Share

Keluarga Sampah

Jangan lupa klik berlangganan, agar tak ketinggalan update terbarunya. Terima kasih

**********************************************

 

Part 11

 

Keluarga Sampah

 

 

"Artis kontroversional...selalu mencari sensasi, dan penuh dengan masalah. Mangkanya tak ada yang tak kenal dengan si Karen ini. Intinya dia ini cewek nggak bener deh dan nggak tahu malu, hahaha. Tak hanya dia,  keluarganya juga sama, keluarga sampah semua!"  

 

 

Delia mengatakan hal itu dengan berapi-api sepertinya ada sesuatu hal yang membuatnya sangat membenci keluarga si Karen.

 

 

"Eh, kok keluarganya? Emang kenapa dengan keluarganya Del?" tanyaku makin penasaran.

 

 

"Ya sifatnya sama Rur. Nggak Ibunya, nggak Kakaknya kelakuannya sama, tukang tebar pesona, tukang gangguin suami orang!"

 

 

"Kayaknya kamu kok benci banget sih sama keluarganya si Karen? Jangan-jangan kamu pernah pacaran sama kakaknya, terus kamu di tinggal nikah ya?"

 

 

"Enak aja! Kakaknya Karen itu cewek tau!"

 

 

"Kok kamu jadi sewot gitu sih, Del? Pasti ada apa-apa neh dengan keluarga si Karen."  Desakku, sepertinya Delia memang sangat membenci keluarganya Karen.

 

 

"Gini Rur... kakaknya si Karen ini, Revy namanya, sering banget godain suamiku loh! Padahal sudah pernah kulabrak, tapi tetap saja sepertinya dia sering japri-japri suamiku. Padahal nih, menurut almarhumah Mamaku, Ibunya Karen ini juga ganjen banget sama Papaku, tuh sama kan!"

 

 

"Oh, begitu... tapi suamimu nggak nanggepin kan godaan dari si Revy itu? Trus kalau Karen kenapa kok kamu bilang sampah juga?"

 

 

"Di depanku sih nggak Rur, dan semoga dibelakangku juga nggak. Karen  itu sejak SMP sudah sering buat ulah sih Rur, yang di grebek warga di sawah lah, nggak pulang selama seminggu lah, hamil waktu SMA juga loh dia itu...sama persis seperti kelakuan kakaknya yang sekarang jadi janda itu."

 

 

 

"Astaghforullahal adzim...masak iya sampai segitunya sih Del? Apa orang tuanya nggak ngingetin atau gimana gitu?"

 

 

 

"Eh kamu nih nggak percayaan deh, sudah kubilang orang tuanya itu juga sama kok kelakuannya. Bapaknya dulu itu preman Rur, jadi nggak ada yang berani negur anaknya, meski sekarang sudah stroke sih. Dan Ibunya itu...emmmm apa ya sebutannya? Pokoknya gitu deh, nggak jauh beda dengan Revy dan Karen."

 

 

Jadi si Karen ini memang berasal dari keluarga yang tidak sehat ya, mangkanya dia bisa jadi seperti itu. Tapi nggak semua seperti itu sih, ada juga kok, seorang anak yang berasal dari keluarga yang tidak sehat atau brokenhome malah sukses, tergantung pribadinya masing-masing kalau kubilang.

 

 

"Eh, kamu kok malah bengong sih? Kok jadi aku yang cerita ini...curang! Apa hal penting yang mau kamu katakan itu berkaitan sama si Karen? Jangan-jangan suamimu sedang ada main sama si perempuan sampah itu ya? Soalnya beberapa perempuan yang menanyakan tentang keluarga itu, pasti karena suaminya masuk dalam perangkap mereka,"  tebak Delia.

 

 

Aku pun mengangguk mendengar tebakan tepat, dan mulai menceritakan padanya tentang apa yang kini sedang kualami.

 

 

 

"Aduh, kebangetan banget tuh bocah, umurnya itu paling sekarang juga belum genap dua puluh tahun kok, sepantaran sama adikku yang masih kuliah, tapi dia sudah pintar menjerat laki-laki. Benar-benar menuruni sifat seniornya! Ya sudah ayo sekarang kuantar kamu kerumahnya, labrak dan biar ku videoin, nanti kita sebar di media sosial, biar kapok tuh bocah ingusan!" ucap Delia berapi-api.

 

 

Sejak dulu, Delia ini memang sangat tak suka dengan penghianatan dan juga, orangnya memang gampang sekali emosi. 

 

 

"Sabar Del. Aku ke sini nggak untuk melabrak dia,  tapi untuk mencari infformasi saja , dan tentunya meminta bantuanmu untuk membuat kejutan di tanggal dua puluh nanti. Mau kan bantu aku? Kalau untuk saat ini, aku lebih suka main cantik alias pura-pura bodoh," ucapku.

 

 

 

"Terserah kamu sih Rur. Tapi kalau aku jadi kamu, mending langsung kuhajar si Karen itu! Dan segera menceraikan suami tak tahu diri itu! Aku sangat yakin kok, kamu dan Rangga bisa hidup lebih bahagia tanpa Satrio."

 

 

"Iya...iya...bawel! Siapa juga yang masih mau hidup sama penghianat itu, hari ini aku juga bakalan minta kamu temenin ke pengadilan agama, ngajuin gugatan cerai." 

 

 

"Oke, kalau begitu kita berangkat sekarang saja, lebih cepat lebih baik kamu melakukan itu. Aku sangat mendukungmu seribu persen!" ucap Delia dengan semangat empat lima.

 

 

"Nanti dulu dong Del, masih pagi juga. Ada juga yang nggak kalah penting, aku ingin menggadaikan rumah, tanah dan motor atas nama Mas Satrio, kamu punya kenalan nggak?"

 

 

"Kenalan? Kayaknya nggak punya deh!"

 

 

"Masak sih Del, bunga berapapun oke, kalau bisa jangka waktunya satu bulan saja, biar jadi kejutan lagi nantinya. Kalau di jual kan jadi ribet, kalau digadein enak cepet, meski dapatnya nggak begitu banyak sih!" 

 

 

"Ada...ada nih, Rur. Tapi nggak tau dia mau apa nggak, nanti kita coba saja ke sana. Kebetulan ini teman almarhum Mama, nanti kamu ceritain ajaa semuanya di sana juga, biar dia mau bantu kita.  Ya sudah sekarang kita langsung ke sana, biar nanti nggak kesiangan pas ke pengadilan agama."

 

 

"Oke, let's go!" ucapku juga bersemangat.

 

 

"Aduh, Rur, kebiasaan banget deh kamu ini! Sudah biarin saja di situ, nanti aku cuci sendiri," kata Delia sambil menyeret tanganku yang akan menuju dapur, membereskan bekas sarapan tadi.

 

 

"Del, kamu aja yang nyetir, biar cepet gitu, hehehe. Sekalian kita nanti lewat rumahnya si Karen itu," ucapku yang hanya dibalas dengan anggukan oleh Delia.

 

 

Mobil pun dijalankan Delia dengan amat pelan.

 

 

"Lihat nanti disebelah kiri, rumah baru renovasi berpagar hitam, itu rumahnya Karen," kata Delia sambil mengemudi.

 

 

Aku pun memperhatikan secara seksama rumah-rumah yang ada  di sebelah kiriku, hingga menemukan rumah yang dibilang Delia tadi. Delia pun memelankan sekali mobil ini, agar aku bisa melihat dengan leluasa.

 

 

Sebuah rumah yang tak terlalu besar, dan sepertinya memang baru direnovasi, ada dua motor dan sebuah mobil jadul di terasnya. Nampak seorang anak kecil seumuran dengan Rangga, sedang di suapi oleh wanita paruh baya, yang rambutnya dipotog seperti laki-laki dan di cat warna merah.

 

 

"Yang dandananya nggak ingat umur itu Ibunya, dan yang disuapi itu anaknya Revy, anak yang nggak jelas Bapaknya!" ucap Delia.

 

 

"Hust...! Ngawur kamu itu, mana ada anak yang nggak jelas Bapaknya, toh Revy kan janda, berarti dia pernah nikah dong..." kataku.

 

 

"Iya nikah kocokan! Itu sudah jadi rahasia umum. Setelah ijab qobul, Revy langsung di tinggal minggat oleh lelaki yang di mintai pertanggung jawaban itu. Mangkanya sekarang ngegodain suami orang!"

 

 

"Kasihan ya anaknya kalau begitu, mana cewek lagi, nasabnya itu loh..."

 

 

"Ya kasihan emang, tapi mau gimana lagi. Orang tuanya yang gak bener, anaknya yang jadi korban. Oh iya sudah berapa bulan suamimu kencan dengan Karen?"

 

 

"Menurut Karen sih, sudah  sekitar enam bulanan. Kenapa memangnya?"

 

 

"Ooo...berarti benaar dugaanku. Sekitar satu bulan yang lalu, Revy dan Ibunya membeli rumah kosongyang berada persis di samping rumahku. Harganya tiga ratus juta, namun masih dibayar separuh, katanya mau dibayar lagi tanggal dua puluh lima. Rumah itu, nantinya akan ditempati oleh si Karen. Berarti mereka membeli ini dari uang suamimu, Rur. 

 

 

Dan kalau nggak salah beberapa bulan yang lalu, Karen itu beli mobil Y***s warna orange, keluaran terbaru itu. Semua itu uang suamimu, dan beratti ada hakmu di sana," ucap Delia panjang lebar.

 

 

Rumah yang di samping Delia itu adalah rumah yang besar, mangkanya harganya jadi mahal meski di desa. Bagaimana pun caranya rumah dan mobil itu, wajib berpindah tangan kepadaku.

 

 

"Iya, Del. Dan wajib kugenggam kembali hakku itu. Eh kamu kenal nggak sama yang punya rumah itu?"

 

 

"Ya kenal banget lah, yang punya itu sekarang lagi sakit suaminya dan butuh uang banyak, rumahnya ada di kampungku juga kok." jawab Delia.

 

 

"Oke kalau begitu, nanti setelah dari pengadilan, antar aku ke sana ya. Aku akan menyabotase rumah impiaan si Karen itu!" ucapku berapi-api.

 

 

 

"Hemmm...ide yang bagus itu Rur, aku pasti akan membantumu. Jadi kamu mau aku bantu apa lagi nih untuk memuluskan rencana eksekusi mu itu?" tanya Delia sambil tetap fokus menyetir.

 

 

Aku kemudian menceritakan beberapa rencanaku pada Delia, dan aku juga meminta pertolongan padanya. Beruntungnya punya teman yang sangat sehati denganku, dan beruntungnya juga, rumah si Karen dekat dengan rumah Delia, jadi sangat memudahkanku untuk mengerjainya nanti. 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Mga Comments (2)
goodnovel comment avatar
Cristin mandasari Purba
andai semua pembalasan dendam perselingkuhan seindah kisah ini..
goodnovel comment avatar
Risa Riskia00
suka sekali dengan cara ruri membalas nya, dengan bermain cantik, mudah2 segera berpindah ke ruri, jengkel dech sm pelakor itu, masih bau kencur lagi
Tignan lahat ng Komento

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status