Share

Bab 3. Tidak pulang

Fathur tidak pulang. Tentu hal itu terjadi karena Karin, setelah dari restoran semalam ia membujuk Fathur untuk menginap di apartemennya. Pria itu dengan mudahnya termakan bujuk rayu Karin. Wanita itu tersenyum lebar mendapati Fathur baru saja terbangun dari tidurnya. Meski pria itu memilih tidur di sofa tetapi Karin tetap senang karena berhasil membuat Fathur semakin jauh dari istrinya.

"Nyenyak, mas?"

Tidak ada jawaban. Fathur hanya memberikan gerakan kepala. Ia merenggangkan otot-otot tangannya. Ternyata cukup pegal tidur semalaman di atas sofa yang ruangnya sangat terbatas. Fathur menatap keluar jendela di mana langit sudah terang.

"Jam berapa?" tanya Fathur pada Karin yang masih duduk di single sofa.

"Delapan, mas."

Fathur bergerak cepat ke arah kamar mandi. Ada meeting pagi ini di kantornya dan ia belum siap-siap. Karin yang menyaksikan kepergian Fathur hanya tersenyum miring. Hatinya merasa senang mendapati kenyataan bahwa pria itu masih mendengarkan perkataannya. Ia pikir Fathur akan kekeh untuk pulang. Namun ternyata hanya dengan rayuannya pria itu membatalkan niatnya untuk pulang.

Sesampainya Fathur di kantor. Pria itu mengecek beberapa berkas. Beberapa hari kemarin ia terlalu abai pada urusan perusahaannya. Sekarang ia akan mulai fokus dan pagi ini akan ada meeting. Setelah memastikan berkas-berkasnya sudah lengkap. Fathur menyempatkan membuka ponselnya. Ada pesan dan panggilan tak terjawab dari Adelia. Pikirannya kembali teringat perkataan Adelia siang kemarin.

Tanpa membalas pesan-pesan itu. Fathur meletakkan ponselnya, ia mengacak rambutnya. Cukup pusing dengan apa yang terjadi kini. Fathur menatap arlojinya lalu bersiap-siap karena meeting akan segera di mulai.

...

Sesuai permintaan Karin sebelum ia berangkat ke kantor. Wanita itu memintanya untuk mengantarkan belanja keperluan di apartemen yang sudah habis stoknya. Fathur tidak menolaknya karena tidak ada salahnya ia mengantarkan Karin. Walaupun tubuhnya sudah lelah dan ingin segera pulang. Tetapi Fathur lebih memilih mengantarkan wanita itu. Karena Fathur yakin kalau pun ia pulang pasti dirinya akan semakin lelah. Sebab ketidakpulangannya semalam akan menjadi perdebatan baru dengan Adelia.

"Kita mau makan dulu?"

"Nanti aja mas selesai belanja." Fathur mengangguk mengerti. Mobil melaju meninggalkan loby apartemen. Sekarang sudah sore hari dan wajar jika saat ini jalanan terlihat macat karena bersamaan dengan itu adalah jam pulang kantor.

Tidak ada percakapan diantara keduanya. Fathur fokus menyetir, sedangkan Karin sibuk menatap keluar jendela. Perjalanan mereka terjadi 15 menit lamanya. Setelah sampai keduanya turun dan Karin dengan cepat melingkarkan tangannya di lengan Fathur.

"Belanja apa pun yang kamu butuhin," ucap Fathur.

Karin lagi-lagi tersenyum mendengar itu."Makasih, mas," ungkapnya.

Karin mendorong troli dengan Fathur yang masih setia disebelahnya. Mereka memutari supermarket besar itu. Tangan Karin beberapa kali terangkat mengambil barang dan bahan yang ia butuhkan. Saat berbelok ke arah tempat khusus sayur-sayuran. Tubuh Fathur tidak mengikuti langkah Karin. Pria itu terdiam saat matanya bertubrukkan dengan Adelia–istrinya yang saat ini berada di tempat yang sama dengannya. Tidak jauh berbeda dengan Fathur. Karin yang baru menyadari kehadiran Adelia ikut memberhentikan langkahnya.

Sedangkan Adelia seperkian detik ia sempat manahan napasnya. Terlalu kaget mendapati suaminya tengah bersama wanita lain dihadapannya. Tapi dengan cepat ia merubah mimik wajahnya. Menguatkan hatinya karena saat ini ada Luna digendongannya. Adelia harus bisa mengkontrol semuanya.

"Keputusan aku untuk pergi dan bawa Luna kayanya benar ya, mas."

Hanya itu yang Adelia ucapkan karena setelahnya wanita itu langsung pergi dari hadapan Fathur dan juga Karin. Adelia sempat melirik sejenak sosok selingkuhan suaminya yang memang sudah pernah ia lihat dan tidak ada yang berubah. Apalagi raut wajah tanpa rasa bersalah itu selalu terpasang di wajah Karin. Fathur ingin mengejar Adelia namun Karin dengan cepat menahan pergerakkan Fathur.

Tidak ada yang Adelia beli. Ia memutuskan mampir ke salah satu rumah makan. Menenangkan dirinya di sana, untung tadi Luna terlelap di gendongannya. Meski umurnya baru beranjak 2 tahun ia yakin anaknya itu sudah mengenali Papanya.

Adelia baru memesan minuman. Ia hanya ingin menenangkan dirinya. Tidak menyangka akan bertemu Fathur dan Karin hari ini. Lagi, yang membuat hati Adelia semakin sakit adalah karena semalaman suaminya itu tidak pulang, pesan dan teleponnya tidak di balas dan sore ini ia malah bertemu keduanya. Apa tidak sakit mendapati kenyataan itu?

...

Air mata itu terus mengalir dari kedua matanya. Sudah tengah malam tapi Fathur tidak juga pulang. Se-spesial itu kah selingkuhannya sampai berhasil membuat suaminya tidak ingat istri dan anaknya. Adelia kira setelah pertemuan mereka tadi sore. Fathur akan secepatnya pulang dan menemui Adelia. Tapi sepertinya suaminya itu benar-benar sudah tidak peduli.

Adelia menatap jam dinding yang kini sudah menunjukkan angka 01.05. Sudah dari kemarin Fathur tidak tidur di rumah, tidak juga mengabarinya. Jika saat ini pria itu memang masih bersama Karin. Adelia sungguh tidak main-main dengan ucapannya yang akan pergi membawa Luna dan meninggalkan Fathur.

Mas Fathur

aku serius akan pergi dan bawa Luna, kalau kamu gak tinggalin wanita itu.

01.10

Pesan itu Adelia kirim pada suaminya. Sebenarnya Adelia hanya ingin duduk lalu membahas dan membicarkan semua dengan Fathur. Tanpa ada emosi dan kemarahan. Namun berusaha bagaimana pun Fathur selalu berakhir marah dan menghentikan pembicaraan.

Belum ada tanda-tanda pesan di balas, bahkan dibaca pun tidak. Air mata Adelia sudah mengering. Kedua matanya kini terlihat sembab karena menangisi suami dan pernikahannya. Bohong jika beberapa hari ini hatinya baik-baik saja. Apalagi Adelia menyimpan semuanya sendirian. Ia tidak pernah cerita dan memberitahukan kelakuan Fathur kepada siapa pun. Bahkan pada kedua orangtuanya Adelia tutup mulut. Adelia hanya tidak ingin semua semakin berantakkan, dulu ia juga yakin kalau Fathur bisa berubah.

Namun mendapati kenyataan kalau saat ini suaminya itu kembali berhubungan dengan wanita lain. Adelia merasa bersalah pada diri sendiri dan juga anaknya–Luna. Bodoh sebab dulu percaya pada Fathur kalau pria itu tidak akan lagi melakukan kesalahan.

Sampai sekarang ia tidak mengerti. Adelia juga tidak paham mengapa suaminya tega selingkuh darinya. Apa selama ini sikap Adelia yang terlalu mempercayai Fathur menjadi alasan ia terluka.Tapi jika ia jadi yang curiga dan posesif. Bukankah itu akan membuat Fathur risih?

Adelia memejamkan matanya sejenak. Menenangkan dirinya sendiri dan berharap ia tidak lemah untuk kedua kalinya menghadapi Fathur. Kalau pria itu ingin bertindak bebas, maka Adelia akan wujudkan itu. Ia menikah untuk bahagia bersama orang yang dicintai dan mencintainya. Bukan menderita hingga tersiksa seperti ini. Ia sudah sabar, tidak pernah menuntut Fathur ini itu selain setia. Tapi apa kesabarannya tidak cukup, padahal bagi Adelia pernikahan ini sudah amat membahagiakan, apalagi hadirnya anak di tengah-tengah mereka sudah melengkapi semuanya, namun akan lebih bahagia lagi jika Fathur tidak mengkhianatinya.

Setelah mengunci pintu, Adelia memilih tidur. Fathur tidak pulang seperti kemarin malam dan hal itu cukup membuatnya menahan amarah.

...

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status