Share

BAB 4. PERTENGKARAN

Kaira yang baru selesai menyeduh kopi dan mengoles nutela ke atas rotinya hanya bisa tersenyum tipis saat dia melihat ibu mertuanya masuk ke dapur dan duduk disampingnya lalu mengambil sepotong roti yang baru dia oles dengan nutela dan memakan roti dengan lahap.

“Kamu hanya membuat kopi dan roti, tidak ada makanan untuk saya dan suamimu apa?” tanyanya sambil mengunyah.

“Sunny bisa bikin makanannya sendiri dan kalau mau makanan yang lain biar Sunny yang buatkan!” jawab Kala kesal dan memakan sepotong besar roti tawarnya tanpa nutela. “Lagi pula, ibu sudah memakan roti punyaku!” ujarnya lalu menyodorkan roti dan juga nutela ke depan ibu mertuanya,

“Roti ngga mengenyangkan!”

“Kalau begitu ibu harus bersabar, tunggu Sunny bangun dan minta dia buatkan makanan untuk ibu, atau tunggu si bibi datang bekerja.”

“Kamu itu benar-benar istri yang tidak tahu diri ya! Tidak mau masak dan ngurus suami, mandul pula! Hebat kamu bikin anak saya bertahan selama sepuluh tahun dengan perempuan seperti kamu!”

“Saya ngga mandul, bu. Camkan itu!” ucap Kaira geram.

“Ngga maundul, lalu apa? Ngga bisa punya anak? Sama aja, kan?” ucap ibu mertuanya dengan ketus.

“Bu!” Sunny yang baru muncul di dapur menegur ibunya. “Bu, tolong bicara baik-baik dengan Kaira, ini masih pagi bu.”

Sunny lalu memeluk Kaira dan mencium lembut keningnya, adegan itu berhasil membuat ibunya merengut kesal.

“Ibu hanya bicara jujur! Lagi pula, hanya ada dua jenis perempuan yang tidak mau punya anak. Pertama, perempuan itu gila dan kedua, dia itu ngga normal alias mandul.”

Bu Rina berkata sambil mengerling mengejek Kaira. Kaira yang mendengus kesal, dia meraih nutela dari depan ibu mertuanya, menyendok sesendok besar dan langsung memasukkannya ke dalam mulut.

Melihat tingkah Kaira, Sunny hanya tersenyum dan malah memilih untuk membuka kulkas mengambil daun bawang, telor dan beberapa bahan makanan lainnya.

“Kamu mau nasi goreng juga, babe?”

Kaira mengagguk dan lagi-lagi hal itu langsung memancing emosi dari mertuanya. Tapi kali ini dia tidak berceloteh mengomentari Kaira lagi. Karena dia langsung bicara pada Sunny.

“Oh ya, nak, kakak kamu butuh uang lima ratus juta untuk modal bisnisnya, Sun. Dia mau buka café, kamu tolong kirim duitnya, ya.”

“Apa, minta uang lagi?” tanya Kaira setengah menggerutu. “Bukannya dulu Sunny juga sudah kirim uang untuk untuk bikin usaha? Mau bikin franchise, kan? Sekarang minta lagi, usaha yang dulu gimana?”

“Bukan urusanmu, Kaira. Amber meminta uang dari adiknya, bukan kamu. Jadi jangan sewot gitu dong.” Ejek mertuanya.

Mendengar ejekan mertuanya, kekesalan Kaira yang sudah sedikit mereda akhirnya kembali ke puncak ubun-ubun, dia menggigit gerahamnya hingga menimbulkam gemerutuk yang terdengar tidak menyenangkan. Hal itu rupanya terlihat jelas oleh Sunny, karenanya lelaki itu langsung menyentuh tangan Kaira untuk mencoba menenangkannya, tapi Kaira langsung menepisnya. Dia sangat kesal dan hal itu jelas di ketahui oleh ibu Sunny, karenanya dia melanjukan bicara. Sengaja untuk membuat Kaira panas dan marah.

“Adek-adek kamu, Kim butuh mobil baru dan Dave ingin bayar mobil, kontrakan rumah sama biaya lahiran pacarnya. Jadi kira-kira ibu butuh uang satu milyar lebih sedikit lah. Tolong kirim ya, nak. Ibu mohon…, kasihan sama kakak dan adik-adikmu, Sun.”

“Satu milyar lebih?” Kaira tersedak kopi panas. Mudahnya ibu Sunny membuka mulutnya dan meminta uang, padahal dialah yang bekerja keras mulai dari membeli rumah yang mereka tinggali saat ini, juga bisnis-bisnis mereka. Sunny sama sekali tidak berkontribusi baik memberikan ide maupun tenaga. Kerjanya hanya menulis, selesai menulis suaminya hanya akan bermain game dan tidak melakukan apa pun lagi. Kaira bahkan belum pernah memberikan uang sebanyak itu untuk keluarganya.

Ayah dan ibunya tidak pernah meminta apapun, keluarganya selalu menolak saat dia mau memberi uang, begitu juga dengan adik-adiknya. Mereka memiliki bisnis karena usaha sendiri tanpa campur tangannya dan sekarang orang asing yang tidak berkontribusi apapun ingin menikmati hasil kerja kerasnya? Dan memintanya menggelontorkan sejumlah uang sebesar itu?

“Gila, ini gila! Itu uang bukan daun!” Kaira menggebrak meja dengan kesal. “Jariku harus kram supaya aku bisa uang, otakku capek memikirkan hal terbaik supaya perusahaan terus berkembang dan aku butuh waktu berapa berbulan-bulan untuk mendapatkan uang sebanyak itu dan sekarang orang lain ingin memintanya dengan mudah?”

“Orang lain?”

“Ya, orang lain! Ibu fikir mudah mendapatkan uang sebanyak itu, makanya ibu tinggal minta aja?”

“Kai, udah. Please!”

“Ngga bisa, Sun! Kamu fikir, satu milyar lebih! Seenaknya ibu kamu ngomong. Dipikirnya mudah dapat uang sebanyak itu, huh?!”

“Sunny, nak… istri kamu sudah benar-benar kurang ajar!”

Kaira langsung mendelik ke arah Sunny berharap suaminya akan mengerti keinginannya menolak permintaan tidak masuk akal dari ibunya. Tapi rupanya keinginan Kaira rupanya terlalu muluk, saat dia melihat Sunny mengangguk menyetujui permintaan ibunya.

“Kaira akan mengirim uangnya bu, ibu tenang aja!”

“Sun, gila kamu!” desis Kaira marah.

Tapi kemarahan Kaira tidak ada yang perduli.

“Jadi, istri kamu yang mengatur keuangan kalian? Bukan kamu, Sun?”

“Iya, bu!”

“Kamu benar-benar istri durhaka, Kaira! Apa begini cara orang tuamu mendidik kamu?”

Kaira akhirnya meledak. Karenanya kembali buka mulut dengan nada ketus.

“Ya, karena semua uang itu punyaku. Kamu jelasin juga dong, Sun. Bilang ke ibumu kalau royalti menulis kamu aja ngga akan cukup untuk beli tempat tinggal ini dan semua omong kosong keluargamu!” teriak Kaira kesal.

“Eh saya tahu ya kalau kalian juga punya banyak bisnis, uang untuk buka bisnis itu pasti dari hasil kerja keras anak saya juga!”

Kaira mendelik ke arah Sunny. “Sudah seharusnya kamu jujur, deh, Sun. Ibu kamu sudah seharusnya tahu apa yang sebenarnya terjadi. Supaya dia ngga merongrong kamu terus menerus. Supaya dia tahu, apa yang sudah aku lakukan untukkamu, ibumu dan keluargamu. Mungkin aja mereka bisa berhemat dan tahu diri  atau menghormatiku sedikit!”

Plak!! Ibu Sunny menampar Kaira. Kaira membelalak, dia menatap Sunny dengan tatapan kecewa.

“Ibu, berhenti!”

“Istri kamu sudah keterlaluan Sunny! Seenaknya dia menghina kita! Kemari kamu!” ujarnya meraih tangan Kaira dengan kasar. “Kamu perlu di usir dari rumah anak saya, dasar perempuan mandul!”

“Ibu berhenti! Berhenti bersikap kasar seperti ini!” bentak Sunny sambil melepaskan pegangan tangan ibunya dari pergelangan Kaira.

“Ngga! Perempuan mandul ini harus segera pergi dari tempat ini, supaya dia bisa tahu diri!”

“Sun,” Kaira akhirnya bicara. “Aku ingin, ibu kamu pergi dari tempat ini sekarang juga dan jangan harap akan ada bantuan keuangan lagi dari saya!” ujar Kaira lalu meninggalkan roti dan kopinya yang masih bersisa. Setelah sampai di dekat pintu dapur Kaira kembali berbalik. “Bicara tentang rumah, kamu juga perlu menjelaskan padanya tentang semua yang kamu rahasiakan selama ini!”

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status