Share

Perjanjian Kontrak dengan Tuan Presdir
Perjanjian Kontrak dengan Tuan Presdir
Author: Errenchan

Mengakhiri Kontrak

“Saya ingin mengakhiri kontrak kerja sama,” ucap laki-laki setengah baya itu dengan wajah datar dan tatapan mata sedikit tajam.

Haruna terlihat sangat terkejut, dia membulatkan mata sempurna, dan tak percaya dengan apa yang dia dengar. Itu artinya karier yang selama ini dia rintis akan berakhir begitu saja? Haruna yang masih bingung harus bicara apa langsung menarik napas panjang dan mengembuskan perlahan.

“Untuk apa saya mempertahankan artis yang tidak berkembang? Hanya bisa membuat agensi rugi! Apa kau pikir saya tidak rugi? Kau itu tidak ada kemampuan apapun, kemampuan akting mu juga kurang di mata sutradara, apa kau tidak menyadari hal itu? Kau hanya penghambat, Haruna. Bahkan, Emili rela mengalah dengan mu,” ucap Ares, CEO agensi yang membuat Haruna tampak menahan diri untuk tidak melawan atasannya meski pria itu terus berkata buruk.

“Saya sudah berusaha meningkatkan akting saya, Pak, bahkan beberapa orang sudah mengakui kemampuan—”

“Beberapa orang? Apakah semua sutradara mengakui kemampuan mu? Sejujurnya, saya sedikit menyesal telah merekrutmu menjadi aktris di agensi ini. Saya pikir, dalam dua tahun ini kau akan memberikan keuntungan untuk agensi,” sela Ares yang sudah terlihat sangat marah.

“Pak, tapi saya juga sudah berusaha keras untuk agensi.”

“Apa semua usaha mu sudah ada hasilnya? Keputusan saya sudah bulat, Haruna.”

“Tapi masa kontrak saya masih tersisa lima bulan, Pak.”

Ares kembali melihat ke arah Haruna dengan senyuman meremehkan. “Lalu? Apa kau bisa menjadi terkenal dalam waktu lima bulan? Jangan mimpi, Haruna.”

“Tolong berikan saya satu kesempatan satu kali lagi, Pak, saya akan berusaha lebih keras,” mohon Haruna yang tidak ingin mengakhiri kontraknya begitu saja. Apalagi mengingat kerja kerasnya saat sebelum dan sesudah menjadi aktris. Sungguh tidak mudah.

Ares menarik napas panjang dan mengembuskan perlahan, dia menatap Haruna dengan serius dan memberikan satu anggukan. “Baiklah, saya akan memberikan kesempatan terakhir. Dalam lima bulan ini kau harus bisa menepati janjimu, kalau tidak … saya tidak akan mau memperpanjang kontrak. Paham?”

Haruna mengangguk dan merasa senang karena pihak agensi memberikan satu kesempatan terakhir. “Kalau begitu, saya kembali ke ruang latihan,” pamitnya sopan dan langsung berjalan keluar ruangan.

***

Ketiga wanita itu berhenti latihan akting dengan senyuman, karena latihannya lebih sempurna dibanding sebelumnya. Mereka pun kembali duduk di kursi  dan masing-masing manager mereka mendekat untuk memberikan minum.

“Akting lo gue lihat udah meningkat,” puji Davina, wanita rambut pendek yang menoleh pada teman di sampingnya.

“Iya, itu juga berkat lo yang selalu bantu gue,” jawab Emily dengan senyuman dan membuat Cherly ikut menoleh melihat Emily.

“Lo harus terus tingkatin kemampuan lo, Em, jangan kayak Haruna yang jadi penghambat," ucapnya yang baru saja selesai minum. Saat melihat kedua temannya menggelengkan kepala, membuat wanita itu tampak bingung. Namun, melihat kode yang diberikan oleh Emily, wanita itu langsung menoleh ke belakang dan terkejut melihat Haruna berdiri di ambang pintu. Cherly pun langsung memberikan senyuman palsu pada Haruna.

“Gimana? Pak Ares bilang apa?” tanya Davina yang beranjak dari duduknya dan berjalan mendekat diikuti oleh Emily dan Cherly di belakang.

“Pak Ares … mau akhiri kontrak gue di agensi ini,” jelas Haruna yang membuat Davina dan Emily terkejut, tidak dengan Cherly yang hanya menunjukkan raut datar.

“Hah, serius? Lo nggak bercanda, kan?” tanya Davina yang masih tidak percaya dengan perkataan Haruna. Dia tau sendiri bagaimana perkembangan temannya itu.

“Lo pikir hal kayak gini bisa dibercandain?” tanya Haruna yang menahan rasa kesalnya agar tidak bertengkar. “Tapi … agensi masih kasih kesempatan lima bulan buat pembuktian kalau gue bisa jadi aktris terbaik di agensi ini,” lanjutnya dengan senyuman optimis.

“Aktris terbaik? Jangan terlalu percaya diri, Haruna. Gue liat, akting lo nggak ada perkembangan,” sarkas Cherry yang membuat Davina langsung menyenggol lengan temannya itu agar tidak memperkeruh masalah.

“Na, jangan dengerin Cherly, gue yakin lo pasti bisa,” ucap Davina yang memberikan semangat untuk Haruna.

“Agensi cuma kasih waktu lo lima bulan, apa lo bisa? Selama syuting, lo orang pertama yang jadi penghambat, Na! Lo penghambat kita semua!"

“Cher, udah, jangan dilanjut!” ujar Emily yang menarik tubuh Cherly ke belakang.

“Lepas, Em! Haruna harus sadar diri kalo dia nggak pantes jadi akrtis!” ujar Cherly yang memberontak.

Haruna yang mendengar semua perkataan Cherly hanya terdiam, dia tidak ingin membuat keadaan semakin buruk. Wanita itu menundukkan kepala sembari menarik napas panjang dan mengembuskan perlahan dengan mengepalkan tangannya. Dalam waktu lima detik, Haruna kembali mengangkat kepalanya dan menatap Cherly dengan senyuman tipis.

“Gue bakal buktiin ke lo kalo gue pantes buat jadi aktris!” Haruna langsung mengambil tas miliknya dan berjalan keluar dari ruang latihan, tidak peduli dengan Davina yang berusaha untuk menahan Haruna.

***

Haruna berdiri di depan rumah mewah dan sangat besar, dia sendiri tidak kenal kenal siapa pemilik rumah ini. Kenapa sang mama menyuruhnya untuk datang ke sini? Apa yang dia rencanakan? Lagi-lagi feeling terasa tidak enak, apa hari ini adalah hari sialnya? Haruna menggelengkan kepala cepat, lalu menarik napas panjang dan mengembuskan perlahan.

“Maaf, Anda siapa? Ada keperluan apa?” tanya pria berbadan besar dan berwajah seram yang berdiri di depan Haruna.

“Ah, saya Haruna, saya hanya disuruh untuk datang ke sini,” jawab Haruna sopan dengan senyuman.

Pria berbadan besar itu melihat ke ponsel untuk mengecek sesuatu, lalu kembali menatap Haruna. “Mari saya antar,” ucapnya berjalan lebih dulu dan diikuti oleh Haruna. Pria tersebut mengantarkan Haruna ke meja makan,

Haruna melihat satu persatu orang yang duduk di meja makan, tidak ada satupun orang yang dia kenali. Saat melihat sang mama mengangkat tangan, Haruna langsung tersenyum dan berjalan menghampiri, lalu langsung duduk di sampingnya.

“Kenapa lama sekali?” tanya sang mama berbisik.

“Macet, tau sendiri ini weekend,” jawab Haruna.

“Ah, jadi ini Haruna, ya? Cantik sekali,” ucap wanita setengah baya yang duduk di hadapan sang mama.

Haruna yang mendengar langsung melihat ke arah wanita itu dengan senyuman canggung, pasalnya dia sama sekali tidak kenal dengan mereka. “Iya, tante, saya Haruna,” sapanya dengan sopan. Pandangan Haruna seketika tertuju pada laki-laki yang duduk di hadapannya. Wajah dingin dan tatapan maja tajam.

“Oke, karena Haruna sudah datang, mari kita langsung saja bahas,” ucap Adele, mama Haruna.

“Ma, bahas apa? Mama punya hutang sama keluarga ini?” tanya Haruna dengan suara pelan.

“Jangan sembarangan bicara kamu, Na. Mama cuma ingin menjodohkan kamu dengan Ravindra,” ujar Adele membuat Haruna membelalakkan mata lebar.

“Apa? Jadi ini acara penting yang mama bilang? Perjodohan?!”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status