Aku memilih untuk pergi ke sebuah butik, kemarin sebelum aku pergi ke hotel. Sempat aku bawa beberapa kartu ATM yang diberikan oleh Freza padaku. Hari ini aku berniat untuk membeli beberapa pakaian yang akan kupakai nanti di undangan malam ini. Cukup lama aku mencari gaun yang cocok untuk kugunakan. Ketika sedang fokus berpikir, aku mendengar seseorang yang berbicara di sampingku. Lirikanku berubah untuk menatap seorang pria. "Kenapa?" tanyaku ketika melihat pria itu menatapku dengan tersenyum. "Anda memiliki wajah yang begitu cantik, dan tubuh yang begitu indah," tuturnya membuatku membulatkan kedua mata. Kupeluk diriku dan segera menjauh, ingin sekali aku menampar pria di depanku ini. Dia begitu sembarangan dengan memuji diriku yang tidak dikenalinya. Dan parahnya, dia menatap seluruh tubuhku. Pria itu tertawa, "Maaf, saya tidak suka memaksa wanita. Apakah ada gaun yang anda sukai?" tanyanya kembali. Aku terdiam
Freza menatapku dengan tersenyum picik, dia berdiri kemudian mendorong kursi rodanya mendekat padaku. "Apa maksud lo, hah?" Kulempar koran tadi tepat mengenai wajahnya. Aku benar-benar muak, memangnya tidak cukup jika aku hanya digunjing oleh orang-orang di sekitar kita? Kenapa harus melibatkan media juga? "Emang kenyataannya kan? Kalau lo selingkuh dari gue! Kenapa lo harus marah?" Aku terdiam, benar-benar Freza sudah melampaui batasnya. Namun, aku tidak bisa melakukan apa-apa karena aku tidak memiliki apapun. Lebih baik aku memilih pergi, enggan untuk berdebat dengan Freza. Akan tetapi Freza segera menarik tanganku, hingga aku menatap ke belakang."Lepas!" Kulempar tangan Freza yang mengenggam tanganku erat. "Bener ya kalau tampang baik gak selamanya baik. Kayak lo, yang sering main di belakang gue!" tutur Freza dengan rahang yang menegas. Aku tersenyum mendengarnya, "Gue gak peduli sama yang lo pikirin. Dan satu hal lagi, lo gak perlu nyewa anak buah buat gertak gue. Gak ada
Tatapanku menatap kosong ke depan. Pikiranku melayang kemana-mana, hari-hari yang begitu indah kini sudah terganti dengan hari kelam.Satu jam yang lalu Ardi mengantarkanku pulang. Kupikir aku akan diusir dari rumah, tetapi yang mengejutkan Freza menungguku.Dan seperti biasa dia memarahiku, tetapi diriku sudah kebal dengan amarahnya. Jadi aku sekarang bisa menganggapnya angin lalu.Ucapan Ardi waktu itu benar-benar membuatku membuka mataku dengan lebar."Dunia sangat kejam jika kita tidak menikmatinya. Ayolah, tidak semua ucapan orang harus kita dengar, karena untuk mereka kita adalah tokoh sampingan, pun sama dengan kita."Aku tersenyum ketika mengingat Ardi mengatakannya dengan penuh percaya diri. Sulit untuk kupercaya, melihat dirinya sudah memiliki banyak skandal. Dan mungkin aku akan menjadi salah satu bagian dari skandalnya itu.&
"Apa yang kau katakan!?" Segera kulepas genggaman tangannya.Aku tidak mengerti dengan Ardi yang tiba-tiba mengatakan seperti itu.Ardi menarik nafas panjang, dia menatapku dengan tatapan yang serius."Dengarkan aku dulu Fiona.""Aku benar mencintaimu, aku bahkan siap dengan masalalumu. Aku akan membesarkan anak yang tengah kau kandung dan mengatakan pada dunia jika dia adalah anakku.""Ardi cukup! Kau sudah gila apa!? Kita baru bertemu beberapa kali, aku mengikuti keinginanmu bukan berarti aku akan selalu setuju dengan apa yang kau katakan!""Aku memang sudah gila, apa kau lupa Fiona? Di restaurant ini adalah pertemuan pertama kita?" Ardi bertanya membuat dahiku mengernyit.Kutatap sekitar, perasaan familiar ini datang. Tiba-tiba aku teringat dengan masa laluku.Saat itu merupakan
"Layanilah Tuan Freza dengan baik, jangan bantah apapun perkataannya. Mengerti?" Aku tersenyum sinis mendengarnya. Bukankah sebelumnya diriku ini dipuja dan diperlakukan layaknya seorang ratu? Mengapa sekarang pelayan saja berani memerintahku? Dengan malas aku menganggukkan kepala, takmau memperpanjang dan berakhir debat. Lagipula tiada gunanya aku membantah. Semuanya akan terasa sia-sia. "Jangan khawatir, gue ngerti sama tugas sendiri. Terima kasih," sinisku membuat wanita tua itu berdecak kesal. Batinku tertawa puas melihat ia tak kuasa atas diriku. Iyalah, ini kan tubuhku! Lagipula sekarang statusku sudah berubah, tiada yang mampu memperlakukanku dengan buruk lagi-kecuali pria yang sudah berstatus suamiku itu. Pelayan tadi bergegas keluar, karena rasa jengkelnya padaku ia bahkan sampai menutup pintu dengan kencang. Aku tertawa dibuatnya, memang benar hanya seorang boneka saja aku di sini. Kakiku berjalan ke arah lemari, memb
Kutarik napas panjang, jantung ini tiba-tiba berdegup dengan kencang. Hati ini merasa tak tenang, kala mengingat jikalau sekarang aku akan bertemu dengan mertuaku sendiri.Saat pernikahan kami, mereka tidak bisa datang karena terjebak di Kanada. Pesawatnya takbisa berangkat karena salju yang turun. Tentu sudah jelas, jika pernikahan ini dirancang dengan tergesa-gesa. Seolah besok tidak menikah akan mati.Aku masih merasa tak nyaman. Mobil yang membawaku sudah mulai memasuki pekarangan rumah. Aku gugup sekali! Bayang-bayang tentang mertua yang jahat sudah memenuhi pikiranku. Seorang ibu mertua yang selalu menuntut menantunya sempurna, serta sosok ayah mertua yang selalu membanding-bandingkan dengan gadis lain membuatku takut.Sepertinya, niatku untuk menghabiskan harta Freza harus sirna. Diri ini sudah mengecil kala mengingat sosok mertua nantinya. Namun, semua pikiran itu terbantahkan setelah aku melihat mertuaku yang sesungguhnya.
Freza hanya menatapku datar lalu melanjutkan aktivitasnya. Dia tak menjawab sedikit pun pertanyaanku. Dia telah membuatku kesal, dengan geram aku melempar bantal dan tepat mengenai wajahnya.Aku tertawa, jika dipikir kembali sekarang aku lebih berani padanya. Mungkin karena ibu dan bapaknya Freza dekat denganku, jadi tak khawatir Freza akan mengusirku dari sini.Freza memicingkan mata menatapku, tetapi aku tak mempedulikannya. "Lo sih, gue tanya serius malah diem. Bisu atau tuli pun nggak," sungutku beralasan."Lo emang pengen tahu? Kalau lo tahu gue harus apa? Gak penting, paham?" Freza melontarkan banyak pertanyaan padaku. Ck, pria itu ditanya malah nanya balik, dasar pria!"Bodo, serah lo mau gimana," balasku tidak peduli. Langsung saja aku membanting tubuhku ke ranjang, terdengar Freza yang terkekeh geli senang membuatku kesal sepertinya."Lo mau gue jadiin umpan, keknya seru." Dahiku mengernyit heran mendengar penuturan Freza. Deng
Aku terdiam sesaat sebelum tawaku pecah memenuhi ruangan. Bahkan, Freza pun sampai menutup kedua telinganya. Kuusap kedua mataku lembut, lihatlah mataku sampai berair dibuatnya."Haduh, sakit pipi gue, lagian kenapa juga lo mau nikah ama gue?" tanyaku untuk ke sekian kalinya. Berusaha mencari tahu tujuan sebenarnya Freza menikahiku.Freza hanya menatapku datar kemudian melanjutkan aktivitasnya. Dia tak sedikit pun menggubris perkataanku. Freza benar-benar menyebalkan, lihat saja aku akan membalasnya nanti.Aku berbalik dan berjalan menjauhi Freza, untuk saat ini aku tak mau menganggunya. Sekarang aku harus mengerjakan pekerjaanku. Ya, pernikahan kemarin telah membuatku menjadi miliader dalam sekejap.Tugasku sebagai seorang isteri yang baik adalah menghabiskan harta suami. Akan kuhabiskan dengan cara baik pula, hoho aku akan membelanjakan semua keinginanku yang sempat tertunda.Kan kuhabiskan hartanya, walaupun tubuhku di sini, tetap saja hat