Perjalanan pulang terasa lebih lama dari biasanya karena macet yang terjadi di mana-mana, tapi baik Kaira dan Sunny mereka berdua tidak sabar untuk sampai ke rumah, karena setelah di mobil mereka justru semakin dingin. Tidak bicara sama sekali dan saling mendiamkan. Kaira bahkan lebih memilih untuk bermain dengan hape dari pada berbicara dengan suaminya.
Setelah hampir sejam lebih berada dalam perjalanan yang dingin tanpa kata, mereka akhirnya tiba di depan pintu rumah mereka. Kaira baru saja memasukkan password untuk membuka pintu, pintu tempat tinggal mereka justru terbuka dari dalam rumah.
Seorang perempuan yang memiliki tubuh ramping dan sangat terawat berdiri tepat di depan Kaira. Rambutnya di potong pendek sebahu, berwarna hitam pekat karena terus dicat untuk menutupi uban yang tumbuh di kepalanya. Wajahnya kaku tanpa ada kerutan sama sekali hingga wajahnya yang keras terlihat mengerikan apalagi dengan make up menor yang dia pakai plus alis runcing, tinggi di atas matanya membuat Kaira langsung merasa terintimidasi.
Tapi Kaira mau tidak mau tersenyum padanya, karena perempuan itu adalah ibu mertuanya. Kaira menunduk, mencoba untuk salim, tapi tangannya langsung di tarik saat Kaira baru saja merunduk sebelum sempat mencium tangannya. Tapi sikapnya itu langsung berubah pada Sunny dan langsung mencium pipi kiri kanan, juga dahinya lalu memeluk Sunny dengan erat.
“Anak ibu, kamu baru pulang, Sun?”
“Iya bu, ibu kapan sampai dari Bali? Kok ngga ngabarin aku dulu?” tanya Sunny sambil membalas pelukan ibunya. “Kalau aku tahu ibu mau kesini, aku pasti langsung jemput ibu di bandara.”
“Kalau ibu telpon dan bilang mau kesini pasti istrimu ngga akan suka! Jadi ibu datang aja tanpa pengumuman. Ayo masuk, nak. Ada banyak hal yang ingin ibu bicarakan!”
Ibu mertua Kaira langsung menggandeng Sunny dan mengajaknya untuk masuk ke tempat tinggal mereka tanpa Kaira, dia bahkan langsung menutup pintu dengan kakinya sambil tersenyum sinis pada Kaira.
Kaira mendengus kesal, terpaksa dia memasukkan kembali password. Begitu pintu kembali terbuka, dia melihat Sunny dan ibunya tengah duduk di ruang tamu. Ibu mertuanya bahkan masih memeluk Sunny dengan erat, seakan tidak ingin melepaskan Sunny. Melihat adegan itu, Kaira hampir saja berdecih kesal. Dan karena merasa diabaikan, Kaira yang kesal langsung berjalan melewati mereka.
“Babe, duduk dulu sebentar!” panggil Sunny.
Kaira terpaksa duduk di samping Sunny. Ibu mertuanya masih saja menatap Kaira dengan tatapan tidak suka.
“Mulai sekarang, ibu akan tinggal di sini, bersama kita,” ujar Sunny sambil tersenyum lebar.
“Hah, kenapa?” tanya Kaira kaget.
“Karena ibu harus memastikan kalian berdua punya anak tahun ini!” jawab ibu mertuanya tetap dengan nada ketus. “Kalau kamu tidak mau punya anak bilang saja, karena ibu tidak sabar memperkenalkan Sunny dengan anak dari teman-teman ibu.”
“Ibu, ibu ngga boleh ngomong kayak gitu!” ucap Sunny tegas.
“Ya, mau gimana lagi Sun,” jawab ibu Rina dengan lembut. “Kamu tahu kan kalau lelaki boleh punya dua hingga empat istri? Jadi, kalau istrimu mandul alias ngga mampu punya anak, ya udah ikhlasin Sunny nikah lagi. Gitu aja kok repot!”
Kaira berusaha menahan geramnya. Dia mendelik ke arah Sunny, meminta pembelaan. Tapi Sunny justru hanya mengeleng, meminta Kaira untuk tidak menjawab ibunya lagi. Sayangnya, Kaira tidak bisa menahan emosinya. Dan Kaira bertekat jika Sunny berani menikah lagi maka itu berarti cerai.
“Kamu kenapa ngga jawab, pertanyaan saya? Kamu benaran mandul, makanya sepuluh tahun ini, kamu ngga bisa ngasih anak satupun keanak saya?”
Kaira benar-benar malas untuk menjawab. Dia memutuskan untuk untuk langsung pergi kekamarnya dari pada berbicara dengan ibu mertuanya. Namun satu hal yang jelas, ini ini adalah malam tahun baru terburuk yang pernah dia alami.
“Eh, mau pergi kemana kamu?”
“Ke kamar. Saya permisi!”
“Eh, enak saja! Kamu siapin dulu kamar tidur untuk saya! Saya mau beristirahat.”
“Ada si mbak yang bisa bantu membereskan kamar.”
“Kamu itu ya, benar-benar keterlaluan! Dikit-dikit pembantu, dikit-dikit pembantu, nanti suami kamu diambil pembantu baru tahu rasa!” jawab ibu Rina.
“Kalau begitu, ibu bisa minta tolong pada Sunny. Aku mau ganti pakaian dan langsung tidur, karena ada banyak deadline yang menunggu.”
Kamu nyuruh anak saya beresin kamar tidur?” ibu Rina bangun dari duduknya. “Kamu fikir anak saya ini pembantu, huh?”
“Ibu, udah. Ngga usah dibesar-besarin!” ucap Sunny. “Biar si mbak yang beresin kamar ibu, ok? Dan kamu babe, kamu langsung aja kekamar sekarang, please!”
Kaira tersenyum kesal, dia menatap Sunny tajam sebagai tanda protesnya tapi Sunny hanya mengelus punggung Kaira. dan meminta ibunya untuk kembali duduk di sofa.
“Sorry, babe. Kamu harus maafin ibu lagi dan lagi ya. Sebagai permintaan maaf dariku nanti aku yang masak makanan yang enak untukmu,” bisiknya lembut di telinga Kaira dan mengecup lembut bibirnya.
Kaira tersenyum, dia sedikit luluh dalam pelukan dan ciuman lembut dari Sunny. Setelah mencium pipi suaminya, dia memutuskan untuk segera pergi dari hadapan ibu mertuanya agar dia seluruh energinya tidak terkuras ke hal-hal yang lebih buruk.
Melihat mereka berciuman, ibu Sunny langsung berdecih sinis. Apalagi saat Kaira melewatinya.
“Kaira,” ibu mertuanya menegur Kaira sebelum dia berjalan menuju tangga setengah lingkaran menuju kamarnya.
Kaira menoleh. “Apa lagi?”
Mertuanya tersenyum sinis. “Asal kamu tahu, semua kondom dan alat kontrasepsi kalian sudah saya buang!”
“Ibu masuk ke kamarku dan memeriksa seisi kamar?” tanya Kaira dengan suara bergetar menahan amarah. Dia kembali berbalik, menuju sofa dan ingin melabrak mertuanya tapi Sunny dengan cepat berdiri di tengah kedua perempuan yang tengah berapi itu
“Ya, kenapa? Kamu tidak suka?” tanya ibu Rina dengan wajah meremehkan.
“Ya! Itu kamarku, tidak ada seorangpun yang berhk masuk ke sana tanpa izinku. Apalagi memeriksa seperti itu, itu ruang pribadi!”
“Kai, sayang, please….” Sunny menggeleng. Dia benar-benar tidak ingin ada keributan di malam ini. “Ibu bukan orang lain, ok? Tapi ibu juga, tidak boleh masuk ke kamar kami tanpa izin!.”
“Kenapa tidak boleh? Ibu jadi penasaran, apa yang sebenarnya istri kamu sembunyikan, apa hanya kondom dan pil kontrasepsi atau hal lainnya.”
“Hal lainnya apa bu?” tanya Sunny sebelum Kaira menjawab.
“Ya, misalnya kemandulan itu benar adanya. Makanya, istri kamu tidak mau ibu memeriksa kamar kalian!”
“Bu, sudah! Ibu istirahat dulu,” lerai Sunny sebelum istri dan ibunya bertengkar lebih lanjut. “Kai, kamu juga mau ganti pakaian, kan? Ayo!” ucap Sunny sambil memeluk Kaira, mengajaknya meninggalkan ibunya seorang diri di ruang tamu.
Tapi ibu Sunny belum puas. “Mana bisa ibu istirahat Sun, ibu sebenarnya ingin ngomel dengan istri kamu. Mantan-mantan kamu dulu sudah ada yang punya anak bahkan ada yang anaknya tiga, ada juga yang sudah sekolah dan kamu kamu jangankan menyekolahkan anak, punya anak juga ngga karena ketidak mampuan istrimu berkedok prinsip ingin ngga mau punya anak!”
18+++++ Kaira berjalan ke kamar dengan di gandeng oleh Sunny tapi pelukan dan sentuhan Sunny sama sekali tidak bisa menahan amarah Kaira. Dia benar-benar kesal pada mertuanya. Sejak awal menikah, ibu Sunny selalu menatapnya dengan pandangan yang jijik. Karenanya hubungan mereka persis seperti hubungan ibu merua dan menantu yang ada dalam sinetron-sinetron alias penuh dengan drama. Mereka membenci satu sama lain. Itu semua bermula saat Kaira dan Sunny sepakat tidak akan punya anak. “Heh kamu!” suara ibu mertuanya kembali terdengar. “Sadar diri dong! Kamu sudah mau tiga puluh tahun, saya sangat berharap, kalau kamu mau jujur jika kamu memang mandul! Supaya anak saya bisa menceraikan kamu dan mengusir kamu dari rumah ini, supaya kamu bisa jadi gelandangan dan anak saya bisa menikah lagi!” Deg! “Sabar sayang, please!” Sunny memohon. **** Mereka masuk ke dalam kamar. Kaira buru-buru melepaskan pelukan Sunny darinya. “Ibu kamu sudah sangat keterlaluan, Sun! aku bisa gila, kalau dia le
Kaira yang baru selesai menyeduh kopi dan mengoles nutela ke atas rotinya hanya bisa tersenyum tipis saat dia melihat ibu mertuanya masuk ke dapur dan duduk disampingnya lalu mengambil sepotong roti yang baru dia oles dengan nutela dan memakan roti dengan lahap. “Kamu hanya membuat kopi dan roti, tidak ada makanan untuk saya dan suamimu apa?” tanyanya sambil mengunyah. “Sunny bisa bikin makanannya sendiri dan kalau mau makanan yang lain biar Sunny yang buatkan!” jawab Kala kesal dan memakan sepotong besar roti tawarnya tanpa nutela. “Lagi pula, ibu sudah memakan roti punyaku!” ujarnya lalu menyodorkan roti dan juga nutela ke depan ibu mertuanya, “Roti ngga mengenyangkan!” “Kalau begitu ibu harus bersabar, tunggu Sunny bangun dan minta dia buatkan makanan untuk ibu, atau tunggu si bibi datang bekerja.” “Kamu itu benar-benar istri yang tidak tahu diri ya! Tidak mau masak dan ngurus suami, mandul pula! Hebat kamu bikin anak saya bertahan selama sepuluh tahun dengan perempuan seperti
Sepeninggal Kaira, ibu Rina menatap Sunny dengan tatapan tajam dan meminta kejelasan. “Istrimu itu benar-benar kurang ajar, Sun. Masa dia ngusir ibu? Seharusnya perempuan mandul itu yang pergi dari rumah ini, bukan ibu!” ujarnya penuh dengan amarah. “Kalau saja kamu ngga menghalangi, ibu pasti sudah menyeret dia, dan meminta dia merangkak dan memohon!” “Kaira ngga akan melakukan itu bu!” “Kenapa ngga? Kamu benaran takut sama dia?” “Dia istriku, dan aku tidak takut dengannya.” “Bagus, kalau begitu!” ujar Bu Rina, lalu bergegas keluar dari dapur. Sunny mengejar ibunya. “Ibu mau kemana?” “Mengepak pakaian istrimu, jadi saat dia pulang nanti dari keluyuran, dia akan benar-benar keluyuran jadi gelandangan diluar rumah!” “Maksud ibu, ibu mau mengusir Kaira?” tanya Sunny sambil tertawa. “Iya, memangnya kenapa, ada masalah?” Iya, bu. Masalahnya adalah, yang keluar dari rumah ini bukan Kaira. Tapi ibu, maaf ibu. Tapi dia benar, ibu harus pulang hari ini. Dan soal uang, ibu tenang saja
Ibu Sunny menggeleng. Jangan pernah kamu tanyakan hal bodoh itu pada ibu lagi, Sunny! Kalau ibu ngga mencintai kamu, ngga mungkin ibu mengandung kamu selama sembilan bulan, menyusui kamu dan jangan pernah karena istri mandul kamu itu, kamu berubah sikap pada ibu kandungmu!” “Kaira tidak mandul, bu! Jangan pernah, ibu menghina dia lagi! Kecuali, ibu benar-benar ingin kehilangan semuanya!” ancam Sunny lalu pergi meninggalkan ibunya seorang diri. **** “Tequilla? Ini masih ini masih jam delapan, Kaira!” Kaira tersenyum ke arah suara. Disampingnya, sekarang berdiri sosok sahabat, sekaligus sekretaris dan merangkap menjadi bodyguardnya, Shuichi Akai. Akai, begitu dia biasa di panggil lebih lima tahun di bandingkan Kaira. Pria itu sudah menemani selama hampir delapan tahun dan bagi Kaira, Akai jauh lebih mengenalinya di bandingkan suaminya sendiri. “Aku perlu minum!” “Mertua kamu datang lagi?” Kaira mengangguk. “Kelihatan jelas, ya?” “Ya, karena satu-satunya yang bisa melihat kamu ka
Melihat ibunya yang bertingkah aneh seperti itu, Sunny berusaha untuk menenangkan ibunya. Dia menarik tangan ibunya agar tidak lagi menarik-narik rambutnya seperti orang tidak waras. Akai hanya menatap mereka dengan pandangan dingin karena dia telah disibukkan dengan Kaira yang kali ini juga ikut berteriak, meracau karena belum bisa menghilangkan pengaruh alkohol dari dalam dirinya. Dan saat melihat ibu Sunny yang histeris memukul-mukul wajahnya sendiri, Kaira tertawa ngakak dan Akai berusaha menutup mulut Kaira. Tapi rupanya, Sunny tidak bisa menenangkan ibunya, ibu Rina bahkan seolah memiliki kekuatan yang berlebih, dia bisa mendorong tubub Sunny yang kekar hingga dia terjungkal kebelakang, setelah dia berhasil mendorong tubuh Sunny hingga terjatuh ke lantai, ibu Rina langsug membenturkan kepalanya ke dinding. “Ibu!” teriak Sunny sambil berusaha untuk berdiri tapi dia terlambat darah sudah menetes dari kening ibunya dan ibunya terus menerus membenturkan kepalanya. Sunny dengan ce
Aroma roti yang di panggang menguar lembut di indra penciuman Kaira hingga ujung-ujung sarafnya bisa mencium aroma manis, hangat yang keluar dari roti yang dipanggang, hal itu membuat semua indra Kaira terbangun. Manik-manik matanya mulai terbiasa dengan cahaya dari jendela yang terbuka, indra perabanya bisa merasakan kehangatan kulit Sunny yang sudah menghilang dari sisinya namun yang terpenting adalah mulutnya serasa berliur, Kaira menginginkan roti yang sedang di panggang itu. Kaira bangun lalu ngulet cukup lama, setelah semua indranya benar-benar-benar terjaga dia melihat ke sisi kanannya. Tebakan indranya benar adanya, Sunny sudah tidak ada di sampingnya lagi. Tapi Kaira tersenyum lebar, dia yakin jika suaminya yang memasak untuk sarapannya, Kaira bangun dari ranjang dalam keadaan telanjang. Mata Kaira melihat seisi kamar yang sudah rapi, kamar tidak berserakan lagi, sepertinya sebelum memasak Sunny merapikan kamar lebih dulu. Kaira lalu keluar dari kamar menuju walking closet
Ibu Rina memasukkan pakaiannya ke dalam koper dengan menangis karena tidak membayangkan jika keinginannya untuk memaksa Kaira hamil justru berakhir seperti ini. Bukannya berhasil memaksa Kaira untuk hamil setelah membuang semua kondom dan alat kontrasepsi dari kamar menantu kayanya, dia justru harus mendapatkan kenyataan pahit jika putra tertuanya akan berhenti menafkahi dia dan anak-anaknya. Ibu Rina menangis, dia menghapus ingus yang mengalir deras dari hidungnya. Dia merasa telah gagal dalam mendidik anak. Tok… tok… tok… Bunyi pintu kamar terbuka dengan lembut, Bu Rina melihat Sunny masuk ke dalam kamarnya dan begitu melihat putra tertuanya, semakin deras pula dia menangis. Sunny langsung duduk bersimpuh di kaki ibunya dan menghapus air matanya. “Adik-adik dan kakakmu tidak terbiasa bekerja, Sun. Sepuluh tahun mereka mengandalkan kamu, sekarang kamu justru ingin memutuskan rantai kehidupan mereka,” keluhnya dengan berlinang air mata. Sunny memegang kedua tangan ibunya, lalu me
Karena Sunny tidak bisa mengantar dan harus segera bertemu produser untuk proses adaptasi novelnya, dengan terpaksa Kaira yang harus mengantar mertuanya ke bandara. Selama perjalanan, mereka berdua tidak bicara sedikitpun. Begitu mereka sampai di bandara Soekarno Hatta, Kaira memberikan tiket yang di beli Sunny pada ibu mertuanya. “Maaf, ibu harus mengalami hari-hari yang buruk saat di rumah kami. Salam untuk Shawn, Zaia dan Harry,” ucap Kaira sambil mengeluarkan semua tas mertuanya dari dalam bagasi mobil. “Hanya menitip salam, huh? Padahal, keponakan dan suamimu juga butuh uang Kaira. Mereka butuh makan, biaya sekolah, pakaian dan rumah yang layak!” Ucap merttuanya masih dengan nada ketus yang menjengkelkan. “Mereka sudah memiliki semuanya, kan? Sunny sudah melakukan yang terbaik, supaya kalian hidup terjamin!” “Melakukan yang terbaik? Lucu sekali!” ujar Bu Rina sambil mendengus. “Saya ngga tahu apa yang kamu bicarakan ke anak saya, sampai-sampai dia berubah dan….” “Bu, Sunny i