"Layanilah Tuan Freza dengan baik, jangan bantah apapun perkataannya. Mengerti?" Aku tersenyum sinis mendengarnya.
Bukankah sebelumnya diriku ini dipuja dan diperlakukan layaknya seorang ratu? Mengapa sekarang pelayan saja berani memerintahku? Dengan malas aku menganggukkan kepala, takmau memperpanjang dan berakhir debat.
Lagipula tiada gunanya aku membantah. Semuanya akan terasa sia-sia. "Jangan khawatir, gue ngerti sama tugas sendiri. Terima kasih," sinisku membuat wanita tua itu berdecak kesal.
Batinku tertawa puas melihat ia tak kuasa atas diriku. Iyalah, ini kan tubuhku! Lagipula sekarang statusku sudah berubah, tiada yang mampu memperlakukanku dengan buruk lagi-kecuali pria yang sudah berstatus suamiku itu.
Pelayan tadi bergegas keluar, karena rasa jengkelnya padaku ia bahkan sampai menutup pintu dengan kencang. Aku tertawa dibuatnya, memang benar hanya seorang boneka saja aku di sini.
Kakiku berjalan ke arah lemari, membukanya dan mengambil satu pakaian yang sangat tipis dan transparan. Oh Tuhan, apakah aku harus memakainya untuk malam ini? Jantungku sudah tak aman. Sedari tadi berdetak tidak karuan.
Bukan, bukan karena ini adalah malam pertama untukku setelah menikah. Melainkan diriku yang sudah tak suci lagi. Berat memang, tetapi karena si Vina itu aku harus merelakan mahkota yang sudah kujaga bertahun-tahun lamanya.
Ck, mengingatnya membuatku kesal. Sekarang bagaimana dengan nasibku? Oh Tuhan, aku tidak mengerti dengan takdir hidupku sendiri. Mengapa sangat suram dan gelap, sampai aku tidak bisa merasakan kebahagiaan.
Suara pintu yang dibuka secara paksa berhasil mengagetkanku. Kepalaku menoleh ke sumber suara dan mendapati dua orang pria. Terlihat jelas sekali jika mereka tidak menyukai kehadiranku di sini, melalui tatapannya. Memangnya aku mau apa? Jika bukan karena Tante Hera yang menikahkanku dengan cepat, aku tak akan menikahinya.
Ingin sekali kucongkel kedua matanya itu, tetapi mengingat jika ini bukan wilayahku, sepertinya aku akan mati di sini jika melawan. Terlebih pada pria yang duduk di kursi roda, aku sangat membencinya.
"Ngapain? Lo pikir gue datang kemari buat ngabisin malam pertama bareng lo? Ck, gak usah berharap banyak. Inget ini cuman pernikahan kontrak." Tanganku terkepal kuat mendengar penuturan pria kursi roda itu. Dasar orang kaya! Memangnya aku tak punya hati apa? Memang benar orang yang banyak hartanya pasti takpunya hati.
"Santai aja, lagipula Tuan bukan selera gue," ucapku dengan nada meremehkan. Sengaja membuatnya jengkel, agar situasi ini cepat berakhir. Ayolah sedari tadi kakiku bergemetar takut, jika malam ini rahasiaku akan terbongkar.
Ia tersenyum sinis, rahangnya menegas. Aku berusaha untuk acuh, tidak mau pria itu berpikiran jika diriku akan takut padanya. Ia bisa memelotot aku pun bisa, mau bertanding kekuatan? Ayo! Siapa takut.
Namun, sepertinya ia mengalah. Karena dirinya yang memutuskan untuk pergi. Aku bersorak gembira, senang karena akhirnya bisa terbebas untuk malam ini. Kuregangkan otot-otot tubuh, dan segera membaringkannya di atas ranjang.
Ah, rasanya nikmat sekali. Semua beban di pundak seketika menghilang seiring mulutku yang terus menguap. Hari ini sangat berat bagiku, semua terjadi begitu cepat. Tak terasa kini aku sudah menyandang status sebagai seorang isteri.
Walaupun pernikahan yang kujalani tak lebih dari sekedar pernikahan kontrak, itu bukan peduliku. Yang menjadi pikiranku sekarang adalah hidup bahagia dengan menghabiskan harta tuan kursi roda tadi-Freza.
Iya, aku akan menghabiskan hartanya demi kepuasan batin, baru memikirkannya sudah membuat air liurku menetes keluar.
Aku wanita baik, tapi manusia mana yang akan menolak uang? Mungkin ada, tapi itu hanya 10% dari 100% dan aku ke 99.99% yang menyukai uang.
Mataku mengerjap beberapa kali, rasanya sangat berat hingga akhirnya aku menutup mata dan tertidur pulas.
*
Pagi yang sangat menyebalkan untukku, pelayan wanita semalam datang dan membangunkanku dengan tidak sopan. Menyuruhku untuk segera bergegas dan bersiap pulang ke mansion. Seolah aku ini seekor hewan ternak saja yang akan siap disembelih.
"Setelah kau bersiap, tunggulah Tuan Freza di lobi hotel. Kalian harus pulang bersama, karena Tuan dan Nyonya Alberia akan menyambut. Kau harus terlihat cantik, jangan mempermalukan marga Alberia. Untuk itu aku akan memberikanmu seorang pelayan-namanya Rista, dia akan menjadi bayanganmu nanti."
Kuanggukan kepala dengan malas, celoteh pagi yang membosankan. Kulihat seorang gadis yang berdiri di samping pelayan tua tadi; jari-jari yang dipermainkan, kepala yang tertunduk dan lirikan mata ke arah lain sudah memberitahuku jika ia tengah gugup sekarang. Sepertinya aku akan mendapatkan kawan baik, tetapi aku juga harus tetap waspada.
"Ya terima kasih," balasku acuh. Setelahnya aku ditinggal berdua dengan pelayan gadis tadi di kamar. Kutatap dari bawah hingga atas, "Jangan terlalu tegang, santai aja. Gue gak bakal nuntut apapun, kalau lo nggak mau jadi pelayan gue nggak masalah. Lo bisa keluar dari sini," ucapku membuatnya terperanjat.
Gadis itu menggelengkan kepala menolak, "Tidak Nyonya, sa saya adalah pelayan Nyonya. Seperti yang Maam bilang kalau saya akan jadi bayangan Nyonya." Aku tersenyum mendengarnya, diri ini sudah terlalu banyak mendapat tipuan dari manisnya kata. Oleh karena itu, aku tidak akan percaya pada orang lain lagi.
Kubalas dengan anggukan kepala, dan aku pun bersiap. Rista cukup ramah dan baik, tetapi aku tidak akan terpengaruh lagi. Kali ini aku harus bisa menyeleksi siapa yang memang baik terhadapku, atau sekedar omong kosong belaka.
Setelah siap segera aku pergi ke lobi hotel untuk menunggu Freza. Kami sudah menikah, bahkan pernikahan kami digelar begitu mewah dan meriah. Freza adalah seorang bos mafia dan pemilik Company Store yang terkenal sudah mendunia. Sempurna, satu kata untuknya. Sudah kaya, tampan, terkenal pula.
Ada satu kekurangannya, dia cacat. Kakinya lumpuh sehingga berjalan pun menggunakan kursi roda. Tidak tahu apa yang terjadi pada Freza. Walau begitu tidak mengurangi jumlah popularitas yang memuja dirinya.
Semua itu tidak berlaku untukku. Ya, menurutku Freza adalah pria menyebalkan. Malam pertama saja sudah berkata tidak sopan, sikap angkuhnya itu ingin sekali kuhancurkan. Lihat saja, aku akan menghabiskan hartanya nanti demi membalas dendam. Kan kubuat dia jatuh miskin lalu kutinggalkan, itu tujuanku saat ini.
Tunggu, mengapa Freza tak kunjung datang? Kakiku sudah mati rasa dibuatnya. Sudah dua jam aku menunggunya di sini. Hingga tiba seorang pria menghampiri kami dan mengatakan jika Freza sudah pulang duluan.
Emosiku memuncak, bisa-bisanya dia pulang tanpa memberitahuku. Jika memang takmau pulang bersama setidaknya katakan! Jangan buat aku menunggu di sini. Tanganku terkepal kuat, rasanya aku ingin melenyapkan pria itu sekarang.
Dengan langkah kaki kesal aku berjalan pergi pulang ke mansion. Lihat saja, aku akan membalas perbuatannya padaku. Freza sialan!
Kutarik napas panjang, jantung ini tiba-tiba berdegup dengan kencang. Hati ini merasa tak tenang, kala mengingat jikalau sekarang aku akan bertemu dengan mertuaku sendiri.Saat pernikahan kami, mereka tidak bisa datang karena terjebak di Kanada. Pesawatnya takbisa berangkat karena salju yang turun. Tentu sudah jelas, jika pernikahan ini dirancang dengan tergesa-gesa. Seolah besok tidak menikah akan mati.Aku masih merasa tak nyaman. Mobil yang membawaku sudah mulai memasuki pekarangan rumah. Aku gugup sekali! Bayang-bayang tentang mertua yang jahat sudah memenuhi pikiranku. Seorang ibu mertua yang selalu menuntut menantunya sempurna, serta sosok ayah mertua yang selalu membanding-bandingkan dengan gadis lain membuatku takut.Sepertinya, niatku untuk menghabiskan harta Freza harus sirna. Diri ini sudah mengecil kala mengingat sosok mertua nantinya. Namun, semua pikiran itu terbantahkan setelah aku melihat mertuaku yang sesungguhnya.
Freza hanya menatapku datar lalu melanjutkan aktivitasnya. Dia tak menjawab sedikit pun pertanyaanku. Dia telah membuatku kesal, dengan geram aku melempar bantal dan tepat mengenai wajahnya.Aku tertawa, jika dipikir kembali sekarang aku lebih berani padanya. Mungkin karena ibu dan bapaknya Freza dekat denganku, jadi tak khawatir Freza akan mengusirku dari sini.Freza memicingkan mata menatapku, tetapi aku tak mempedulikannya. "Lo sih, gue tanya serius malah diem. Bisu atau tuli pun nggak," sungutku beralasan."Lo emang pengen tahu? Kalau lo tahu gue harus apa? Gak penting, paham?" Freza melontarkan banyak pertanyaan padaku. Ck, pria itu ditanya malah nanya balik, dasar pria!"Bodo, serah lo mau gimana," balasku tidak peduli. Langsung saja aku membanting tubuhku ke ranjang, terdengar Freza yang terkekeh geli senang membuatku kesal sepertinya."Lo mau gue jadiin umpan, keknya seru." Dahiku mengernyit heran mendengar penuturan Freza. Deng
Aku terdiam sesaat sebelum tawaku pecah memenuhi ruangan. Bahkan, Freza pun sampai menutup kedua telinganya. Kuusap kedua mataku lembut, lihatlah mataku sampai berair dibuatnya."Haduh, sakit pipi gue, lagian kenapa juga lo mau nikah ama gue?" tanyaku untuk ke sekian kalinya. Berusaha mencari tahu tujuan sebenarnya Freza menikahiku.Freza hanya menatapku datar kemudian melanjutkan aktivitasnya. Dia tak sedikit pun menggubris perkataanku. Freza benar-benar menyebalkan, lihat saja aku akan membalasnya nanti.Aku berbalik dan berjalan menjauhi Freza, untuk saat ini aku tak mau menganggunya. Sekarang aku harus mengerjakan pekerjaanku. Ya, pernikahan kemarin telah membuatku menjadi miliader dalam sekejap.Tugasku sebagai seorang isteri yang baik adalah menghabiskan harta suami. Akan kuhabiskan dengan cara baik pula, hoho aku akan membelanjakan semua keinginanku yang sempat tertunda.Kan kuhabiskan hartanya, walaupun tubuhku di sini, tetap saja hat
Aku semakin terkejut mendengarnya. Freza berkata manis dan romantis? Setan apa yang telah merasukinya?Freza menatapku sambil tersenyum. Sial! Mengapa dia terlihat sangat tampan sekarang!? Aku hampir jatuh dalam pesonanya.Kedua pipiku merona merah, membuatku memalingkan wajah ke arah lain enggan menatap Freza. Hingga saat kurasakan sebuah tangan meraih tanganku, mataku menatapnya.Freza tersenyum kembali dan segera menarik tanganku. Aku terjatuh dalam pangkuannya, wajah kami begitu dekat.Aku tertegun cukup lama, kupandangi wajah tampan Freza membuat pria itu berbicara. "Gue tahu gue tampan tapi gak usah ditatap gitu juga."Freza sialan! Dia berkali-kali membuatku malu, dan sekarang aku terduduk diam di pangkuannya."Kok diem?" tanya Freza. "Enak ya duduk diem di pangkuan orang ganteng?" imbuhnya kemudian membuatku meringis. Fiks, Freza minta dihajar.Aku berniat untuk bangkit dan pergi, tetapi den
Oh Tuhan, aku sangat kebingungan sekarang. Terlebih Freza mengatakan jika dia menyukaiku. Memang aku tidak mempercayainya di awal, tetapi ntah mengapa sekarang aku sulit untuk menyangkalnya.Freza telah membuatku menjadi orang gila dalam sekejap. Langkah seperti apa yang harus kuambil? Baru memikirkannya sudah membuatku lelah. Tidak tahu sudah berapa kali indra penciuman ku menarik napas panjang.Tiba-tiba kurasakan perut ini yang terasa sakit, aku baru sadar jika hari ini diriku belum makan sesuap nasi pun. Karena ibu Freza menyuruhku berangkat pagi datang ke kantor, membuatku melupakan sarapan.Saat di kantor pun aku tak makan apapun, dengan langkah kaki gontai aku berjalan pergi ke kamar pun. Walau hati ini sedari tadi berdegup tidak karuan, aku tetap memaksa pergi.Ketika sampai di depan pintu, ku tarik napas panjang. Tanganku meraih gagang pintu dan segera mendorongnya. Ku telusuri setiap sudut
Ingin rasanya memarahi pria labil itu. Namun, hatiku tak tega melihatnya, jelas sekali terlihat jika Freza tengah kecewa. Tidak tahu dia kecewa karena apa, tetapi dapat ku simpulkan masalah Freza sangatlah berat.Sampai kami di perjalanan pulang pun Freza tak mengajakky berbicara. Sungguh Menyebalkan! Aku tak menyukai suasana canggung seperti ini."Maaf." Aku tersentak, kutatap Freza yang tertunduk lesu. Cukup lama dia terdiam, hingga kepalanya berputar menatapku."Maaf, lo pasti nungguin gue semaleman?" tanya Freza.Aku terdiam sesaat sebelum taw aku pecah memenuhi mobil. "Ya kali gue nungguin lo, lagian kapan sih seorang Freza bisa serius?" tanyaku balik berusaha menutupi luka di hati.Kesalahan terbesarku adalah mudah percaya pada pria, yang berstatus suamiku sekarang. Apakah ini efek dari sebuah pernikahan? Mudah sekali aku percaya pada Freza.Makanya, aku mencoba berbohong pada Freza aku tidak m
Aku baru menyadarinya, sejak kedatanganku ke sini aku tak pernah melihat keberadaan Rista. Segera kubuka pintu dan menatap gadis, yang selama dua hari ini tak kujumpai dengan intens. Rista menundukan kepalanya, mengalihkan pandangannya untuk tidak beradu mata denganku. Tidak tahu apa yang dipikirkannya, seolah ada sebuah perasaan tersirat yang ingin dia ucapkan padaku. "Kemana aja lo?" tanyaku penasaran. Tentu nadaku tidak ramah sama sekali, ntahlah aku tiba-tiba merasa kesal ketika Rista enggan menatapku. "Ma maaf, Nyonya. Dua hari ini Rista sibuk dengan tugas kampus. Banyak hal yang harus Rista siapkan, makanya Rista meminta cuci pada Tuan Freza. Beliau mengizinkan Rista, dengan syarat setelah ...." Rista menatapku yang tengah menatapnya balik. "Setelah apa?" Sungguh aku dibuat gila karena penasaran ini. Kenapa Rista menggantung ucapannya! Membuat sakit kepala orang saja. Rista kembali menundukan kepalanya, "Setelah Nyonya dan Tuan
Aku terdiam mematung mendengar seluruh sikap maupun ucapan Freza pada Rista. Perasaanku senang, Freza berarti memang benar peka. Tak perlu lagi aku khawatir, karena Freza membantuku. Rista menundukan kepalanya, wajahnya murung. Tangan kanannya terkepal kuat, aku tersenyum sinis melihatnya. Bisa dipastikan sekarang Rista sangat marah besar. Namun, dia tak bisa melakukan apa-apa. "Ba baik, Tuan," ucapnya kemudian bergegas pergi meninggalkan aku dan Freza berdua di kamar. Kutatap Rista sampai pintu benar-benar membuatnya hilang dari pandangan. Aku merasa sedikit jahat sekarang, tetapi itu lebih baik untuknya. Karena Freza tak menyukai Rista, jadi ku berusaha menyadarkannya untuk segera melupakan Freza."Ngapa lo? Seneng ya, tinggal kita berdua di sini?" Ucapan Freza berhasil membuyarkan lamunanku. Aku tak menjawabnya, lebih baik sekarang menatapnya. Apakah pria itu akan merasa tidak nyaman jika kutatap seperti ini? Dan jawabannya tidak!