Share

Ajukan Gugatan Cerai

Jangan lupa klik berlangganan ya, biar tak ketinggalan update terbarunya. Terima kasih.

Semoga semua pembacaku sehat dan selalu  diberi kelancaran rizki oleh Allah.

*****************************************

Part 13

Ajukan Gugatan Cerai

"Ternyata keberuntungan memang sedang berpihak kepadamu Rur, pingin tahu aku gimana wajahnya keluarga sampah itu nanti. Besok aku akan belanja ke toko sembako dan sayur milik Bu Minah, yang letaknya persis di sebelah rumah Karen. Aku akan gali banyak info tentang dia, kebetulan si Bu Minah ini biang gosip, jadi cuocok pokokny," kata Delia sambil tertawa saat kami melanjutkan perjalanan menuju pengadilan agama, aku pun ikut tertawa saking bahgianya.

Alhamdulillah Allah mempermudah jalanku, mungkin aku seperti kejam dan tak patuh pada suami, setelah penjarahan yang kulakukan, namun aku yakin, baik dan buruk kita, bukan manusia yang tahu, tapi Allahlah yang mengoreksinya. Kuserahkan semua pada Allah, namun aku hanya ingin sedikit mengobati luka hati dan mencari bekal untuk masa depan Rangga, juga untuk meminta hakku sebagai istri yang sebagian telah di beriakan Mas Satrio pada selingkuhannya itu.

Kulihat jam di handphone sudah menunjukkan pukul setengah sebelas siang, kira-kira Rangga sedang apa ya di rumah? Tak biasanya aku meninggalkannya begitu lama bersama Bik Nurma saja. Meski aku yakin dia baik-baik, namun cemas tetap ada. Jadi kuputuskan untuk meneleponnya. Alhamdulillah, satu kali panggilanku, langsung di terima oleh Bik Nurma.

"Assalamualaikum, Bu." Suara cempreng Bik Nurma memulai percakapan lewat sambungan telepon ini.

"Waalaikumsalam, Bik. Rangga lagi ngapain? Rewel nggak?" tanyaku.

"Alhamdulillah tidak, Bu. Den Rangga pintar banget, ini sekarang lagi nonton tivi," jawab Bik Nurma.

Aku segera meminta memindah panggilan menjadi video call, dan Bik Nurma mengerti itu, dia pun langsung menerimanya. Dia terlihat berjalan dari dapur ke ruang keluarga.

"Sebentr Bu, ini saya tadi sedang memasak ayam tepung, Den Rangga katanya mau makan itu nanti siang."

"Iya, jangan lupa buatin susu juga kalau mau bobok," kataku yang di jawab anggukan oleh Bik Nurma.

Hingga kemudian layar menunjukkan wajah imut Rangga yang sedang menonton tivi.

"Mama... sedang  ngapain? Lagi di mana? Kapan pulang?" Rangga langsng memberondongku dengan banyak pertanyaan.

Aku tersenyum melihat keceriaan anakku itu, "ini lagi di jalan mau kerumah teman Mama. Nih mama lagi sama Tante Delia..."

Percakapann video antara aku, Rangga dan Delia amat seru, karena Rangga adalah anak yang lucu dan pintar, hingga tak terasa mobil kami sudah masuk ke parkiran pengadilan agama di kotaku.

"Sudah dulu ya, Sayang. Mama sudah sampai ini. Sekarang Rangga maem terus bobok ya, nanti kalau pulang, mama belikan banyak buah ya. Assalamualaikum," kataku.

"Asyik...banyak buah. Mama hati-hati ya, dan jangan pulang malam, aku takut, hihihi. Waalaikumsalam," jawab Rangga sambil melambaikan tangannya.

Delia menggandeng tanganku saat kami masuk ke pengadilan, sepertinya dia ingin memberikan suport padaku.

"Kamu sudah siap kan, Rur?" tanyanya.

"Siap apa maksudmu?" tanyaku balik.

"Ya ampun...kok masih tanya sih? Ya siap menceraikan Satrio dan memulai hidup baru lah!' ucap Delia kesal.

"Hehehe iya...iya Del, bercanda kok. Insyaallah aku sudah siap lahir bathin Del. Bismillah, pasti ada kemudahan setelah kesulitan," jawabku mantap.

Sekitar setengah jam, gugatan ceraiku sudah di kabulkan dan tinggal menunggu surat panggilan untuk Mas Satrio saja. Tak lupa kusertakan bukti-bukti foto kedua sampah itu.  Nantinya aku juga tak akan meminta uang iddah, karena hanya akan memperlama proses saja. Harta gono-gini? Ah nggak perlu, toh nantinya semua akan masuk ketanganku. Tak perlu mempersulit semuanya, agar semua berjalan dengan cepat.

Kami tadi juga memakai jasa pengacara yang ada di pengadilan agama ini, agar semuanya nggak ribet, dan bisa mempercepat prosesnya.

"Rur, kita sekalian saja beli handuk untuk souvenir itu, nanti sekalian ke tukang sablon, waktunya kan mepet," ucap Delia saat mobil mulai keluar dari pengadilan agama.

"Terserah kamu saja deh, nanti malam aku tak minta transferan si Karen pakai nomer rekening Bik Nurma. Sekalian juga boleh kok, lalu nanti siapa yang mau menghiasnya Del?" tanyaku.

"Ah, gampang itu, aku yang akan mengerjakan dengan adikku, pokonya kamu tau beres deh. Souvenir pernikahan sesuai pesanannmu pasti akan selesai di tanggal ditanggal dua puluh itu."

Kami pun menuju sebuah supermarket grosir, di sana memang menjual pakaian dengan harga yang cukup terjangkau. Setelah mencari akhirnya kami menemukan handuk yang sesuai dengan permintaan Karen, meski kualitasnya jelek sih, hehehe.

Lumayan harganya cuma dua puluh ribu satuannya.

Saat akan membayar ke kasir, Delai menyikut lenganku. Aku segera menoleh.

"Ada apa sih, Del!"

"Tuh lihat, siapa yang sedang bergandengan mesra?" ucap Delia sambil menunjuk kearah yang di maksud.

Astaghfirullah, ternyata itu Mas Satrio dan Karen yang sedang berbelanja dengan bergandengan mesra. Benar-benar tak tahu malu. Bukannya bersedih melihat hal itu, namun malah jengkel dan ingin menghajar mereka berdua. Namun kutahan sebisa mungkin diri ini, agar tak bertindak sesuatu yang hanya merugikan dan mempermalukan diriku sendiri.

"Gimana, kita samperin kah? Lumayan di sini banyak saos cabe, kita semprorin saja langsung ke muka mereka, biar tahu rasa!" ucap Delia emosi.

"Nggak perlu Del, sabar...hal itu hanya akan merusak rencana besar kita. Sekarang fotoin saja daan  kirim ke handphoneku. Aku punya rencana yang akan menguntungkanku sekali lagi. Main cantik aja deh Del!" ucapku.

"Hemmm...tanpa kau suruh, aku sudah memotret mereka berkali-kali. Jadi ini kira biarkan mereka lolos begitu saja? Nggak nyesel nih?!" ucap Delia lagi.

"Iya biarin saja, nanti juga kan kita dapat waktu tersendiri untuk membalasnya, malah lebih kejam. Sekarang biarkan mereka bersenang-senang dahulu."

Dengan berat hati, akhirnya Delia pun menyetujui ucapanku itu. Setelah membayar dan keluar dari supermarket . Aku mengajaknya makan siang sebentar di sebuah warung bakso urat terkenal di kota ini. Segera kami mencari tempat duduk dan memesan makanan.

"Del, sudah kamu kirim belum foto-fotonya?" tanyaku sambil menunggu pesanan baksoku datang.

"Sudahlah dari tadi. Memangnya kamu punya rencana apa?" tanyanya penasaran

"Oh, iya ini sudah masuk. Makasih ya....

Sudah kamu diam saja, makan tuh bakso baik-baik, dan lihat cara kerja Rury dengan s3ksama ya," ucapku sambil mengedipkan mata pada Delia yang duduk di sampingku.

Segera ku kirim foto-foto itu kepada Mas Satrio, dan juga sebuah chat.

[Katanya kemarin sedang kerja keluar kota? Kok malah kayak gini?]

Aku yakin hal ini akan langsung menganggu konsentrasi berbelanjanya. Chatku pun di baca olehnya, namun tak dibalas. Aku tenang-tenang saja, karena sudah bisa menebak apa yaang akan terjadi selanjutnya. Dan benar, Mas satrio langsung meneponku, sesuai ekspektasiku.

"Ma, itu bukan seperti yang kamu kira dan kamu lihat," ucap Mas Satrio gugup saat aku mengangkat teleponnya.

"Terus...?!" jawabku singkat.

"Aku memang keluar kota, tapi tadi itu keluarga temanku minta tolong diantar belanja ke sini. Dan wanita itu adik ya temanku. Dia masih kecil dan sudah kuanggap adik sendiri..." Mas Satrio ternyata pintar sekali berbohong.

"Jadi karena manja terus gandengan mesra gitu ya Pa? Boleh ya? Kalau begitu besok aku juga akan bergandengan seperti itu ab dengan teman laki-lakiku, aku kan sudah menganggapnya sebagai abangku sendiri," godaku.

"Ya ampun ya jangan toh Ma, aku janji akan bilang sama dia untuk nggak manja kayak gitu tadi. Tapi kamu juga harus janji nggak boleh aneh-aneh ya... tadi kamu dapat foto-foto itu dari mana sih Ma?"

"Kepo amat sih,...udah ah Pa, males banget aku ngomong sama orang yang sudah nyakitim hatiku kayak kamu ini. Jika kamu bisa seenaknya di luar, maka aku pun juga bisa. Kamu sudah merusak moodku hari ini!"

Tanpa menunggu jawabanya ,segera kututup panggilan ini.

"Cuman gitu aja Rur? tanya Delia yang dari tadi ikut menguping percakapan kami di telepon.

"Sabar tunggu aja lima menit lagi, akan ada yang mengejutkan!" jawabku.

Nampak Mas Satrio mencoba meneleponku berkali-kali, namun tak kuhiraukan. Hingga kemudian notifikasi dari M-bangkingku masuk, saldo bertambah menjadi dua ratus juta rupiah. Lalu kubuka chat yang juga baru saja dikirim Mas Satrio.

[Maaf ya Ma, aku nggak akan aneh-aneh lagi. Aku setia kok sama kamu. Ini uang buat kamu beli peerhiasan atau shopping ya, biar moodmu kembali baik. Love you forever Ma]

Aku dan Delia sontak tertawa membaca chat dari Mas Satrio ini. Lumayan dua ratus juta loh!.

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Sasya Sa'adah
emang beneran ada nih dalam dunia laki yang model kayak Satrio ......
goodnovel comment avatar
Agunk Putra
lanjutkan tor
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status