Share

Bab 4. Sun Light Run

Duar!

Sebuah ledakan kecil terjadi. Sihir Azura berhasil mengenai satu pohon besar di depannya tanpa menumbangkan pohon tersebut.

“Hah.”

Azura menghela napasnya sejenak.

‘Tubuhku tidak lemas seperti tadi,’ kata Azura di dalam hati.

“Hebat! Kau hebat Azura! Kau sudah bisa mengendalikan mana dan power sihirmu,” ujar Camari.

“Itu semua karena kau, Camari.” Sahut Azura sambil tersenyum lebar.

Camari menggelengkan kepalanya. “Tidak, itu semua karena kerja keras dan kemampuanmu.”

Bruk!

Azura seketika memeluk Camari.

“Ah Camari, kau begitu lembut dan baik hati. Berbeda sekali dengan burung jantan yang super menyebalkan itu,” ucap Azura.

“Hehe, terima kasih pujiannya,” seloroh Camari.

“Woy Azura buruk rupa! Aku masih bisa mendengar kata-katamu ya!” teriak Camaro dari ketinggian.

“Berisik kau burung gemuk!” Cibir Azura sambil melepaskan pelukannya.

Aum!

Tiba-tiba terdengar suara hewan yang familiar bagi Azura.

“Camari, apa kau dengar sesuatu?” tanya Azura.

Camari menganggukkan kepalanya perlahan-lahan.

“Hei Camari, Azura, cepat pergi!” seru Camaro dari ketinggian.

“Memangnya ada apa?” tanya Azura.

Aum!

Seekor harimau muncul dari balik semak. Terlihat matanya yang membulat sempurna, seakan bersiap menyantap daging lezat di depannya.

Glek!

Azura tertegun dan mematung.

“Azura, lari!" Bisik Camari yang perlahan-lahan mengepakkan sayapnya.

“Ba-ba-bagaimana caranya? Pasti lari harimau itu lebih kencang, kan? Aku bisa diterkam,” keluh Azura.

“Azura bodoh! Pakailah sihir!” teriak Camaro dari atas pohon.

“Kau yang bodoh Camaro! Kau saja baru mengajarkanku sihir penyerangan tingkat dasar,” sahut Azura.

Aum!

Harimau itu perlahan-lahan berjalan mendekat ke Azura dan Camari.

‘Aku harus bagaimana?’ tanya Azura di dalam hati.

“Azura, aku duluan ya.” Kata Camari sambil terbang ke atas.

“He-hei Camari, tunggu!” seru Azura, tetapi Camari tidak menghiraukannya.

Azura perlahan melangkah mundur.

“Ha-hai harimau, kau bisa bicara, bukan?” tanya Azura.

Aum!

Harimau itu hanya mengaum.

“Hei Azura bodoh! Harimau itu tidak mengerti bahasamu!” teriak Camaro dari kejauhan.

“Kau ini! Berhentilah mengoceh!” seru Azura.

Aum!

Harimau itu melompat ke arah Azura, tetapi dengan cepat Azura bisa menghindarinya.

“Ini sih boro-boro aku melawan raja iblis, melawan harimau saja sudah berdebar-debar setengah mati,” gerutu Azura.

“Berhenti mengeluh gadis bodoh! Pikirkanlah sesuatu!” seruan Camaro yang terdengar samar.

‘Pikirlah Azura, pikir,’ kata Azura di dalam hati.

Brak! Aum!

Harimau itu lagi-lagi mengambil kesempatan untuk menerkam Azura

Bruk!

Azura masih bisa menghindari serangan harimau, meski ia terjatuh.

“Sial, aku bisa mati di sini,” umpat Azura.

Aum!

Harimau itu menatap Azura sambil mengeluarkan liur yang cukup banyak.

“Baiklah, aku akan mencoba.” Kata Azura seraya beranjak berdiri.

“Wahai Dewa penyelamat alam semesta, berikanlah kami sedikit kekuatanmu. Elemenzeus white light ball.” Ucap Azura sambil mengeluarkan sihir bola cahaya putih ke arah harimau itu.

Syu! Set! Duar!

Harimau itu dengan cepat menghindari sihir.

“Sial,” geram Azura.

Aum!

Harimau itu mengambil ancang-ancang untuk menyerang Azura kembali.

‘Camari bilang, sihir itu sesuai kemauan hati. Apakah aku bisa menciptakan sihir sendiri?’ tanya Azura di dalam hati.

Aum! Srak!

Harimau itu melompat ke arah Azura, tetapi Azura dengan cekatan melompat untuk menghindarinya.

“Aku akan mencoba lagi,” gumam Azura.

Aum!

Pandangan harimau itu mengisyaratkan bahwa ia sudah habis kesabaran untuk menghadapi Azura.

‘Pikirkan sihir untuk berlari!’ tekad Azura di dalam hati.

“Wahai Dewa penyelamat alam semesta, berikanlah kami sedikit kekuatanmu. Elemenzeus sun light run.

Seketika tubuh Azura dikelilingi cahaya putih.

‘Aku berhasil! Aku merasa lebih ringan,’ kata Azura di dalam hati.

Wush!

Azura berlari menjauh dari Harimau itu dengan cepat.

Srak!

Tiba-tiba Azura menghentikan langkah kakinya.

“Ternyata benar kata Camari, aku bisa mengendalikan sihir sesuka hati,” ucap Azura.

Aum!

Dari kejauhan terlihat harimau itu berlari menuju Azura.

“Kali ini, aku bisa pakai sihir penyerangan tingkat dasar. Wahai Dewa penyelamat alam semesta, berikanlah kami sedikit kekuatanmu. Elemenzeus white light ball.” Teriak Azura sambil mengarahkan tangannya ke harimau itu.

Syu! Gubrak!

Sihir Azura berhasil mengenai harimau dan menghempaskan hewan berbulu itu hingga menabrak pohon besar.

“Syukurlah, aku berhasil.” Kata Azura sambil tersenyum lebar.

“Wahai Dewa penyelamat alam semesta, berikanlah kami sedikit kekuatanmu. Elemenzeus sun light run,” ucap Azura.

Azura kembali menggunakan sihir berlari yang baru saja ia ciptakan untuk menjauh dari harimau itu.

***

“Husy. Husy.”

Azura bersandar ke batang pohon besar sambil mengatur napasnya.

“Meski aku bisa mengontrol mana, tetapi menggunakan sihir berlari melelahkan juga,” ucap Azura.

“Azura!” terdengar suara Camari dari ketinggian.

Azura pun mengadahkan kepalanya. Terlihat Camaro dan Camari yang perlahan turun mendekatinya.

“Kau tidak apa-apa?” tanya Camari dengan ekspresi khawatir.

Belum sempat Azura menjawab pertanyaan Camari, tetapi Camaro lebih dulu menyanggahnya. “Untung saja kau tidak mati diterkam harimau.”

“Diam kau burung jantan menyebalkan!” teriak Azura kepada Camaro.

“Azura, apakah kau menciptakan sihir baru?” tanya Camari.

Bruk!

Azura menyilangkan kakinya, lalu menatap kedua burung di depannya.

“Iya, aku menciptakan sihir untuk berlari,” jawab Azura.

“Hebat! Kau sangat hebat!” puji Camari.

“Heleh, biasa saja. Cuma sihir tingkat dasar itu mah,” sahut Camaro.

Pluk!

Azura melemparkan batu kerikil ke kepala Camaro.

“Woy Azura bodoh! Mengapa kau menimpukku?” teriak Camaro.

“Mingipi kiu minimpikki.” Cibir Azura sambil memeragakan ekspresi Camaro.

“Dasar kau ini!” Teriak Camaro yang berusaha memukul Azura, tetapi Camari menghalaunya.

“Sudahlah Camaro, sabar!” seru Camari.

“Cih.” Umpat Camaro sambil membelakangi Azura dan Camari.

“Hah.”

Camari menghela napasnya sejenak.

“Omong-omong, mengapa ada harimau yang menyerangku?” bingung Azura.

“Wajar saja, lagi pula ini di hutan,” sahut Camaro.

“Hei Camaro, bukankah itu perbuatanmu?” Tanya Camari sambil menggoda Camaro.

“Apa? Perbuatan Camaro? Jadi, harimau itu disuruh Camaro untuk menyerangku?” Azura dengan kaget memastikan kebenarannya.

Camari menganggukkan kepalanya. “Iya, perbuatan Camaro.”

“Camaro!” Azura berteriak dengan penuh emosi.

“A-ah, Azura tenanglah!” seru Camari.

Azura mengumpulkan beberapa batu kerikil dan bersiap untuk menyerang Camaro secara beruntun.

“Hei Camaro, minta maaflah!” Seru Camari sambil menggoyang-goyangkan tubuh Camaro.

“Hah, baiklah. Aku minta maaf,” ucap Camaro.

“Seenaknya sekali kau minta maaf setelah membuat nyawaku terancam!” Teriak Azura sambil melemparkan batu kerikil ke arah Camaro.

“Azura, tenanglah!” Seru Camari sambil menghalau serangan Azura.

Plak!

Camaro dengan kencang menendang kepala Azura.

Gubrak!

Azura pun terjatuh menabrak pohon.

“Hei Camaro, mengapa kau lakukan itu?” tanya Camari dengan panik.

“Cih, habisnya perempuan itu tidak bisa tenang,” jawab Camaro.

“Aku tidak mungkin bisa tenang setelah kau berniat membunuhku!” sahut Azura.

“Aku tidak berniat untuk membunuhmu bodoh,” ujar Camaro.

“Lalu apa?” Azura memaksa jawaban dari Camaro.

Camaro pun terdiam.

“Jangan diam, Camaro!” paksa Azura.

Azura dan Camaro terlibat kontak mata yang sangat tajam.

“Hei kalian, tenanglah,” lirih Camari.

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status