Share

Penguasa Hati
Penguasa Hati
Author: Merry

Bab 1

Tara Nadira berlari sangat kencang, seakan hidupnya bergantung pada aktifitas yang sangat melelahkan dan tentu saja menguras energinya yang sudah ia gunakan sebagian untuk bekerja part time di sebuah Mini Market dekat dengan tempat tinggalnya sekarang, tepatnya di sebuah Kos yang sederhana, namun nyaman untuk di tempati.

"Akhirnya sampai juga ..." Monolog Tara dengan nafas yang memburu dan detak jantung yang masih berdetak kencang.

Gadis berambut panjang yang diikat seadanya itu langsung duduk di kursi paling belakang. Tempat favoritnya selama ini. Tak ada yang peduli akan kehadirannya di kelas yang mulai ramai dengan suara mahasiswa yang tengah bercanda atau melakukan hal lainnya, sehingga menimbulkan suara yang riuh di dalam ruangan ber-AC itu.

Tapi Tara tak peduli dengan semua aktifitas yang tidak penting di matanya, seperti mereka yang juga tak pernah peduli akan kehadirannya. Tara selalu ada di kelas itu, tak pernah bolos satu kali pun, tapi sosoknya seperti hilang seperti suaranya yang jarang ia gunakan walau hanya untuk sekedar berbasa-basi. Lagi pula tak ada gunanya mencoba berbasa-basi dengan mereka yang hanya peduli dengan dirinya sendiri, begitu fikir Tara.

Setiap kali masuk ke kelas, ia akan langsung duduk di belakang. Meja dan kursi yang tak pernah di sentuh oleh teman-teman sekelasnya yang lain.

Seperti saat ini, ia langsung meletakkan kepalanya di meja dengan nyaman sambil memakai headsetnya yang sudah ia siapkan sejak tadi. 

Ini adalah tahun keduanya kuliah di Universitas bergengsi di Kotanya ini, namun Tara hanya peduli pada nilainya semata. Karena nilai akademik adalah satu-satunya alasan kenapa puteri seeorang Petani sederhana dari sebuah Desa terpencil yang memiliki tiga orang adik yang masih berusia 5, 10, dan 13 tahun bisa kuliah di kampus yang hanya bisa dimasuki  oleh mereka yang rata-rata anak dari konglomerat ini. Beasiswa yang diberikanpun terbatas hanya untuk dua orang dengan nilai tertinggi saat tes masuk. 

Tara sadar akan keadaannya, karena itulah ia telah bertekad akan fokus untuk kuliah dan tak akan memikirkan hal lainnya. Bahkan untuk meringankan beban Ibu Bapaknya di Desa, ia memilih untuk bekerja part time. Beruntung pemilik mini market tempatnya bekerja sangat mengerti akan keadaannya. Jadi ia akan bekerja menyesuaikan dengan jadwal kuliah dan upahnya dihitung berapa lama ia bekerja. 

Selama nilainya stabil, Tara tak akan pernah risau dengan iuran semesternya. Namun tidak untuk biaya hidupnya sehari-hari, ia tak ingin membebani kedua orang tuanya. Karena itulah Tara mencari kos yang dekat dengan Kampus, agar ia bisa jalan kaki dan beruntungnya lagi ia bisa menemukan kos sederhana yang ramah di kantong namun tetap nyaman. 

***

"Tar, tugas statisikmu dari Buk Anna udah selesai kan?" Suara cempreng Elsa mengganggu Tara yang tengah mendengarkan musik yang selalu bisa menenangkannya. 

"Udah." jawab Tara singkat sambil tersenyum kecil pada Elsa yang langsung tersenyum lebar memperlihatkan deretan giginya yang terpasang behel berharga lima kali lipat dari sewa bulanan kos Tara. 

"Pinjem dong ... mumpung Buk Annanya belum dateng nih." 

Tara mengeluarkan buku tugasnya dari satu-satunya tas yang ia gunakan ke kampus selama ini, dengan sekali gerakan cepat buku tugas Tara telah berpindah tangan. "Thanks Tara yang baik dan tidak sombong," ucap Elsa dengan ceria. Tara hanya menganggukan kepalanya dan kembali tenggelam dengan dunianya sendiri. 

Tara memang tak pernah peduli dengan kehidupan teman-temannya yang sebagian besar mereka habiskan dengan bersenang-senang, ia tak pernah membenci mereka, tapi Tara tak ingin tergoda untuk hidup seperti itu. Sekali lagi karena ia sadar akan kondisinya. 

Tak jarang Elsa dan beberapa teman-teman gadis di kelasnya yang lain mengajak Tara, namun gadis itu selalu menolak dengan halus. Sampai merekapun menyerah. Selain itu, mereka juga tak pernah terganggu dengan kehadiran Tara yang lebih menikmati dunianya sendiri, dengan buku dan musik yang ia dengarkan. Terlebih Tara tak pernah pelit memberikan jawaban setiap mereka kesulitan memahami materi yang diberikan Dosen. Bahkan hampir semua dari mereka pernah meminjam buku tugas Tara dan ia tak keberatan. Itulah alasan mengapa Teman-teman sekelasnya tak pernah mengusik apalagi merundung Tara. 

Bukan hanya teman-teman gadisnya saja, namun semua pria di kelasnya tak ada yang berani menggoda Tara yang memang sangat jelas menarik diri dari pergaulan. Aktifitasnya sebagai Mahasiswa terkesan membosankan bagi mereka, Kampus - bekerja - Kos. Tak ada rute yang lain. Belum termasuk penampilannya yang terlihat jauh dari kata 'biasa' saja. Sangat berbanding terbalik dengan semua teman-teman mereka yang modis. 

Sepuluh menit setelah Elsa mengembalikan buku tugas Tara, Dosen mereka masuk bersama seorang mahasiswa yang belum pernah mereka lihat sebelumnya. Benar saja, setelah Buk Anna, mengatakan bahwa pria tinggi yang berdiri di depan kelas itu adalah mahasiswa pindahan, seketika kelas menjadi riuh. Sebagian besar gadis di kelas itu, langsung sibuk memperbaiki rambut, atau apa pun yang mereka rasa kurang dan bisa segera di perbaiki guna menarik perhatian mahasiswa pindahan yang memang terlihat berkelas dari semua brand mahal yang melekat di tubuhnya. Semua mata mereka takjub dengan tubuh tinggi dan tatapannya yang tajam dan sulit ditebak. Hanya Tara seorang yang tak peduli dengan semua itu. Ia lebih memilih memeriksa buku tugasnya, takut ada yang terlewat. 

"Harap tenang semuanya!" Suara Buk Anna menggema di dalam kelas, seketika semuanya kembali tenang. "Sekarang, silahkan perkenalkan diri Kamu," ucap Buk Anna pada mahasiswa yang merasa nyaman dengan dirinya di depan kelas, setidaknya itulah yang mereka tangkap dari sosoknya yang tenang saat berdiri di samping Buk Anna yang terkenal tegas di semua kelasnya. Sebaliknya para gadis yang terkena tatapannya tiba-tiba merasa jantung mereka berdetak lebih cepat, sebuah rasa gugup yang sulit untuk dijelaskan.

"Hallo semua, perkenalkan namaku Azlan Sharim. Panggil saja Aku Azlan." Bahkan suaranya yang terdengar bersih dan dalam mampu membuat hati para gadis di kelas makin berdetak, dan seketika wajah mereka bersemu merah.

Biasanya jika ada yang memperkenalkan diri di depan, mereka semua akan usil bertanya ini-itu. Namun entah mengapa saat ini semua bungkam. Bibir mereka terkatup rapat, semua hanyut akan pesona seorang Azlan. Bahkan para pria di kelas merasa terintimidasi akan kehadirannya. Mungkin terlalu berebihan kedengarannya, tapi tidak bagi mereka yang berhadapan langsung dengan karisma yang tidak bisa ditolak siapa pun yang melihatnya. 

"Sudah selesai Azlan?" tanya Buk Anna memecah keheningan yang tercipta setelah Azlan memperkenalkan dirinya. "Iya Buk," jawab Azlan singkat sambil tersenyum. Para gadis seketika merasa lonjakan yang keras pada jantung mereka. Walaupun senyum itu jelas-jelas untuk Buk Anna.

"Sekarang silahkan Kamu duduk di ..." Pandangan mata Buk Anna langsung mengarah ke seluruh ruangan, ada dua kursi yang kosong. satu kursi di samping Anis dan kursi di belakang. Waktu terasa begitu lambat bagi Anis, bagaimanapun ia merasa dirinya pantas duduk di sampin Azlan, jauh lebih pantas dari pada Tara dilihat dari segi manapun. Lihatlah perbedaan mereka, bagai langit dan bumi. jadi sudah bisa diduga siapa yang akan Azlan pilih untuk duduk di sampingnya bukan?

Teman-teman gadisnya yang lain merasa iri pada Anis, ada penyesalan pada hati mereka karena kursi di sampingnya telah terisi. 

"Bisakah Saya langsung duduk Buk?" tanya Azlan pada Buk Anna yang belum menyebutkan di kursi mana seharusnya ia duduk. Sepertinya Pria itu sudah punya pilihan sendiri. "Tentu, silahkan saja. Terserah Kamu mau duduk di mana, semakin cepat lebih baik, agar kita mulai masuk ke materi hari ini," jawab Buk Anna dengan tersenyum hangat dan mengangguk kecil. 

Azlan pun langsung berjalan ke arah kursi kosong yang kebetulan ada di jalur yang sama. Bedanya adalah letak kursi pertama yang di samping Anis tepat di depan Tara dan yang kedua adalah kursi yang berada tepat di samping kanannya. Tara tidak peduli di kursi mana pun Azlan akan duduk. Ia masih sibuk dengan buku di depannya, sampai ia merasa ada yang duduk di sampingnya. 

"Bolehkan Aku duduk di sini?"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status