Kaira yang baru selesai menyeduh kopi dan mengoles nutela ke atas rotinya hanya bisa tersenyum tipis saat dia melihat ibu mertuanya masuk ke dapur dan duduk disampingnya lalu mengambil sepotong roti yang baru dia oles dengan nutela dan memakan roti dengan lahap.
“Kamu hanya membuat kopi dan roti, tidak ada makanan untuk saya dan suamimu apa?” tanyanya sambil mengunyah.
“Sunny bisa bikin makanannya sendiri dan kalau mau makanan yang lain biar Sunny yang buatkan!” jawab Kala kesal dan memakan sepotong besar roti tawarnya tanpa nutela. “Lagi pula, ibu sudah memakan roti punyaku!” ujarnya lalu menyodorkan roti dan juga nutela ke depan ibu mertuanya,
“Roti ngga mengenyangkan!”
“Kalau begitu ibu harus bersabar, tunggu Sunny bangun dan minta dia buatkan makanan untuk ibu, atau tunggu si bibi datang bekerja.”
“Kamu itu benar-benar istri yang tidak tahu diri ya! Tidak mau masak dan ngurus suami, mandul pula! Hebat kamu bikin anak saya bertahan selama sepuluh tahun dengan perempuan seperti kamu!”
“Saya ngga mandul, bu. Camkan itu!” ucap Kaira geram.
“Ngga maundul, lalu apa? Ngga bisa punya anak? Sama aja, kan?” ucap ibu mertuanya dengan ketus.
“Bu!” Sunny yang baru muncul di dapur menegur ibunya. “Bu, tolong bicara baik-baik dengan Kaira, ini masih pagi bu.”
Sunny lalu memeluk Kaira dan mencium lembut keningnya, adegan itu berhasil membuat ibunya merengut kesal.
“Ibu hanya bicara jujur! Lagi pula, hanya ada dua jenis perempuan yang tidak mau punya anak. Pertama, perempuan itu gila dan kedua, dia itu ngga normal alias mandul.”
Bu Rina berkata sambil mengerling mengejek Kaira. Kaira yang mendengus kesal, dia meraih nutela dari depan ibu mertuanya, menyendok sesendok besar dan langsung memasukkannya ke dalam mulut.
Melihat tingkah Kaira, Sunny hanya tersenyum dan malah memilih untuk membuka kulkas mengambil daun bawang, telor dan beberapa bahan makanan lainnya.
“Kamu mau nasi goreng juga, babe?”
Kaira mengagguk dan lagi-lagi hal itu langsung memancing emosi dari mertuanya. Tapi kali ini dia tidak berceloteh mengomentari Kaira lagi. Karena dia langsung bicara pada Sunny.
“Oh ya, nak, kakak kamu butuh uang lima ratus juta untuk modal bisnisnya, Sun. Dia mau buka café, kamu tolong kirim duitnya, ya.”
“Apa, minta uang lagi?” tanya Kaira setengah menggerutu. “Bukannya dulu Sunny juga sudah kirim uang untuk untuk bikin usaha? Mau bikin franchise, kan? Sekarang minta lagi, usaha yang dulu gimana?”
“Bukan urusanmu, Kaira. Amber meminta uang dari adiknya, bukan kamu. Jadi jangan sewot gitu dong.” Ejek mertuanya.
Mendengar ejekan mertuanya, kekesalan Kaira yang sudah sedikit mereda akhirnya kembali ke puncak ubun-ubun, dia menggigit gerahamnya hingga menimbulkam gemerutuk yang terdengar tidak menyenangkan. Hal itu rupanya terlihat jelas oleh Sunny, karenanya lelaki itu langsung menyentuh tangan Kaira untuk mencoba menenangkannya, tapi Kaira langsung menepisnya. Dia sangat kesal dan hal itu jelas di ketahui oleh ibu Sunny, karenanya dia melanjukan bicara. Sengaja untuk membuat Kaira panas dan marah.
“Adek-adek kamu, Kim butuh mobil baru dan Dave ingin bayar mobil, kontrakan rumah sama biaya lahiran pacarnya. Jadi kira-kira ibu butuh uang satu milyar lebih sedikit lah. Tolong kirim ya, nak. Ibu mohon…, kasihan sama kakak dan adik-adikmu, Sun.”
“Satu milyar lebih?” Kaira tersedak kopi panas. Mudahnya ibu Sunny membuka mulutnya dan meminta uang, padahal dialah yang bekerja keras mulai dari membeli rumah yang mereka tinggali saat ini, juga bisnis-bisnis mereka. Sunny sama sekali tidak berkontribusi baik memberikan ide maupun tenaga. Kerjanya hanya menulis, selesai menulis suaminya hanya akan bermain game dan tidak melakukan apa pun lagi. Kaira bahkan belum pernah memberikan uang sebanyak itu untuk keluarganya.
Ayah dan ibunya tidak pernah meminta apapun, keluarganya selalu menolak saat dia mau memberi uang, begitu juga dengan adik-adiknya. Mereka memiliki bisnis karena usaha sendiri tanpa campur tangannya dan sekarang orang asing yang tidak berkontribusi apapun ingin menikmati hasil kerja kerasnya? Dan memintanya menggelontorkan sejumlah uang sebesar itu?
“Gila, ini gila! Itu uang bukan daun!” Kaira menggebrak meja dengan kesal. “Jariku harus kram supaya aku bisa uang, otakku capek memikirkan hal terbaik supaya perusahaan terus berkembang dan aku butuh waktu berapa berbulan-bulan untuk mendapatkan uang sebanyak itu dan sekarang orang lain ingin memintanya dengan mudah?”
“Orang lain?”
“Ya, orang lain! Ibu fikir mudah mendapatkan uang sebanyak itu, makanya ibu tinggal minta aja?”
“Kai, udah. Please!”
“Ngga bisa, Sun! Kamu fikir, satu milyar lebih! Seenaknya ibu kamu ngomong. Dipikirnya mudah dapat uang sebanyak itu, huh?!”
“Sunny, nak… istri kamu sudah benar-benar kurang ajar!”
Kaira langsung mendelik ke arah Sunny berharap suaminya akan mengerti keinginannya menolak permintaan tidak masuk akal dari ibunya. Tapi rupanya keinginan Kaira rupanya terlalu muluk, saat dia melihat Sunny mengangguk menyetujui permintaan ibunya.
“Kaira akan mengirim uangnya bu, ibu tenang aja!”
“Sun, gila kamu!” desis Kaira marah.
Tapi kemarahan Kaira tidak ada yang perduli.
“Jadi, istri kamu yang mengatur keuangan kalian? Bukan kamu, Sun?”
“Iya, bu!”
“Kamu benar-benar istri durhaka, Kaira! Apa begini cara orang tuamu mendidik kamu?”
Kaira akhirnya meledak. Karenanya kembali buka mulut dengan nada ketus.
“Ya, karena semua uang itu punyaku. Kamu jelasin juga dong, Sun. Bilang ke ibumu kalau royalti menulis kamu aja ngga akan cukup untuk beli tempat tinggal ini dan semua omong kosong keluargamu!” teriak Kaira kesal.
“Eh saya tahu ya kalau kalian juga punya banyak bisnis, uang untuk buka bisnis itu pasti dari hasil kerja keras anak saya juga!”
Kaira mendelik ke arah Sunny. “Sudah seharusnya kamu jujur, deh, Sun. Ibu kamu sudah seharusnya tahu apa yang sebenarnya terjadi. Supaya dia ngga merongrong kamu terus menerus. Supaya dia tahu, apa yang sudah aku lakukan untukkamu, ibumu dan keluargamu. Mungkin aja mereka bisa berhemat dan tahu diri atau menghormatiku sedikit!”
Plak!! Ibu Sunny menampar Kaira. Kaira membelalak, dia menatap Sunny dengan tatapan kecewa.
“Ibu, berhenti!”
“Istri kamu sudah keterlaluan Sunny! Seenaknya dia menghina kita! Kemari kamu!” ujarnya meraih tangan Kaira dengan kasar. “Kamu perlu di usir dari rumah anak saya, dasar perempuan mandul!”
“Ibu berhenti! Berhenti bersikap kasar seperti ini!” bentak Sunny sambil melepaskan pegangan tangan ibunya dari pergelangan Kaira.
“Ngga! Perempuan mandul ini harus segera pergi dari tempat ini, supaya dia bisa tahu diri!”
“Sun,” Kaira akhirnya bicara. “Aku ingin, ibu kamu pergi dari tempat ini sekarang juga dan jangan harap akan ada bantuan keuangan lagi dari saya!” ujar Kaira lalu meninggalkan roti dan kopinya yang masih bersisa. Setelah sampai di dekat pintu dapur Kaira kembali berbalik. “Bicara tentang rumah, kamu juga perlu menjelaskan padanya tentang semua yang kamu rahasiakan selama ini!”
Sepeninggal Kaira, ibu Rina menatap Sunny dengan tatapan tajam dan meminta kejelasan. “Istrimu itu benar-benar kurang ajar, Sun. Masa dia ngusir ibu? Seharusnya perempuan mandul itu yang pergi dari rumah ini, bukan ibu!” ujarnya penuh dengan amarah. “Kalau saja kamu ngga menghalangi, ibu pasti sudah menyeret dia, dan meminta dia merangkak dan memohon!” “Kaira ngga akan melakukan itu bu!” “Kenapa ngga? Kamu benaran takut sama dia?” “Dia istriku, dan aku tidak takut dengannya.” “Bagus, kalau begitu!” ujar Bu Rina, lalu bergegas keluar dari dapur. Sunny mengejar ibunya. “Ibu mau kemana?” “Mengepak pakaian istrimu, jadi saat dia pulang nanti dari keluyuran, dia akan benar-benar keluyuran jadi gelandangan diluar rumah!” “Maksud ibu, ibu mau mengusir Kaira?” tanya Sunny sambil tertawa. “Iya, memangnya kenapa, ada masalah?” Iya, bu. Masalahnya adalah, yang keluar dari rumah ini bukan Kaira. Tapi ibu, maaf ibu. Tapi dia benar, ibu harus pulang hari ini. Dan soal uang, ibu tenang saja
Ibu Sunny menggeleng. Jangan pernah kamu tanyakan hal bodoh itu pada ibu lagi, Sunny! Kalau ibu ngga mencintai kamu, ngga mungkin ibu mengandung kamu selama sembilan bulan, menyusui kamu dan jangan pernah karena istri mandul kamu itu, kamu berubah sikap pada ibu kandungmu!” “Kaira tidak mandul, bu! Jangan pernah, ibu menghina dia lagi! Kecuali, ibu benar-benar ingin kehilangan semuanya!” ancam Sunny lalu pergi meninggalkan ibunya seorang diri. **** “Tequilla? Ini masih ini masih jam delapan, Kaira!” Kaira tersenyum ke arah suara. Disampingnya, sekarang berdiri sosok sahabat, sekaligus sekretaris dan merangkap menjadi bodyguardnya, Shuichi Akai. Akai, begitu dia biasa di panggil lebih lima tahun di bandingkan Kaira. Pria itu sudah menemani selama hampir delapan tahun dan bagi Kaira, Akai jauh lebih mengenalinya di bandingkan suaminya sendiri. “Aku perlu minum!” “Mertua kamu datang lagi?” Kaira mengangguk. “Kelihatan jelas, ya?” “Ya, karena satu-satunya yang bisa melihat kamu ka
Melihat ibunya yang bertingkah aneh seperti itu, Sunny berusaha untuk menenangkan ibunya. Dia menarik tangan ibunya agar tidak lagi menarik-narik rambutnya seperti orang tidak waras. Akai hanya menatap mereka dengan pandangan dingin karena dia telah disibukkan dengan Kaira yang kali ini juga ikut berteriak, meracau karena belum bisa menghilangkan pengaruh alkohol dari dalam dirinya. Dan saat melihat ibu Sunny yang histeris memukul-mukul wajahnya sendiri, Kaira tertawa ngakak dan Akai berusaha menutup mulut Kaira. Tapi rupanya, Sunny tidak bisa menenangkan ibunya, ibu Rina bahkan seolah memiliki kekuatan yang berlebih, dia bisa mendorong tubub Sunny yang kekar hingga dia terjungkal kebelakang, setelah dia berhasil mendorong tubuh Sunny hingga terjatuh ke lantai, ibu Rina langsug membenturkan kepalanya ke dinding. “Ibu!” teriak Sunny sambil berusaha untuk berdiri tapi dia terlambat darah sudah menetes dari kening ibunya dan ibunya terus menerus membenturkan kepalanya. Sunny dengan ce
Aroma roti yang di panggang menguar lembut di indra penciuman Kaira hingga ujung-ujung sarafnya bisa mencium aroma manis, hangat yang keluar dari roti yang dipanggang, hal itu membuat semua indra Kaira terbangun. Manik-manik matanya mulai terbiasa dengan cahaya dari jendela yang terbuka, indra perabanya bisa merasakan kehangatan kulit Sunny yang sudah menghilang dari sisinya namun yang terpenting adalah mulutnya serasa berliur, Kaira menginginkan roti yang sedang di panggang itu. Kaira bangun lalu ngulet cukup lama, setelah semua indranya benar-benar-benar terjaga dia melihat ke sisi kanannya. Tebakan indranya benar adanya, Sunny sudah tidak ada di sampingnya lagi. Tapi Kaira tersenyum lebar, dia yakin jika suaminya yang memasak untuk sarapannya, Kaira bangun dari ranjang dalam keadaan telanjang. Mata Kaira melihat seisi kamar yang sudah rapi, kamar tidak berserakan lagi, sepertinya sebelum memasak Sunny merapikan kamar lebih dulu. Kaira lalu keluar dari kamar menuju walking closet
Ibu Rina memasukkan pakaiannya ke dalam koper dengan menangis karena tidak membayangkan jika keinginannya untuk memaksa Kaira hamil justru berakhir seperti ini. Bukannya berhasil memaksa Kaira untuk hamil setelah membuang semua kondom dan alat kontrasepsi dari kamar menantu kayanya, dia justru harus mendapatkan kenyataan pahit jika putra tertuanya akan berhenti menafkahi dia dan anak-anaknya. Ibu Rina menangis, dia menghapus ingus yang mengalir deras dari hidungnya. Dia merasa telah gagal dalam mendidik anak. Tok… tok… tok… Bunyi pintu kamar terbuka dengan lembut, Bu Rina melihat Sunny masuk ke dalam kamarnya dan begitu melihat putra tertuanya, semakin deras pula dia menangis. Sunny langsung duduk bersimpuh di kaki ibunya dan menghapus air matanya. “Adik-adik dan kakakmu tidak terbiasa bekerja, Sun. Sepuluh tahun mereka mengandalkan kamu, sekarang kamu justru ingin memutuskan rantai kehidupan mereka,” keluhnya dengan berlinang air mata. Sunny memegang kedua tangan ibunya, lalu me
Karena Sunny tidak bisa mengantar dan harus segera bertemu produser untuk proses adaptasi novelnya, dengan terpaksa Kaira yang harus mengantar mertuanya ke bandara. Selama perjalanan, mereka berdua tidak bicara sedikitpun. Begitu mereka sampai di bandara Soekarno Hatta, Kaira memberikan tiket yang di beli Sunny pada ibu mertuanya. “Maaf, ibu harus mengalami hari-hari yang buruk saat di rumah kami. Salam untuk Shawn, Zaia dan Harry,” ucap Kaira sambil mengeluarkan semua tas mertuanya dari dalam bagasi mobil. “Hanya menitip salam, huh? Padahal, keponakan dan suamimu juga butuh uang Kaira. Mereka butuh makan, biaya sekolah, pakaian dan rumah yang layak!” Ucap merttuanya masih dengan nada ketus yang menjengkelkan. “Mereka sudah memiliki semuanya, kan? Sunny sudah melakukan yang terbaik, supaya kalian hidup terjamin!” “Melakukan yang terbaik? Lucu sekali!” ujar Bu Rina sambil mendengus. “Saya ngga tahu apa yang kamu bicarakan ke anak saya, sampai-sampai dia berubah dan….” “Bu, Sunny i
Apa yang akan kamu lakukan jika mertua menyebalkanmu pergi dari istanamu? Tentu saja merayakannya dengan pesta sex dengan suamimu! Pikiran nakal itu berkelabat di dalam kepala Kaira. Dia sudah muak dengan semua drama yang dilalui saat ada Bu Rina. Dia perlu merayakan kepergiannya dengan bersenang-senang dan melepas penatnya. Dia terlihat cantik di depan kaca rias di ruang ganti salah satu lingerie store ternama di Jakarta dan tengah kebingungan karena harus memilih jenis lingerie apa yang akan dia pilih. Ada banyak model lingerie yang telah dia coba. Dan saat ini, Kaira tengah kebingungan memilih model yang ia butuhkan. Apa body suit, bralette, corset & bustier, baby doll, peignoir atau chemise. Semua lingerie itu cantik, menarik dan seksi. Kaira lalu mengambil beberapa poto seksi dan mengirimkannya pada Sunny. Ping!! Rupanya dia tidak perlu menunggu lama, karena Sunny membalas pesannya dengan cepat. Kaira membuka balasan pesan dari Sunny. “Babe, kalau kamu ingin membunuhku lak
“Ya, kamu sangat beruntung, daddy,” jawab Kaira tersipu lalu menarik Sunny ke atas sofa hingga Sunny terbaring, tapi Sunny bergerak lebih cepat darinya “Tunggu sebentar, daddy ada hadiah kecil untukmu,” ujarnya sambil tersenyum. “Hadiah?” “Yes,” ujar Sunny. Dia meraih tasnya dari dalam tas, dia mengeluarkan sebuah penutup mata yang terbuat dari lace, dan sebuah sex whip blush noir soft feather sensation play ticker, memiliki pegangan sepanjang lima belas centi meter dengan penggelitik bulu yang cukup tebal. “Kamu beli itu?” Sunny mengangguk. “Sengaja, khusus untuk menambah kehangatan kita malam ini.” Sunny melepas celananya sendiri hingga dia hanya menggunakan boxernya yang ketat dan menonjolkan. Kaira menelan ludah. Aroma musk yang menyebar semakin kuat, lilin yang remang-remang meliuk tertiup angin. Dan Sunny rupanya tidak hanya mengeluarkan dua benda itu saja dari dalam tasnya, dia juga mengeluarkan sebuah borgol bulu berwarna hitam. “Sun!!” Kaira berteriak tak percaya, Sunny