Share

Kemarahan Nyonya Reina.

Nyonya Reina tersentak tak percaya dengan kata-kata Azam, yang terdengar seakan tanpa dosa. Lagi pula mana mungkin wanita paruh baya itu mau memberi restu pada hubungan yang akan membuat hati putranya hancur. Terlebih lagi, saat melihat mereka berdua terlihat mesra seakan Alena dengan suka rela menikah dengan Azam. 

"Apakah selama ini kau hanya mempermainkan putraku!" teriak Nyonya Reina melupakan amarahnya, seraya bangkit dari duduknya dengan tangan yang menunjuk kearah Alena. 

Sungguh wanita paruh baya itu benar-benar tak percaya.  Jika ternyata selama ini gadis yang begitu dicintai oleh sang putra ternyata hanyalah seorang pengkhianat. Padahal Jonatan sudah merencanakan akan melamar Alena saat ia libur semester. Bahkan Jonatan juga sudah berencana akan langsung menikahi Alena begitu ia selesai dengan pendidikannya beberapa bulan lagi. 

"A-aku—" Alena tak tinggal diam wanita itu mencoba menjawab akan tetapi perkataannya langsung terhenti. 

Azam rupanya dengan cepat menggenggam tangan Alena erat, mengisyaratkan agar Alena tidak melanjutkan perkataannya. Hal itu sontak membuat Alena terdiam tak berani meneruskan kata-katanya. Melihat itu, Azam tersenyum penuh kemenangan melihat Alena yang begitu penurut padanya.

"Tante Reina maaf, tolong jangan berteriak kau menakuti istriku," ujar Azam seraya mencium kening Alena mencoba membela sang istri tercinta.

Sontak saja perlakuan Azam membuat Alena tersentak kaget. Tak hanya Alena Nyonya Reina dan Tuan Abraham pun, tak kalah kaget. Pasalnya baik Tuan Abraham maupun Nyonya Reina tidak pernah melihat Azam memperlakukan wanita begitu mesra. Mereka paham betul sikap dingin Azam pada wanita. 

"Azam! Dia Mamah mu, tidak bisakah kau memanggilnya dengan sopan!" Detik berikutnya, Tuan Abraham berucap seraya bangkit dari duduknya menegur panggilan Azam pada istrinya itu. 

"Maaf Ayah, Mamah ku sudah tiada dan Dia! Tidak ada hak mendapatkan panggilan Mamah dari ku," ujar Azam tak kalah tegas. 

Seketika suasana menjadi panas, baik tuan Abraham maupun Azam sama-sama memasang raut wajah dinginnya. Aura permusuhan begitu kuat, mereka saling menatap tajam satu sama lain. Seakan kedua pria beda generasi itu tak memiliki hubungan darah sama sekali. 

"Jika kalian kesini hanya untuk membuat keributan, maaf aku masih banyak urusan." Azam kembali berkata dengan nada dingin. Tatapannya terus tertuju pada kedua orang tua dihadapannya itu. 

"Kau jangan keterlaluan Azam! Alena adalah kekasih adik mu kenapa kau tega merebutnya!" ucap Tuan Abraham kembali angkat bicara, membela Jonatan.

"Heh kekasih? Apa benar begitu sayang?" Azam tergelak seraya menatap Alena. 

"Sayang jawab aku, apa benar kau kekasih Jonatan dan kalian saling mencintai?" tanyanya lagi sambil menggenggam tangan Alena begitu erat. 

"Ti-tidak kami sudah putus dan aku sudah tidak lagi mencintai Jonatan." Alena tertunduk menjawab dengan terpaksa. 

Sungguh saat ini wanita itu begitu ketakutan. Apalagi ketika ia mengingat ancaman Azam yang akan mencelakai Jonatan jika ia tidak menuruti perintahnya. Tidak, Alena tidak memiliki pilihan selain berbohong, membohongi orang lain dan dirinya sendiri.

"Kalian sudah putus? Dan kau sudah tidak mencintai Jonatan! Apa kau yang mengkhianatinya hah! Kau beraninya mempermainkan putraku! Dasar wanita jalang!" maki Nyonya Reina murka. 

Wanita paruh baya itu bahkan sudah melangkah siap menyerang Alena. Namun, dengan sigap Azam langsung berdiri dihadapan Alena. Pria itu mencoba menghadang serangan sang mamah tiri yang hendak menjambak rambut Alena. 

"Kau kurang ajar Alena! Wanita tidak tahu diuntung!" Nyonya Reina berteriak dengan tangan yang  berusaha menggapai rambut Alena. 

"Sudah kubilang jangan berteriak di rumahku!" bentak Azam tak kalah garang sambil memegangi tangan Nyonya Reina. 

"Mah!" Tuan Abraham tak tinggal diam pria paruh baya itu pun sigap memegangi lengan sang istri mencoba ikut melerai. 

"Bawa istrimu pergi Ayah! Jangan sampai kesabaranku hilang!" ucap Azam lagi masih dengan nada tinggi, mengusir kedua orang tua itu. 

"Kita pulang Mah!" Tuan Abraham berkata dengan nada tegas menatap sang istri kemudian menuntunnya keluar dari kediaman Azam. 

"Kau berani menyakiti putraku, maka tunggu pembalasanku Alena!" teriak Nyonya Reina sebelum wanita itu benar-benar pergi. 

Nyonya Reina benar-benar sudah naik pitam. Ia begitu kecewa saat mendengar jawaban yang keluar dari mulut Alena. Sungguh, ia tidak menyangka jika Alena mampu berbuat sekejam itu pada Jonatan.

Bagaimana bisa Alena mengatakan mereka telah putus dan wanita itu mencintai Azam. Sementara, baru dua hari yang lalu Jonatan bercerita jika putranya itu ingin melamar Alena. Iya, Jonatan rupanya sempat curhat dengan sang mamah. 

Pria itu mengatakan jika ia akan pulang dan melamar Alena terlebih dahulu sebelum ia menjalani ujian akhirnya. Jonatan berencana setelah kelulusannya pria itu akan langsung menikahi Alena dan membawanya ke London.  Namun, kenyataan kini begitu menyakitkan, rencana indah sang putra hanya tinggal angan-angan. Tidak, Nyonya Reina tidak akan terima putranya disakiti seperti ini. 

Sepeninggal Tuan Abraham dan Nyonya Reina. Alena terduduk dilantai dengan derai air mata, hatinya begitu hancur saat ini. Ketika ia harus mengatakan jika dirinya tak lagi mencintai Jonatan. Sementara Azam, berdiri menyilangkan tangannya sambil terus menatap Alena yang tengah tertunduk sambil terisak. 

Bahu Alena bahkan sampai bergetar karena isak tangisnya yang terasa sesak. Azam terus menatap tanpa berkata sepatah katapun. Pria itu terus saja memandangi Alena yang sama sekali tak menyadari jika saat ini dirinya tengah menjadi pusat perhatian sang suami.

"Kau masih ingin terus menangis, hah!" ucap Azam tegas seraya berjongkok mensejajarkan dirinya dengan sang istri. Alena seketika tersadar dan langsung menghentikan isak tangisnya.

"Heh bukanlah kau tadi berkata jika kau sudah tidak mencintai Jonatan? Jadi untuk apa tangisanmu ini!" Azam kembali berucap seraya mencengkeram dagu Alena membuat wanita itu seketika mendongak. 

Azam menatap lekat manik mata Alena yang dipenuhi air mata. Sementara, Alena semakin ketakutan melihat tatapan Azam yang begitu menyeramkan. 

"Aku akan memberikan hukuman karena kau berani menangis untuk pria lain!" ujar Azam menghapus air mata Alena kasar kemudian pria itu tanpa aba-aba langsung menggendong tubuh karena bak karung beras. 

"Akhhh! Lepaskan aku!" Alena memekik kaget ketika tubuhnya digendong oleh Azam. 

Azam melangkah naik ke lantai dua kamarnya. Pria itu sama sekali tak memperdulikan teriakan Alena. Sungguh emosi Azam kembali terpancing saat melihat Alena menangis untuk Jonatan. 

Rasa iri dalam diri Azam rupanya begitu besar pada Jonatan. Sejak sang ibunda meninggal dan sang ayah menikah dengan Reina. Kasih sayang sang ayah seakan hilang dan berpidah pada Jonatan. 

Azam merasa segalanya telah diambil darinya oleh Jonatan. Itulah mengapa Azam tumbuh tanpa kasih sayang dan perhatian sang ayah. Membuat pria itu mengeraskan hatinya, karena terbiasa menyembuhkan lukanya sendiri. 

"Aahhh!" jerit Alena ketika tubuhnya dihempaskan oleh Azam keatas ranjang. 

Seketika tubuh wanita berparas cantik itu beringsut mundur menghindari Azam yang tengah mendekatinya. 

"Kau berani menangisi pria lain di depan ku!" Azam berkata seraya mendekat pada Alena. 

"Ti-tidak a-aku—" jawab Alena tergagap dan langsung dipotong oleh Azam.

"Tidak apa, hah! Heh, rupanya cintamu begitu besar untuk pria itu?" Azam terus mendekat membuat Alena semakin ketakutan. 

"Sepertinya aku harus memberi mu pelajaran agar kelak kau tidak akan berani lagi memikirkan laki-laki lain!" ucap Azam seraya menarik Alena dan mengungkung tubuh wanita itu. 

"Tidak!!" Alena menjerit ketika Azam lagi-lagi melakukan penyatuan padanya. 

Sungguh Alena benar-benar hancur saat ini. Wanita itu ingin menolak namun, ia tak punya daya untuk itu. Alena merasa dirinya begitu hina dan kotor.  Karena Azam menjadikan dirinya budak hanya untuk balas dendam. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status