Putri sang Artis Kontroversial

Putri sang Artis Kontroversial

Oleh:  Alsaeida  On going
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
10
1 Peringkat
14Bab
422Dibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

"Tidak ada orang yang bisa memilih orang tua atau pun memilih lahir di keluarga yang dia inginkan." Seandainya bisa, Awina tidak ingin terlahir sebagai anak Dariah Angelica. Ibunya terkenal sebagai artis minim prestasi dan kaya kontroversi. Awina bahkan sampai menyembunyikan identitasnya karena masyarakat selalu menertawakan dan mencaci setiap aksi yang dilakukan oleh Ibunya itu. Namun, batas kekuatan Awina diuji ketika dirinya dinodai oleh Jevin--artis tampan yang sedang naik daun. Pria ini menganggap Awina "semurahan" ibunya. Lantas, bagaimana kisah Awina selanjutnya? Akankah dia mampu bangkit meski publik mengetahui kebenarannya sebagai Putri sang Artis Kontroversial? Atau ... dia justru berbalik menyerang orang-orang yang mengusik hidupnya?

Lihat lebih banyak
Putri sang Artis Kontroversial Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
user avatar
Alsaeida
Good good good
2024-03-17 13:49:10
0
14 Bab
Prolog
“Lihat deh, Dariah Angelica berulah lagi. Sepertinya, dia tidak bisa hidup kalau tidak membuat kontroversi dan sensasi.”Deg! Mendengar nama ibuku disebut, aku refleks memandang ke sumber suara. Di sana, terlihat dua perempuan yang duduk berhadap-hadapan dan terus mengomentari Dariah Angelica. Ibuku memang seorang artis yang terkenal bukan karena prestasinya, tetapi karena suka ikut campur dengan masalah orang lain. Bahkan, dia juga pernah masuk penjara lantaran menganiaya artis lain. Beruntungnya, selama hampir empat tahun berkuliah di Universitas Sunway ini, tidak banyak yang tahu kalau wanita itu adalah ibu kandungku. Dengan demikian, aku bisa menjalani masa studi dengan sedikit tenang, tanpa harus di-judge kalau buah jatuh tak jauh dari pohonnya. Aku pun berjalan mendekati pagar pembatas taman, tetapi darahku seketika mendidih ketika melihat papan reklame yang terletak di depan kampus. "Jevin ...."Brand ambassador di iklan tersebut--tersenyum dengan visual malaikatnya. Na
Baca selengkapnya
Chapter 1– Awal
[ Wina! Mama sudah hubungi kenalan Mama. ] [ Awas saja kalau kamu nggak dateng! ] Aku menghela napas panjang melihat pesan Mama. Entah kenapa dia begitu terobsesi menjadikan aku seorang aktris, sedangkan selama ini aku tidak pernah sekalipun menunjukkan ketertarikan. Sejak tadi dia bahkan tak berhenti menerorku dengan pesan dan telepon, bahkan dia juga mengirimkan voice note dengan suara mengancam.Meski demikian, aku berusaha menahan amarah. Sudah lama aku tak pulang ke rumah karena kuliah di Malangkaya. Jika aku bertengkar dengan mama, bisa-bisa kedua adikku akan kebingungan dan kena getahnya.Segera, aku pun bersiap menuruti perintah mamaku dan bersiap. Namun, ketika kakiku baru saja menapaki tangga terakhir, sebuah suara menganggetkanku. “Mau ke mana, Mbak?” Arfa--adikku--terlihat kebingungan. “Mbak mau pergi casting,” jawabku sambil melihat sekilas ponsel yang kembali berdering. “Sama Mama, Mbak? Bukannya Mama sudah pergi sejak siang?” Aku mengangguk pelan. “Iya, Mbak nyu
Baca selengkapnya
Chapter 2 – Mimpi Buruk
“A-Apa maksudmu?” lontarku, memastikan telingaku tidak salah dengar. Jevin terkekeh kecil. “Jangan berpura-pura polos.” “Seperti kamu salah orang,” kataku sebelum terburu-buru membalikkan badan, ingin segera pergi dari kamar ini. Tapi belum sempat satu langkah kakiku bergerak, lenganku ditarik. Kedua lengan Jevin memerangkap tubuhku. “Lepaskan! Lepaskan aku!” teriakku sambil meronta-ronta. Alarm bahaya di kepalaku berbunyi. Jevin menyeringai mengejek, tampak menikmati reaksi yang aku berikan. Dia mendorongku ke belakang hingga tubuhku menabrak dinding. Dirampasnya kedua pergelangan tanganku dan menggantungkannya di atas kepala. Paha sebelah kirinya diselipkan diantara kedua pahaku. Sementara tangan kanannya memegang daguku dengan kasar. Dan pupil mataku membesar ketika bibir Jevin menyatu dengan bibirku. Aku berusaha menghindar, menggelengkan-gelengkan kepalaku, tetapi Jevin semakin kuat memegang daguku. “Shit! Bibirmu benar-benar lembut,” ujar Jevin di sela-sela mengambil napas.
Baca selengkapnya
Chapter 3 – Andai Aku tidak Lahir dari Rahimmu
“Kamu membuat Mama malu. Kamu membuat Om Ferdy marah ke Mama,” Mama berucap ketus. Aku memandang Mama dengan tajam. “Seharusnya aku yang marah,” ucapku setengah berteriak. “Aku mengalami hal mengerikan tadi malam,” sambungku yang sekarang dengan suara bergetar. Mataku juga sedikit berkaca-kaca. Mama mencibir, “Jangan banyak alasan.” “Banyak alasan?” Aku menatap tak percaya. “Sudahlah, jangan mencari-cari alasan. Pokoknya besok kamu harus pergi ke tempat Om Ferdy. Dia memberikanmu satu kesempatan lagi.” Tanpa menunggu reaksiku, Mama berbalik dan meninggalkan kamarku. Seketika air mataku pecah. Tubuhku terduduk lemas di atas kasur. Tidakkah Mama melihat kondisiku sekarang, dengan bibir bengkak dan memar di pergelanganku? Tidakkah dia sedikit prihatin denganku? Atau setidaknya, bisakah dia sedikit menunjukkan rasa bersalahnya saja? Kenapa dia berpura-pura tidak terjadi apa-apa seperti itu? Ah, seandainya saja aku tidak lahir di Rahim Mama, apakah aku tidak akan mengalami kejadian me
Baca selengkapnya
Chapter 4 – Not an Angel without Wings
“Setahun lalu Mbak ke Kelantan dan menginap di samping rumahmu. Makanya Mbak tahu kalau Dariah Angelica adalah Mamamu,” ungkap Mbak Yani sebelum mengunyah potongan chicken katsunya. “Ehm… Kata teman-teman kosan, Mbak punya kafe sendiri, ya?” kataku mengubah topik, berharap Mbak Yani tak tertarik membahas tentang sosok bernama Dariah Angelica itu. “Bukan milik Mbak, tapi Mbak hanya mengelolanya saja. Namanya Spectra Cafe. “Aku pernah ke sana Mbak. Tempatnya nyaman dan luas. Makanannya juga enak,” pujiku antusias, bukan semata-mata karena menghargai Mbak Yani ataupun supaya dia tidak teringat dengan siapa mamaku, tetapi memang begitulah keadaannya. Malahan Spectra Cafe menjadi salah satu list yang akan didatangi jika Arfa dan Alby datang ke Malangkaya nanti. “Terima kasih. Mbak senang mendengarnya.” Senyum Mbak Rani tersungging. “Sebentar lagi cabang kedua juga akan dibuka.” “Ada buka lowongan kerja, Mbak?” tanyaku memastikan. Uangku sudah menipis. Mbak Rani mengangguk. “Ada. Tap
Baca selengkapnya
Chapter 5 – Mungkinkah?
"A--ah, iya."“Yofi Mahendra, tapi panggil aja Yofi.” Dia semakin mengulurkan tangannya ke depan. Aku menghela nafas pelan. Aku seharusnya tidak menunjukkan sikap defensif seperti ini. Sekarang aku sedang tidak sendirian. Yofi tidak mungkin bertindak macam-macam. Mungkin tidak semua laki-laki juga memiliki sikap seperti Jevin. “Awina,” balasku sambil menyambut uluran tangannya. “Kuliah di mana?” “Di USUN, Universitas Sunway.” “Kami juga di USUN,” timpal Karla dengan sumringah. “Aku di Fakultas Ekonomi,” sahutku, yang semula ingin membatasi diri, tiba-tiba menjadi gembira karena ternyata kami satu almamater. Dan sepanjang menunggu waktu wawancara, kami banyak bercerita, kebanyakan membahas kegiatan kampus. Aku juga sudah tidak bersikap canggung dengan Yofi. Siapa sangka beberapa hari kemudian, kami kembali bertemu di Spectra Cafe. Kami sama-sama diterima sebagai waitress di sini. “Meja nomor lima, Win,” kata Mang Abram, salah satu koki di sana. “Sip Mang,” jawabku sambil mengan
Baca selengkapnya
Chapter 6 – Ada yang Tumbuh
Tubuhku sontak terlonjak hingga bertabrakan dengan Gladis yang berdiri di belakangku."Ga--gapapa, Dis," ucapku tergagap. Gladis menatapku curiga. Bahkan, kini dia ikut menatap penasaran ke dalam laci. “Ada apa sih, Win?” “Ehm… Nggak papa kok, Dis. Serius” Aku dengan cepat mengambil beberapa pack pembalut dan menyerahkannya. Sekali lagi kepala Gladis melongok sebelum akhirnya berkata, “Makasih Win.” “Sama-sama,” jawabku yang mengikuti Gladis menuju pintu kamar. Setelah pintu tertutup, aku buru-buru mengambil ponselku, membuka browser, dan mengetik sesuatu yang membuatku panik ‘Tanda-tanda kehamilan.’ Mataku men-scanning setiap kata yang tertera, kemudian tubuhku terduduk lemas. “Tidak. Tidak mungkin. Aku nggak mungkin hamil,” lirihku. Mataku mulai berkaca-kaca. Pikiranku terus mencoba menyangkal, tapi hati ini seolah berfirasat buruk. “Nggak Win, kamu nggak hamil,” ucapku berusaha menguatkan diri. Jari-jariku dengan kasar mengusap kelopak mata. Aku tidak mungkin hamil. J
Baca selengkapnya
Chapter 7 – Firasat Alby
Masih ada tiga lagi. Yang kedua itu pasti rusak. Tapi, apa yang aku inginkan tidak kesampaian. Ketiga tespek yang lain menunjukkan hasil yang sama. Ternyata memang ada sesuatu yang tumbuh di tubuhku.“TIDAK! TIDAK!” teriakku sambil melemparkan kelima tespek itu ke lantai. Tangisanku langsung pecah, sesenggukan. Aku juga melempar botol sampo dan sabun yang berada di dekatku, melampiaskan semua kekecewaan. Baru dua jam kemudian aku keluar dari kamar mandi dengan mata sembab dan wajah yang memerah. Aku tidak langsung mengganti pakaian yang basah, justru menghempaskan tubuhku ke atas kasur dan menatap langit-langit. Apa yang harus lakukan sekarang? batinku. Alarm yang berbunyi dari ponselku, memaksa untuk bangun. Aku sudah mengurung cukup lama. Mungkin saja aku bisa menemukan solusinya. Dengan ogah-ogahan, aku mengganti pakaian dengan kemeja dan celana bahan. Kemudian mengambil tas selempang yang digantung di pintu. “Masuk hari ini, Win?” tanya Gladis yang masih dengan piyama. Ditanga
Baca selengkapnya
Chapter 8 – Antara Menghakimi dan Simpati
“Klinik aborsi?” Mata Yofi terbelalak. “Adik sepupuku hamil diluar nikah,” sambungku. Yofi tampak menghela nafas. “Kamu membuatku kaget, Win. Aku kira kamu yang ingin aborsi, karena dari penampilanmu, kamu terlihat seperti gadis baik-baik. Selama beberapa bulan aku mengenalmu pun, kamu tidak pernah menunjukkan sikap yang buruk.” Aku hanya menunjukkan senyum kecil, sebagai bentuk menghargai atas pujiannya. "Masih lama di sini, Win?" "Nggak kok, ini mau ke kampus." "Yuk, biar aku antar." "Nggak usah Yof, nanti aku pesan Go-Jek saja," tolakku, masih ingin di sini. "Sama aku saja, sekalian aku memang mau lewat di depan fakultasmu." Yofi menyodorkan helm yang tadinya tergantung di pengait di bawah stang. "Nggak apa-apa Yof, aku…," belum aku menyelesaikan kalimatku, Yofi sudah memasang helm hitam itu ke kepalaku dan mengencangkan tali pengaman di bawah dagu. "Ayuk naik!" kata Yofi memaksa. "Apalagi langit sekarang sedang mendung," tambahnya. Dari ekspresi yang aku tunjukkan
Baca selengkapnya
Chapter 9 – Gejala
"Mau pesan apa, Win?" tanya Gladis sembari meletakkan tas di atas meja."Mie ayam," jawabku tanpa melihat daftar menu yang tertempel di dinding, persis di tempat dudukku sekarang. Sejak pagi tadi, aku memang ingin makan olahan mie yang dicampur dengan daging ayam semur kecap tersebut. Alhasil setelah materi kuliah siang ini berakhir, aku langsung mengajak Gladis menuju gerobak Pak Mamat. "Sama jus jeruk," sambungku."Tumben pesan mie ayam, biasanya bakso?""Lagi pengen aja," jawabku.Gladis mengangguk paham dan beranjak mendekati gerobak. Sementara aku mulai membuka ponselku dan membuka DM Inst4gr4m, ternyata masih belum dibaca. Setelah berpikir semalaman, akhirnya aku memutuskan untuk mengikuti salah satu saran Yofi, mencoba meminta pertanggungjawaban Jevin meskipun jauh di lubuk hatiku, aku yakin dia pasti menolaknya. Dia pasti tidak akan mau merusak masa depan karirnya hanya karena kehadiran anak ini. Jevin mungkin akan berpikiran sama, akan menggugurkannya, tapi setidaknya aku tida
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status