Share

Bab 5

Walau sudah menetapkan hatinya untuk tidak jatuh cinta dulu sekarang, namun Tara tetap merasa bahagia untuk sahabatnya. Lagi pula aturan untuk tidak jatuh cinta itu kan untuk dirinya sendiri, bukan untuk orang lain. 

Setelah membagikan modul untuk semua teman sekelasnya, Reinhard menghampiri Sesil dan Tara yang juga sudah duduk bersama Syila. 

"Jadi gimana rencana kita Rei?" tanya Syila begitu Reinhard duduk di kursinya. Kelompok yang lain juga sudah mulai menyusun strategi mereka. 

Seketika suasana kelas terbagi menjadi lima kelompok kecil yang terdiri dari empat orang. Mereka semua membahas mengenai tugas yang baru saja diterima. Walau tanpa Dosen yang mengawasi, tak mengurangi sedikitpun keseriusan pada diri mereka. Karena semua tak ingin mengulang lagi semester berikutnya.

"Untuk sekarang kita buat dulu group chat khusus untuk kelompok kita, agar bisa saling sharing informasi nantinya," jawab Reinhard atas pertanyaan Syila barusan.

"Aku yang buat ya .... " usul Sesil dengan semangat, Tara dan Syila hanya tersenyum sambil memandang Reinhard. "Gimana Rei? Setuju kan kalo Sesil yang buat groupnya?" Tara ikut menggoda ketua tingkatnya di kelas ini karena cukup dekat dengan seniornya yang dulu sempat membantu Tara.

"Kalo kalian setuju ya ... AKu juga," jawab Reinhard sambil tersenyum. Sesil yang melihat senyuman di wajah sang pujaan hati lebih bersemangat lagi. Tara hanya bisa ikut senang melihatnya. 

"Untuk sekarang, Kita kumpulkan informasi sebanyak-banyaknya dulu ... terutama untuk profil pengusahanya, kalo bisa yang masih muda dan benar-benar merintis dari nol. Belum terlalu dikenal juga nggak apa-apa, karena fokus kita adalah untuk mengangkat kisah perjuangannya. Gimana?" tanya Reinhard pada semua gadis yang langsung setuju atas ide yang ia usulkan.

"Ada saran dari kalian semua?" 

"Untuk sekarang Aku masih mau cari materinya dulu sih Rei, kalo udah ada perkembangan nanti bakal dikabarin di group aja ..." jawab Syila sambil memandang ketiga temannya.

"Aku juga Rei, mau ngumpulin bahannya dulu ...." ujar Tara setelah Syila mengemukakan pendapatnya. 

"Kalo Aku sih ... terserah Rei aja deh, maunya gimana ...." sambar Sesil dengan manja yang langsung disambut sorakan dari Tara dan Syila.  

"Dasar BUCIN!" cibir Syila, namun tak mengusik Sesil yang terus saja memandang Reinhard dengan penuh harap. Sontak semua itu membuat tawa mereka pecah. Semua merasa lucu dengan tingkah Sesil. Reinhard hanya menggelengkan kepalanya. 

"Bisa tenang nggak?" Suara cempreng Clara menghentikan tawa mereka, Sesil mendelik kesal ke arah Clara yang terlihat gusar menatap ke arah mereka.

"Kita juga udah selesai kok, benar kan teman-teman?" Syila langsung membalas ucapan Clara dengan santai. Ketiga temannya mengangguk, termasuk Reinhard. Walaupun ia ketua tingkat, namun Rei tak suka mencari masalah dengan para gadis. Lagi pula apa yang diucapkan Syila memang benar, diskusi kelompok mereka untuk sekarang memang teleh usai. 

"Ya udah, jangan ganggu yang lain dong!" jawab Clara makin emosi mendapatkan jawaban santai dari Syila.

"Santai aja, nih kita dah mau bubar. Yuuuk!" ajak Sesil kepada semua teman kelompoknya. Reinhard yang tidak ingin suasana makin memanas hanya bisa mengikuti Sesil. Begitupun Syila yang terpaksa ikut Tara yang juga sudah menariknya. Walau pun sebeanarnya ia mau membalas gadis angkuh itu dengan kalimat yang lebih pedas lagi. Tapi tarikan Tara di tangannya tak bisa ia iawan. Jelas kekuatan Tara bukan tandingannya. Tubuhnya boleh mungil, tapi kekuatan yang datang dari dalam tubuh mungil itu tak bisa diremehkan. 

Setelah mereka berempat sudah berada di luar kelas, semua menghembuskan nafas secara tidak sadar dengan kompak. Ternyata semua merasa tegang, tapi disembunyikan. Bahkan tanpa sadar Tara masih memegang tangan Syila dan Sesil memegang tangan Reinhard. Setelah menyadari kondisi mereka, keempatnya kembali tertawa lepas. 

Wajar mereka merasa tegang, pasalnya Clara adalah puteri salah satu Pengusaha yang cukup berpengaruh di Kota mereka. Kabarnya jika ada yang macam-macam dengan keluarga mereka, harus mawas diri. Syila bukan tak sadar akan hal itu, namun ia tak takut dengan Clara karena keluarganya juga tak bisa diremehkan. Yang membuat ia akhirnya mengikuti Tara adalah saat melihat gadis itu memohon dengan tatapannya dan tarikan tangannya yang kuat menjelaskan kekhawatirannya. Alasan yang sama mengapa Sesil langsung mengajak mereka keluar. Syila tersadar ada Tara yang bekerja dan kuliah dengan beasiswa untuk keluarganya. Semua teman di kelasnya juga sudah tahu tentang itu. Syila hanya khawatir Tara akan jadi sasaran Clara di kemudian hari. Meski terkesan galak, tapi Syila berhati lembut. Ia gadis yang perhatian. 

"Makasih ya semuanya ...." ucap Tara sambil tersenyum tulus pada ketiga temannya, setelah tawa mereka reda, "Terimakasih untuk apa Tar? Aku tuh malah benci sama Kamu karena narik tangan Aku. Mana kuat lagi nariknya ... makan apa sih nih anak?" Syila merenggut pada Tara yang hanya tersenyum mendapatkan omelan Syila. Sebaliknya ia malah memeluk gadis jangkung itu. "Nih anak kenapa sih?" tanya Syila dengan wajah bingung, tapi malah mendapatkan pelukan dari Sesil. AKhirnya ia menyerah juga dan mereka kembali tertawa. 

"Aku senang bisa sekelompok sama kalian semua ..." ucap Tara begitu pelukan mereka sudah terlepas.

"Aku sih biasa aja ya." jawab Syila menimpali sambil tersenyum simpul.

"Kalo Aku ...." Kalimat Seseil langsung dipotong oleh Tara dan Sesil bersamaan, "BAHAGIA!" tawa mereka kembali lepas, seiring dengan langkah kaki mereka yang semakin menjauh dari ruang kelas. Reinhard hanya bisa berjaan dalam diam bersama ketiga gadis yang tersenyum bahagia, ia merasa senang karena Tara bisa diterima Syila dan Sesil sebagai teman. Tampaknya Tara juga tidak menutup dirinya pada mereka berdua yang memang terlihat tulus menerimanya. 

Reinhard sendiri bisa merasa dekat dengan Tara karena mereka berdua sama-sama bisa kuliah di sini karena beasiswa. Bedanya adalah itu dulu waktu di awal kuliah, kondisi keluarganya memang sedang sulit. Karena itulah Reinhard mengikuti program beasiswa yang di adakan kampus ini tiga tahun yang lalu, setahun di atas Tara. Kecerdasannya membawanya sebagai peringkat pertama dalam tes beasiswa tersebut. 

Setahun kuliah, keluarganya kembali bangkit dari keterpurukan. Ayahnya memulai dari nol, sampai akhirnya bisa membangun kembali usaha yang pernah jatuh karena ditipu rekan bisnisnya sendiri. Sekarang, Reinhard sudah bukan mahasiswa yang kuliah karena beasiswa lagi. Ia menyerahkan program beasiswa itu untuk temannya yang lain, karena Rei merasa ada yang lebih berhak dari dia. 

Setelah sampai di lantai satu, Tara langsung pamit kepada ketiga temannya untuk mengikuti kelas di semesternya. "Aku masuk dulu ya, semua seniorku .... " 

"Jam berapa kuliahnya Tar? Bukannya masih ada dua puluh menitan lagi ya?" tanya Sesil sambil melihat jam tangan pink yang melingkar di pergelangan tangannya.

"Iya juga sih, nggak apa-apa deh nunggu di dalem, dari pada ...." kalimat Tara tercekat di tenggorokan, tiba-tiba dia teringat apa yang terjadi beberapa menit yang lalu di dalam sana. Karena terlalu semangat dengan tugas dari Buk Siska, ia melupakannya sejenak. Namun, sekarang tiba-tiba adegan itu kembali terbayang dalam benak Tara.

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status