Demi memenuhi tuntutan orang tuanya yang terbuai oleh harta, Nova terpaksa menerima perjodohan dengan Angga, pria yang usianya dua belas tahun lebih tua dari Nova, sekaligus seorang pewaris keluarga kaya raya yang meminangnya. Awalnya, ia pikir pernikahannya akan membawa kebahagiaan yang ia dambakan. Suami mapan, tampan, dan idaman dianggap sebagai penyempurna kehidupan Nova yang selama ini kelam. Namun, tidak disangka, justru itu adalah awal petaka yang akan ia hadapi selamanya. Sisi gelap Angga pun terkuak tepat di malam pertama, menjadikan mimpi indah pun berubah menjadi trauma kelabu. Nova menjadi pelampiasan dendam Angga yang telah lama ia pendam, dendam yang menjadi rahasianya selama ini. Sampai akhirnya Nova sendiri yang mengetahui, rahasia kelam apa yang selama ini Angga sembunyikan. Demi gengsi, orang tua Nova menggadaikan kebahagiaan anaknya. Dan mereka berada di bawah kendali Angga sang penguasa. Berada di sekitar orang-orang yang haus pujian membuat Nova semakin frustasi. Berkali-kali ia mencoba mengakhiri hidup namun selalu gagal. Pernikahannya yang penuh tuntutan, dan keluarganya yang tak mendukung adalah dua hal yang paling menguras kewarasan Nova. Di tengah keputusasaan, Angga yang selalu menghantam mental Nova menguak sebuah kebenaran yang tak pernah Nova bayangkan sebelumnya.
view moreAndai Angga lengah sedikit saja. Belum tentu Hye In masih bisa berpijak dengan nyaman seperti sekarang. Hye In nampak kesakitan. Meringis tersedu tanpa ada unsur kesengajaan untuk menarik perhatian. Angga dengan naluri pelindungnya bergegas memapah tubuh Hye In. Dilihatnya kaki jenjang yang dibalut sepatu heels sepuluh senti itu memar di area mata kaki. Angga ikut meringis. Tahu persis sakitnya kaki terkilir hingga tak bisa berdiri. “Sudah, Angga. Aku tidak apa-apa.” Hye In mencoba memijakkan kembali kakinya setelah Angga memastikan sepatu hak tinggi warna hitam itu dipastikan aman. Tidak ada patahan apapun yang akan mengganggu Hye In ketika melangkah. “Serius kamu tidak apa-apa?” Hye In mengangguk. “Aku baik-baik saja. Tidak perlu khawatir. Ayo, aku antar kamu ke apotik. Sampai di rumah kamu harus langsung istirahat,” balas Hye In. Wanita itu masih mengedepankan sikap profesionalnya dibandingkan dengan kesulitan yang dihadapi saat ini. “Ayo, aku bantu papah. Hati-hati,” ucap Ang
“Dodi, tolong bantu aku ajukan kasus ini ke proses penyidikan.” Xavier membuka pintu ruangannya melihat Dodi berkutat dengan laptop langsung melayangkan sebuah map warna biru ke atas meja pria itu. Sederet perintah tak luput keluar dari mulut Xavier hingga Dodi harus menaruh fokus cukup banyak pada atasannya itu. Penasaran, Dodi membuka map itu. Lantas isinya membuat matanya terbelalak. Tak hanya itu, tangannya bergetar ketika lembar demi lembar dokumen itu terbuka. “Pak Xavier, ini bukannya–” “Pastikan berkasnya masuk hari ini juga. Aku harus datang ke persidangan lain nanti siang.” Xavier menghempaskan tubuhnya di kursi. Di balik meja kerja dimana setiap bendanya tersimpan dengan rapi. Tidak peduli kegelisahan yang sedang dirasakan oleh Dodi. “Kamu yakin mau angkat kasus ini, Pak? Kasus ini baru aja naik ke media setelah sekian lama ditutup,” kata Dodi, menyodorkan tablet pintarnya ke hadapan Xavier. Keluarga aktivis menuntut kasus bunuh diri massal di depan gedung pemerinta
“Pelan-pelan, sayang. Apa posisi dudukmu sudah nyaman?”“Sudah. Ayo kita pulang.” Nova menjawab. Hari ini adalah harinya pulang ke unit apartemen. Kebahagiaannya ditambah dengan kehadiran bayi mungil yang sekarang ada dalam dekapannya. Paras tampan dan lesung pipi dalam membuat Nova tak ingin beralih sedikitpun pada hal lain, selain Cerran. Cerranoa, ya bayi itu hanya memiliki satu nama dari empat suku kata. Salah satu nama unik dan indah dari sekian banyak nama yang Nova siapkan. Pada akhirnya, hatinya jatuh pada nama bermakna prajurit laki-laki yang tenang dan membuat nyaman. Kehadiran Noa–Nova memutuskan mengganti nama panggilan putranya-nyatanya mampu memberikan ketenangan batin bagi Nova di tengah banyaknya deburan ombak masalah yang membuat kapal kehidupannya hampir karam. “Mark, bisakah kita mampir ke mini market di lantai dasar sebelum pulang? Ada yang perlu aku beli,” kata Nova. Di atas kursi roda, Mark membawa wanita itu keluar dari ruang inap yang sudah ditempati Nova
“Kondisimu sudah membaik. Kamu diizinkan pulang hari ini, Angga,” ucap Hye in. Keputusannya mengundang kelegaan di dada Angga setelah dua hari menginap di rumah sakit. Pun menghadapi kenyataan mengejutkan bahwa Hye in adalah dokter spesialis jantung yang mengurus pengobatan Angga beberapa hari ini. “Syukurlah, aku bisa sedikit bernapas lega sekarang,” balas Angga puas. Ia mengalihkan perhatiannya dari ponsel ke arah Hye in. Wanita itu semakin dekat dengan brankar yang ditempati Angga. Snelli putih dan stetoskop setia menemani Hye In selama perjalanan karirnya. Kenyataan bahwa Hye In adalah bagian dari tim.medis yang menangani Angga cukup membuat pria itu tercengang. Siapa sangka, Hye In yang ia kenal dari kejadian tanpa sengaja juga merupakan kawan lama dari Dar Hyun. “Akhirnya kamu bisa pulang dan bertemu sahabatmu,” sindir Hye In disusul dengan gelak tawanya yang khas. “Apa kau mau ikut pergi menemuinya? Bukankah kau sudah lama tidak bertemu dengan Dae Hyun?” Angga memberi saran
Nova menatap lekat-lekat wajah putranya. Tidak menyangka bayi mungil itu kini berada dalam dekapannya. Dari wajah, hidung, dan bibir, Nova perlu berbangga diri karena tiga bagian wajah itu merupakan warisan darinya. “Mama kasih kamu nama Cerran, abjad depan yang sama dengan putri mama juga. Mama harap kamu menjadi anak yang penyayang dan selalu bahagia.” “Aku sudah memberinya nama Darren, kenapa kamu ubah lagi?” Terlalu fokus dengan sang buah hati, Nova hampir saja melupakan eksistensi Mark yang ada di sana. Ia menatap Mark yang duduk di sofa, di sudut ruangan tengah menata dua helai terakhir pakaian Nova ke dalam mini koper.“Kamu bisa memanggilnya dengan nama itu. Tapi di sini, aku adalah pemegang hak penuh atas Cerran. Jadi aku bebas memberi nama untuk anakku,” balas Nova acuh. Ia tidak.memungkiri perubahan sikapnya terhadap Mark belakangan ini. Hasrat untuk bercengkrama dengan Mark, ataupun meromantisasi hubungan keduanya tak lagi Nova miliki. “Kamu masih marah sama aku?” Mark
Wanita mana yang tak sakit hati mendengar sebuah pengakuan dari sosok di luar rumah tangganya? Terlebih lagi, pengakuan itu adalah hal yang tidak mungkin mustahil terjadi mengingat sosok itu pernah menjalin hubungan dengan suami Kania.Baik Kania maupun Bryan terdiam. Pemandangan itu lantas membuat Amanda menyuarakan kemenangannya. Ia berjalan mendekati Bryan, meraih tangan pria itu lalu menaruh tangan Bryan di atas perutnya.“Sayang, ini anak kita. Kamu tidak berniat menyapanya?” tanya Amanda. Senyumnya menyimpan misteri yang terlalu dalam untuk digali. Kania yang duduk di atas brankarnya, menatap tingkah mantan kekasih suaminya ini dengan sorot tak suka dan penuh kebencian. Kedatangan Amanda membuat suasana hati Kania semakin hancur. Sudahlah tubuhnya masih lemah karena pendarahan tadi, kini mentalnya kembali diuji oleh sikap Amanda. Namun, apalah daya. Kania tidak memiliki upaya untuk menghalau Amanda. Apalagi Bryan sama sekali tidak memberikan penyanggahan apapun. ‘Sepertinya a
Tepat di depan pintu masuk, dua orang pria bertubuh besar berdiri di sisi kanan dan kiri pintu sambil menatap Aurora penuh selidik. Di pikirannya, tak terlintas situasi apa yang sedang terjadi di butiknya saat ini. “Permisi,” gumam Aurora sambil melangkah mendekati pintu. Namun, tangan kedua orang itu menghadang jalannya.“Apakah anda Nona Aurora? Pemilik butik ini?” tanya salah satu bodyguard dan diangguki oleh Aurora.“Tuan dan nyonya sudah menunggu anda sejak setengah jam lalu. Mohon bersikap profesional di hadapan mereka.” Aurora menelan ludah berat. Tuan? Nyonya? Siapa mereka?Meski peluh di tubuhnya mengucur deras karena situasi tegang yang ia hadapi saat ini, Aurora mencoba menepis pikiran negatif yang terus berseliweran di kepala. Sambil memupuk keberanian dan sikap profesional, Aurora melangkah masuk ke dalam. Di sana sudah ada empat orang asing yang berdiri mengelilingi butik. Dilihat dari bagaimana cara mereka berinteraksi, Aurora menduga mereka adalah sekelompok keluarg
“Aku setuju dengan rencana keuangan yang sudah kau susun. Tapi ku harap kau jangan menulis namaku di surat saham. Aku akan memberikan detailnya padamu lewat email.” Tubuh tinggi menjulang, beranjak dari kursi kemudian berdiri seiring mulut Mario yang terus mengoceh. Di depannya, Angga bersedekap. Kedua tangannya mengunci area dada bidangnya yang sedikit terekspos karena tiga kancing kemeja bagian atas sengaja dibuka. Bukan, bukan untuk menarik para lawan jenis yang sengaja berlalu lalang di depan meja mereka, melainkan karena suasana rapat internal dengan Mario membuatnya gerah. “Baiklah. Aku tunggu detailnya malam ini. Agar aku bisa menyelesaikannya sesegera mungkin dan kembali ke Indonesia,” balas Angga. Sebelah alis Mario terangkat, mengejek. “Kau yakin akan kembali ke Indonesia?” “Aku harus. Ada seseorang yang akan menuntutku untuk kembali.” Jawaban Angga terdengar menarik bagi Mario. Niatnya pergi pun urung. Alih-alih meninggalkan Angga sendiri di kafe ini, seperti niatnya
Nova membisu, meski tahu tuduhan yang Mark layangkan padanya tidak memiliki dasar. Jauh di dalam lubuk hatinya ia mengerang. Sakit hati. “Sudah aku duga, kamu menyukai sepupuku.” Mark menyambung lagi. Raut wajahnya kecut, bahkan ia tak sungkan memalingkan wajahnya ke arah lain. Semakin menggebu menunjukkan kekecewaannya pada Nova.“Ini semua tidak seperti apa yang kamu pikirkan, Mark. Dengarkan aku dulu. Bukankah seharusnya saat ini aku yang marah padamu?” Mark diam. Otot-otot di wajah yang semula menegang kini mengendur. “K-kenapa harus kamu yang marah? Jelas-jelas hari ini kamu kabur dari rumah sakit hanya demi menemui Mario. Sedangkan kamu tahu sebentar lagi kita akan menikah. Anak kita juga menunggu kamu di rumah sakit.” Sekali lagi, Mark berhasil membuat mental Nova hampir jatuh. Astaga! Apakah pria ini tidak bisa sedikit saja berpikir positif? Baru bertemu selama beberapa menit saja, Mark sudah berhasil membuat Nova geram setengah mati. Sikap posesif Mark tidak bisa diganggu
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.