknya kenapa?"
"Ini lagi perhatian."
"Malas ah sama kak Rain."
Terdengar suara berisik dari seberang sana, sepertinya Jeslyn meminta Jessica untuk berbicara. Namun, setelah cukup lama menunggu, suara Jeslyn kembali menyapa telinganya.
"Ica nggak mau ngomong, katanya dia nggak suka ngomong sama pohon."
Sebutan manusia pohon sudah sering Jessica tujukan untuk Rain dan ini bukan pertama kalinya.
"Aku tahu." ucap Rain.
"Ibu sakit dia nggak mau pergi ke dokter. Aku sama Ica udah beli obat, tapi ibu nggak mau minum obatnya. Kak Rain, besok pagi bujuk ibu minum obat. Dia sakit gara-gara kakak pergi ke Jepang."
"Iya, udah malam kamu tidur sana."
"Siap bos."
Rain menarik napas dalam-dalam setelah sambungan itu berakhir. Ibunya sakit begitu dia tiba di Jepang. Rasa bersalah itu semakin merasukinya, tapi terlambat karena waktu tidak bisa diputar ulang.
"Maaf." ucap Rain pelan.
***
Bagi pengantin baru merupakan hal paling indah ketika membuka mata di pagi hari ada seseorang yang tertidur di sampingnya. Begitu pula Sarah yang terlelap di lengan Rain, bahkan perempuan itu tidak menyadari gaun tidur transparan itu tersingkap. Memamerkan paha putih dan nyaris saja Rain tergoda jika tidak mengingat pernikahan itu hanya sebuah perjanjian. Rain tidak tahu sejak kapan tertidur di ranjang karena seingatnya malam tadi setelah berbicara dengan Jeslyn, dia berbaring di sofa. Namun, pagi itu Rain berada di ranjang bersama Sarah. Kejadian aneh itu, Rain tidak ingin bertanya dan Sarah justru menggodanya. Dengan hati-hati Rain melepaskan diri dari Sarah lalu bangkit dari ranjang. Ketika melewati cermin, dia menyadari satu hal.
Tidak ada pakaian yang melekat di tubuhnya. Rain menelan ludahnya susah payah lalu menatap Sarah yang terlelap di ranjang. Perempuan itu masih mengenakan gaun, tapi pakaian dalam perempuan itu tergeletak di lantai. Apakah semalam Rain menyentuh Sarah?
Rain mendekati Sarah lalu menarik paksa perempuan itu hingga terjatuh di lantai. Dia tidak menunjukkan emosi apa pun ketika memergoki Eren berselingkuh. Namun, pagi itu, emosinya sudah mencapai titik tertinggi. Rain mencekik leher Sarah hingga perempuan itu kesulitan bernapas.
"Kau melakukannya?" tanya Rain emosi.
"Ti...."
Rain melepas cekikannya dari leher Sarah lalu menghempaskan perempuan itu ke lantai dengan kasar. Kepala Sarah membentur sisi meja hingga mengeluarkan darah, tapi Rain tidak merasa iba. Dia ingin sekali membunuh perempuan menjijikkan itu sekarang juga.
"Aku bukan orang bodoh, lebih baik katakan sejujurnya." ucap Rain tak sabar.
Sarah mengusap darah di keningnya disertai batuk pelan akibat cekikan di lehernya. Dia tidak berani bersinggungan langsung dengan Rain melihat kemarahan terpancar dari mata laki-laki itu.
"Semalam kau demam dan aku khawatir kau mengalami hipotermia, jadi aku melepas seluruh pakaianmu. Maaf, aku tidak meminta izin karena kondisimu sangat kacau. Rain, aku tidak melakukan apa-apa. Percaya padaku."
Mempercayai perempuan seperti Sarah mungkin hanya orang bodoh yang melakukannya. Rain tidak percaya jika kesuciannya diambil oleh perempuan kotor seperti Sarah. Seumur hidup, dia tidak pernah rela. Dengan gerakan kasar, Rain mengambil pakaiannya lalu berjalan menuju kamar mandi. Dia ingin membersihkan jejak perempuan itu di seluruh tubuhnya.
Guyuran air dingin sedikit meredakan emosinya. Rain menatap pantulan wajahnya di cermin dan menyadari bercak merah di lehernya. Tampaknya semalam memang terjadi sesuatu. Rain meninju cermin itu hingga remuk. Dia tidak peduli tangannya mulai mengeluarkan darah. Dibandingkan semua itu, rasa sakit dari luka di tangannya bukanlah apa-apa.
"Brengsek!"
Rain kembali menghempaskan tinjunya hingga tangannya terkena serpihan kaca. Dia menertawakan dirinya sendiri merasa bodoh dengan menerima pernikahan itu.
"Brengsek! Brengsek!"
***
Menyeret koper dengan wajah merah padam mengabaikan beberapa pelayan di rumah itu. Rain menerobos masuk ke dalam ruangan Hari setelah mengalahkan beberapa penjaga keamanan. Dia tidak peduli pada larangan mereka untuk tidak menggangu Hari pada jam kerja. Persetan dengan semua itu!"Kamu brengsek!" Rain melayangkan tinjunya tepat di wajah Hari menyebabkan laki-laki itu terhuyung ke belakang. "Brengsek!"Tidak puas hanya dengan melayangkan pukulan, Rain mengeluarkan pisau lipat dari saku celananya lalu mengarahkan pisau itu di leher Hari menyebabkan laki-laki itu memucat."Kamu pantas mati." ucap Rain dingin.Beberapa pengawal memasuki ruangan itu dan memaksa Rain melepaskan Hari. Perlakuan kasar yang dia dapatkan dari pengawal-pengawal itu membuktikan Hari tidak menyambutnya kecuali alasan pernikahannya dengan Sarah. Rain tersenyum masam lalu menghempaskan tubuh Hari ke lantai dengan kasar.
"Bau harum apaan tuh?"Kia meletakkan tas selempangnya di lantai lalu menghampiri Ben yang sibuk memasak di dapur. Tadi Ben memintanya datang dengan alasan penting ternyata laki-laki itu hanya memasak seperti biasanya. Kia menarik kursi kemudian mendudukinya sambil memperhatikan Ben dari belakang. Dia tersenyum kecil melihat keanehan sahabatnya sejak malam membeli cincin. Kia juga belum sempat menanyakan perihal hubungan Ben dan Eren, tapi dari sikap yang ditunjukkan laki-laki itu pertanda hubungan mereka sudah melangkah lebih jauh."Tumis kangkung, aku sengaja masak kangkung biar tidurmu nyenyak." Ben meletakkan piring berisi tumis kangkung tepat dihadapan Kia. "Lihat mata pandamu lebih parah." ucapnya lalu duduk di kursi samping Kia.Kia memasukkan tumis kangkung ke mulutnya, rasanya lezat seperti masakan Ben yang lainnya. Dia iri pada laki-laki yang pintar memasak."Aku begadang ngerjain tugas biar keberangkatanku ke Jepang dipercepat." ucap Kia terus
Hujan turun begitu deras mengingatkan Rain pada Surabaya serta kerinduan pada ibu dan kedua adiknya. Jeslyn, Jessica, dan ibunya yang pendiam, tapi apa yang bisa dilakukannya sekarang?Rain tertawa kecil menertawakan kebodohannya menikah dengan Sarah. Lalu melihat perempuan itu bersama orang lain. Ternyata cinta atau tidak kedua hal tersebut sama-sama berkhianat.Dulu Rain tidak perlu repot-repot mendengar penilaian orang lain tentang dirinya. Namun, setelah mengalami beberapa kejadian yang menurunkan harga dirinya, Rain mulai ragu dengan kemampuannya. Secara fisik Rain tidak terlalu buruk bahkan bisa dibilang di atas standar rata-rata. Banyak yang memujinya secara fisik, tapi kenapa hidupnya tidak beruntung?Apakah takdir hidupnya sangat buruk?Hujan bertambah deras disertai suara petir bersahutan. Rain masih berdiri di balkon melihat tetes hujan dalam lamunan. Sudah satu jam dia melakukan kegiatan itu, kakinya kebas karena terlalu lama berdiri. Pikirann
Semula Rain berpikir jika Hari tidak akan menunjukkan batang hidungnya. Namun, keajaiban itu terjadi setelah Rain membuka pintu apartemen barunya dan melihat laki-laki itu bersama Alex. Begitu melihatnya tanpa berbasa-basi langsung memeluknya. "Ayah merindukanmu." bisik hari di telinga Rain. Pelukan itu berlangsung cukup lama hingga suara dering ponsel menginterupsi mereka. "Panggilan dari Indonesia." ucap Alex kemudian memberikan ponsel pada Hari. Rain menyeret kopernya melewati Alex setelah Hari keluar dari apartemen untuk menjawab panggilan telepon. Masih banyak barang yang belum dibereskan sedangkan Sarah berkata tidak bisa membantu karena suatu alasan. Rain hanya menanggapi dengan anggukan tidak ingin terlibat pembicaraan bersama Sarah. Dia juga tidak keberatan karena perempuan itu sudah mengirimkan barang-barangnya ke apartemen terlebih dahulu. Dan Rain tidak kerepotan karena barang-barang milik Sarah sudah teronggok di apartemen begitu di
"Kamu capek Ki?"Saat ini Kia berada di ketinggian dan Ben menanyakan pertanyaan yang jelas jawabannya. Kia tidak mungkin meminta Ben menggendongnya kan?Kia meneguk air mineralnya dengan rakus hingga menimbulkan suara berisik sementara Ben memperhatikannya."Aku nggak jadi ke Jepang Ben." ucap Kia lemah, dia menyimpan botol air mineralnya ke dalam tas. "Ibuku yang baik hati buat rencana sendiri, katanya kalau tahun ini aku nekat ke Jepang. Dia bakal minta orang jemput paksa aku di sini. Menurutmu aku harus gimana?""Ikuti kata hatimu karena impian kamu memang ke Jepang kan?""Kenapa sih aku harus hidup di keluarga berantakan?" tanya Kia diiringi tawa sinis."Kamu nggak bisa nyalahin takdir Ki kalau kenyataannya memang hidupmu begitu. Jangan lihat sisi buruknya karena semua hal pasti ada sisi positifnya. Kamu beruntung masih punya orang tua sedangkan aku cuma punya paman. Meskipun keluargamu nggak harmonis, tapi kamu masih punya aku Ki
Keindahan musim semi memang tidak diragukan lagi. Rain mengabadikan sakura bermekaran tidak melewatkan satu momen pun. Setahun terlewati Rain berada di Jepang. Dan hidupnya baik-baik saja karena Sarah masih berada di luar negeri.Keberuntungan itu Rain gunakan sebaik mungkin sebelum Sarah kembali ke Jepang dan menuntutnya menjadi suami yang baik. Omong kosong tentang pernikahan membuatnya seolah berada di penjara. Sekarang giliran Alex yang memotret. Rain menyerahkan kamera miliknya yang disambut sikap tidak rela laki-laki itu. "Cari spot yang bagus." ucap Alex mengarahkan kamera ke tempat lain. "Di sini saja." ujar Rain enggan berdebat. "Di belakangmu ada sepasang kekasih jangan merusak pemandangan mereka." Rain mencari tempat lain sesuai permintaan Alex. Dulu Rain tidak berpikir akan berteman dengan Alex mengingat hubungan laki-laki itu den
Kepala Rain hampir meledak ketika bangun pagi harinya menyadari tidak berada di kamarnya. Namun, dibandingkan semua itu yang paling mengejutkan adalah sosok perempuan di sampingnya. Setelah Sarah ternyata masih ada perempuan gila lainnya. Rain menyingkirkan tangan perempuan itu yang melingkar di pinggangnya. Kemudian memungut pakaiannya yang tergeletak di lantai. Sepertinya mereka telah melakukan sesuatu melihat seluruh pakaian perempuan itu berserakan di lantai. Dan bukti jelasnya Rain tidak mengenakan apa pun. "Jemput aku sekarang." ucap Rain melalui sambungan telepon, meski Alex tampak keberatan. Rain meninggalkan hotel tanpa meninggalkan pesan pada perempuan itu. Alex tidak bertanya mengenai Rain yang menginap di hotel, tapi wajah tanpa ekspresinya mengartikan Rain tidak ingin mengingat kejadian semalam. Dan Alex tahu benar jika emosi Rain meningkat drastis. Hal itu dimulai dari panggilan dari Hari disusul Sarah yang mengabarkan akan kembali ke Jepang bulan
"Rain?" Tidak ada sahutan sepertinya Rain masih kesal pada kejadian semalam. "Apa kegiatanmu selama di Jepang?" tanya Kia mencoba memecah keheningan. Rain menatap Kia sekilas. "Tidak ada." "Musim semi sangat indah, tapi kamu nggak terlihat bahagia. Rain, apa aku membuatmu kesal?" Rain menggeleng. "Bukan karena itu." "Lalu?" "Jangan ikut campur hidupku, paham?" Rain menekan kalimatnya. Kia mengangguk samar tampak tidak rela. "Paham." "Oke," Selebihnya Kia terjebak dalam keheningan dengan Rain yang fokus pada bukunya. Dia tidak tahu harus melakukan apa selain memperhatikan Rain dalam diam. Setahun berlalu perasaannya untuk Rain tidak berubah. Kia percaya bahwa laki-laki itu merupakan masa depannya, tempatnya pulang ketika di