Share

Bab 16

“Ini nggak adil.” Luna bangkit berdiri dengan ekspresi yang terlihat marah.

“Kalau ibunya bukan Sinta, apakah kalian akan tetap memilih dia? Apalagi dia terlambat! Seharusnya peran utama nggak akan jatuh ke tangannya, tapi ke kandidat yang ada dari awal!”

“Kamu bukannya mau bilang dirimu sendiri?” sahut Anna sambil tertawa sinis.

Wajah Luna pucat pasi dengan ekspresi yang tampak sangat menyedihkan. Dia melihat ke arah para juri dengan mata merah. Para juri saling berpandangan sejenak dan merasa kalimat perempuan itu ada benarnya juga.

Akan tetapi, mereka semua mengerti kalau Luna tidak cocok jadi pilihan mereka. Kalau bukan karena tidak ada pilihan orang lain lagi, Martin juga tidak akan memilih dia. Sekarang setelah ada sosok Winda yang cantik di hadapannya, siapa yang bisa memilih Luna lagi.

Martin berdiri dengan perlahan, mata dinginnya menatap Luna dengan lekat dan berkata dengan nada jengah, “Memangnya kamu nggak tahu kemampuanmu sendiri seperti apa? Kalau aku jadi kamu, aku nggak akan berani ngomong seperti itu.”

“Kamu!” Wajah Luna memerah dan dia menatap Martin tidak percaya. Seakan-akan dia tidak menyangka lelaki itu akan mengatakan kalimat yang begitu menyakitkan.

Martin tidak ingin menghabiskan waktu untuk meladeni perempuan itu. Dia melangkahkan kakinya ke arah Winda sambil menyunggingkan senyuman lebar. Tangan lelaki itu terulur ke arah Winda dan berkata, “Halo, aku Martin.”

Senyuman pemuda itu tampak sangat menyilaukan hingga membuat Winda tercenung sejenak. Tangannya terulur dengan perlahan dan membalas, “Winda.”

Dua sikap yang begitu kontras membuat Luna merasa luar biasa malu. Apalagi orang-orang di sekitar mulai melayangkan pandangan iba dan juga meledek. Perbedaan tersebut membuatnya ingin sekali sembunyi ke dalam perut bumi sekarang juga.

Luna bersumpah dia tidak akan membiarkan Luna begitu saja!

Setelah semuanya selesai, Winda menolak tawaran Jason yang ingin mengantarnya pulang. Dia berkata pada Julia kalau dirinya ingin pergi ke toilet. Sialnya, dia bertemu lagi dengan Luna di sana.

“Wi-“ Luna seketika tersadar dan merubah sikapnya dan berpura-pura menyapa, “Kakak.”

Sudut mata Winda menyipit dan berkata, “Minggir!”

“Kakak masih marah denganku? Sebenarnya masalah malam itu hanya sebuah kesalahpahaman saja. Aku-“

Mata dingin Winda menyapu perempuan itu dan berkata, “Jangan bersandiwara lagi, di sini nggak ada orang lain. Sebenarnya apa yang mau kamu lakukan?!”

Luna tercenung sesaat. Dia yang memang malas untuk berpura-pura langsung melipat kedua tangannya dan menyandarkan tubuhnya di tembok. Dengan nada bicara angkuh dia berkata, “Aku mau kamu kasih kesempatan kali ini ke aku.”

“Atas dasar apa aku harus melakukannya?!”

“Karena aku bisa membuat Jefri memaafkanmu,” kata Luna sambil memasang senyum penuh kemenangan.

“Dia sudah mengabaikanmu selama beberapa hari, kan? Asalkan aku bantu kamu bicara, dia pasti-“

“Cih! Kamu pikir aku sudi?” balas Winda sambil tertawa sinis.

Tawa Luna berubah kaku ketika mendengar apa yang dikatakan Winda.

“Kalian pikir aku nggak tahu apa yang kalian berdua perbuat dan pikirkan?” ujar Winda dengan ekspresi yang tampak menggelap. Sorot matanya tajam dan dingin sambil menambahkan, “Jangan ganggu aku lagi! Minggir!”

Luna dibuat merinding karena tatapan perempuan itu. Kenapa bisa menjadi seperti ini? Jefri merupakan satu-satunya senjata yang digunakan oleh Luna untuk mengendalikan Winda. Akan tetapi kenapa sekarang tidak bisa digunakan olehnya?

Winda mengulurkan tangannya mendorong perempuan itu dan melanjutkan langkahnya. Akan tetapi, langkahnya tertahan karena Lani mencengkeram lengannya. Tanpa berpikir panjang, Winda langsung melayangkan satu tamparan ke wajah Lani.

Tamparan itu membuat Lani tampak terkejut dan emosi. Ketika dia bersiap hendak membalas Winda, matanya menangkap sosok Anna yang berdiri di depan kamar mandi. Dengan cepat Lani memegang bekas tamparan di pipinya dan dengan ekspresi sedih menatap ke arah Winda dan berkata,

“Kakak, aku sudah mengalah karena Kakak mau menjadi tokoh utama. Kenapa Kakak masih memukulku?”

Winda juga menangkap sosok Anna di sana. Akan tetapi dia tidak berkata apa pun dan langsung masuk ke dalam kamar mandi. Hal itu membuat Luna terkejut dan tercengang. Kenapa Winda tidak bersikap seperti apa yang dia rencanakan dan bayangkan?

Anna juga tidak menyangka akan melihat kejadian tersebut. Setelah diam sejenak, dia melanjutkan lagi langkahnya. Dengan cepat Luna mengusap air matanya dan menunjukkan wajahnya yang memerah sambil berkata pada Anna,

“Kamu sudah lihat kejadian tadi, kan? Kakak nggak sengaja, kamu bisa jaga rahasia tentang kejadian ini?”

“Apa urusannya denganku? Jangan halangi jalanku!” sahut Anna dengan nada jengah. Emosi Luna memuncak, tetapi dia bisa melampiaskannya dan hanya bisa menahannya dalam hati.

Winda keluar setelah selesai mencuci tangannya dan langsung pergi dari sana. Luna yang masih tidak terima langsung mengejarnya. Mendadak Luna mendengarkan suara seorang lelaki yang tengah berbicara di belokan depan sana. Dia menyapu pandangannya ke sekitar, dan memastikan tidak ada kamera CCTV. Detik selanjutnya Lani langsung mendorong Winda dengan kuat.

Winda yang tidak ada persiapan apa pun langsung jatuh ke depan. Detik selanjutnya dia sudah menemukan dirinya ada di dalam pelukan hangat seseorang. Aroma yang begitu familiar menghampiri indra penciumannya. Tubuhnya seketika menegang di tempat.

Terdengar suara dingin yang berkata, “Kamu mau peluk sampai kapan?”

Sebelum Winda tersadar, tubuhnya sudah di dorong oleh orang lain. Dia mendongak dan matanya bertemu dengan sepasang mata dingin milik seseorang.

“Hengky?” Winda tampak terkejut dan dia bengong sesaat. Kemudian dia menyunggingkan tawanya lagi dan menubruk tubuh lelaki itu sambil bertanya, “Kenapa kamu ada di sini?”

Ekspresi Hengky tampak dingin dan dia mengerutkan keningnya dan bertanya, “Apa yang kamu lakukan?”

“Bu Winda, ini tempat umum. Nggak pantas kalau Ibu mengusik seorang lelaki seperti itu,” ujar seorang perempuan dari samping. Nada bicara orang tersebut terdengar tidak senang.

“Orang yang aku usik itu lelakiku sendiri, apa hubungannya dengan kamu?” balas Winda sambil menoleh ke pemilik suara itu. Dia baru menyadari ada seorang perempuan yang berdiri di belakang Hengky.

Perempuan itu mengenakan terusan ungu muda dan memiliki rambut panjang yang hitam berkilau. Wajahnya cantik dan juga terlihat sedikit angkuh. Sorot matanya menunjukkan bahwa dia sengaja mengatakannya dan juga tampak tidak senang.

Winda mengenali perempuan itu. Dia ada ratu entertain nomor satu, Yuna Lumanda. Kenapa dia bisa bersama dengan Hengky?

Mendengar ucapan Winda membuat wajah Yuna berubah seketika. Dia menoleh ke arah Hengky dengan mata melotot. Mata Hengky memicing dan ekspresi wajahnya tampak terkejut. Ternyata Winda mengakui hubungan mereka di hadapan orang lain.

Menemukan ekspresi Hengky yang juga tampak terkejut membuat Yuna mendadak merasa sedikit lega. Dia maju dan berdiri di hadapan Winda sambil berkata dengan dingin, “Bu Winda, tolong jaga sikap Ibu. Ibu nggak boleh bersikap sesuka hati, Ibu nggak boleh mengatakan kalimat seperti itu lain kali agar nggak ada yang salah paham.”

Winda terdiam mendengar ucapan perempuan itu. Apa hubungannya dengan Yuna kalau dia berbicara dengan suaminya sendiri? Dia memandangi Yuna dari ujung kepala hingga ujung kaki dan merasakan sorot waspada dan penuh persaingan dari mata perempuan itu.

Setelah itu dia memandangi Hengky yang raut wajahnya tampak datar dan tidak terlihat dia hendak menjelaskan. Hati Winda seperti diremas seketika. Apakah sikap Hengky yang dingin karena dia sudah berpindah hati?

Yuna menerima pandangan penuh penilaian Winda dan dengan sengaja mendekatkan dirinya ke arah Hengky. Dia juga melayangkan pandangan sinis serta merendahkan pada Winda. Melihat kedua orang itu yang begitu dekat membuat Winda merasa terganggu. Selain itu, ternyata Hengky juga tidak keberatan!

 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status