Share

Bab 4

# Bab 4

"Sayang, udah ya peluk pelukannya, sekarang mamah mau ngobrol dulu sama tante Tika, kamu main dulu aja ya sama bi Minah," ucapku dengan lembut kepada putriku Nadia.

"Iya mah," jawabnya langsung menurut.

"Bi, bi Minah..." Panggil ku berteriak memanggil nama bi Minah.

"Iya non ada apa ?" Tanya bi Minah di saat dia telah berada di hadapanku.

"Bibi tolong bawa Nadia main dulu ya, saya mau ngobrol dulu," ucapku kepada bi Minah.

"Baik non," jawabnya dengan cepat, dan ia pun telah paham dengan maksudku itu karena ia langsung saja bergegas membawa Nadia pergi bermain di luar.

"Ayo neng Nadia, kita main di depan teras yuk ?" Ajak bi Minah.

"Iya ayo bi, mah aku main dulu di teras depan ya mah," ucap putriku dengan wajah senangnya.

"Iya sayang, jangan main lari larian ya," ucapku masih mencoba bersikap ceria di hadapan anakku.

"Oke siap bu bos," sahut Nadia sambil ia melangkahkan kakinya di tuntun oleh bi Minah untuk segera ke depan teras rumah.

Setelah bi Minah keluar rumah membawa Nadia untuk bermain bersamanya, aku langsung melirik tajam ke arah Kartika, ia nampak ketakutan dan hanya menunduk lalu ia bersembunyi di balik badan ibuku.

Sehingga ibuku sampai bertanya heran.

"Rin, ada apa ini ? Apa yang terjadi di antara kalian ?" Tanya ibuku heran, ku pikir ia belum mengatahui apa yang terjadi di antara aku dan juga adikku Kartika.

"Apakah mamah tahu, bahwa anak kesayangan mamah ini telah melakukan hal bejat," ucapku dengan amarah yang membara.

"Maksud kamu apa Rin ? Hal bejat apa ?" Tanya ibuku yang semakin keheranan dan kebingungan dengan ucapanku.

"Putri kesayangan ini telah tega menusuk ku dari belakang, ia berselingkuh dengan suamiku mah, bahkan ia telah berhubungan badan dengan suamiku di depan mataku sendiri mah," ucapku dengan nafas yang memburu, jika tak ada ibuku ingin rasa nya aku mencakar cakar wajahnya itu sampai wajah mulusnya itu lenyap dan berubah menjadi buruk rupa.

Mendengar ucapanku barusan, ibuku langsung melirik Kartika dengan tajam, lalu berkata...

"Apa benar itu Tika ? Apakah kamu berselingkuh dengan suami dari kakak mu ?" Tanya ibuku dengan tegas.

Kartika pun langsung menunduk lesu dan hanya diam saja tak bergeming.

"Jawab Tika jangan diam saja kamu," bentak ibuku ketika ia melihat bahwa Kartika hanya diam saja dan tak mau menjawab apapun yang di tanyakan oleh ibuku.

Kartika menjadi semakin menundukan pandangannya ketika ibu membentaknya.

Bukannya iba aku malah menjadi senang melihat Kartika di bentak oleh ibuku karena ku yakin ibuku pasti akan memarahi dan menasehatinya dan berlaku adil kepada para putrinya.

"Jawab cepat," ucap ibuku lagi dan lagi.

Kemudian Kartika pun menegakkan sedikit kepalanya dan mulai menjawab perkataan ibu.

"Maafkan Kartika mah, Kartika khilaf," unarnya sambil meneteskan air matanya, yang ku tahu itu pasti hanya air mata buaya.

"Harusnya kamu mikir dari awal Kartika, lelaki yang kamu dekati itu siapa ? Dia suami mbak Tika suami kakak mu sendiri," bentakku tak kuasa aku menahan amarah yang telah menggebu ini.

"Tapi kami saling mencintai mbak," jawabnya dengan percaya diri.

Aku sampai tak percaya mengapa ia berbicara seperti itu, ia dengan lugasnya berkata cinta padahal mas Roni itu suami ku dan apalagi Kartika pun telah memiliki suami.

"Cinta katamu ? Hebat ya kamu sampai berani beraninya berkata seperti itu, lihat mah, putri kesayangan mamah yang selalu mamah banggakan ternyata dia tumbuh menjadi seorang pelakor," ucapku ketus.

"Cukup Rina, cukup," ucap ibu, tak ku sangka ia malah berbalik membentakku.

Aku pun dalam sekejap terdiam tak bergeming karena bentakan ibuku itu sungguh membuat hatiku terasa sakit.

"Sudah Rin, sudah," ucap ibuku dengan nada bicara yang mulai melunak, lemah dan lembut seperti biasanya.

Tak terasa air mataku mengalir membasahi pipi ini.

"Maafkan mamah Rin, karena tadi mamah sudah membentak mu juga, mamah tak mau hubungan persaudaraan di antara kalian memudar, mamah ingin kalian menjadi adik kakak yang akur dan saling pengertian," ucap ibu dengan lemah lembut.

"Aku pun inginnya begitu mah, tapi sungguh kesalahan Kartika kali ini sulit untuk di maafkan, padahal dia pun memiliki suami, tapi mengapa ia malah berselingkuh dengan suamiku dan seperti ingin merebut suamiku ?" Ketusku sudah tak kuasa membendung sakit yang teramat dalam ini.

"Coba kamu tenang dulu ya Rin dan dengarkan saran mamah, karena sekarang Kartika sudah mengaku bahwa ia melakukan semua itu karena ia cinta dengan suami mu dan suami mu pun mau melakukannya dengan Kartika, jadi sudah di pastikan mereka ini sama sama saling cinta Rin, kalau cinta sudah tumbuh kita pun tak bisa melarangnya, mamah pun setuju kalau Kartika bercerai dengan suaminya dan menikah denga Roni toh kamu dan Kartika pun beda bapak kan jadi walinya pun berbeda, jadi tak ada salahnya kan kalau Roni melakukan poligami," ucap ibuku tiba tiba berkata seperti itu dan sungguh perkataan itu sangat tak ku sangka akan keluar dari mulut ibuku itu.

"Tenang kata mamah ? Terus apakah mamah tidak salah bicara mamah berbicara seperti itu padaku ? Oh iya aku lupa, bahwa dulu pun mamah pasti sifatnya pasti seperti Kartika kan, tukang rebut suami orang," Ucapku spontan karena aku tak menyaka ibuku sendiri, seorang ibu yang telah melahirkanku ia malah berbicara seperti itu kepada putrinya sendiri.

"Heh jaga bicara mu ya Rin, mamah bukan orang yang seperti itu," jawab ibuku yang mulai tersulut emosi.

"Kalau mamah bukan orang yang seperti itu, mengapa mamah malah membela orang yang salah ?" Ucapku menimpali perkataan ibuku.

Setelah aku berucap seperti itu ibuku tak menimpali lagi ucapanku, ia hanya terdiam dan tertunduk, mungkin ia merasa ucapanku itu ada benarnya juga, karena tak seharusnya juga ia membela yang salah walaupun itu putrinya sendiri.

Sejenak ruangan ini pun menjadi hening namun tiba tiba di dalam ke heningan ini Kartika mulai kembali menyulut emosi ku.

"Udah ya mbak jangan sudutin mamah kayak gitu deh, seharusnya mbak itu sadar diri, karena sebenarnya mas Roni itu selingkuh karena ia sudah tak mencintai mbak lagi, jika mbak gak mau mas Roni poligami maka relakan saja mas Roni, toh ia juga sudah tak cinta dan tak sayang lagi sama mbak, dan yang harus mbak tau ya, mas Roni masih mempertahankan mbak itu hanya karena ada Nadia," ucap Kartika malah memarahiku dan menyuruhku untuk meninggalkan mas Roni.

Namun bukannya aku bersedih dan kecewa setela ia membeberkan sebuah pernyataan yang entah itu faktanya atau mungkin karanganannya, mendengar ia berkata seperti itu aku merasa menjadi tertantang untuk melawannya.

"Oh begitu, aku memang ingin tak mau di madu atau aku tak mau mas Roni berpoligami, namun aku tidak percaya jika mas Roni mencintaimu dan sudah tak mencintaiku lagi, aku akan lebih percaya jika mas Roni sendiri yang berkara kepadaku, jika mas Roni benar benare mencintaimu dan ingin menikah dengan mu aku bersedia untuk mundur dan Nadia sudah pasti akan ikut bersama ku," ucapku dengan tegas.

"Oke, akan ku buktikan, bahwa mas Roni akan lebih memilihku di bandingkan dengan mu," ucap Kartika yang merasa tertantang.

"Silahkan buktikan saja dan aku menunggu bukti darimu," ketusku.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status