Share

bab 6

Tanya berpikir sejenak, di kediaman utama klan Quinn akan diadakan beberapa acara tiga bulan lagi. Nantinya, para pimpinan keluarga cabang akan berkumpul di sana juga. Pulang pada saat itu adalah waktu yang tepat. Sebab, mereka bisa menggelar rapat untuk menyikapi dan mengambil tindakan terhadap pembantaian yang menimpa keluarga cabang yang dipimpin oleh Robert Quinn.

"Kamu harus mengajariku selama tiga bulan. itu waktu yang singkat bukan?"

"Itu waktu yang terlalu lama. Aku masih memiliki tugas yang mesti di selesaikan. Akan sangat merepotkan melibatkan perempuan tidak berguna sepertimu."

"Itu sangat jahat untuk dikatakan. Memang tugasmu sesulit apa, hah? lagipula seorang dewa tidak masalah direpotkan oleh perempuan cantik sepertiku."

Dewa itu menghiraukan pernyataan Tanya, dia sama sekali tidak berniat lagi melanjutkan percakapan.

"hei, aku menunggu jawabanmu!"

"Bukankah sudah jelas? Tidak ada perubahan hanya karena kamu cantik atau aku yang seorang dewa."

Dewa itu memejamkan matanya. Tidak ada gunanya berdebat lebih lanjut dengan gadis yang kelebihan kepercayaan diri. Besok pagi-pagi dia berjanji akan mengantarkan Tanya keluar hutan. Sesudah itu tidak akan ada hal lain yang menyangkut di pundaknya.

"Aku akan menamaimu Ares! Aku sudah memberikanmu nama. Sesuai kesepakatan, kau harus mengajariku selama tiga bulan!" putus Tanya sepihak.

"Ti—"

Mata dewa tersebut terbuka dengan cepat seolah dia baru saja menyadari sesuatu. Ares, itu nama yang sangat familiar di kepalanya. Dia bangun dan langsung menatap Tanya yang masih berbaring.

"Darimana kamu mendapatkan nama itu?"

"Bagaimana? bagus bukan?" Tanya sangat puas dengan reaksi dewa tersebut. "Berarti kamu aku anggap setuju."

"Dimana kamu mendapatkannya?"

Tanya juga ikut kembali duduk dan menghadap dewa itu. Dia sangat percaya bahwa orang di depannya benar-benar tertarik dengan nama yang dia berikan.

"Ucapkan setuju dahulu baru aku akan mengatakannya."

"Baiklah ... aku setuju, tapi hanya tiga bulan dan tidak lebih."

Sambil tersenyum puas Tanya menarik napas untuk menjelaskan. Dia menatap binar di mata lelaki itu.

"Ini sudah menjadi pengetahuan umum untuk semua penduduk bumi. Dahulu kala, Terjadi perang besar antara monster dan manusia. Saat perang berakhir manusia mengalami kekalahan. Hanya tersisa seperdelapan manusia yang masih hidup—"

Dewa itu mengerutkan kening, "Dimana letak kau mendapatkan namanya?"

"Tidak bisakah kau bersabar? Aku belum selesai menceritakannya," gerutu Tanya kesal.

"Aku tidak peduli dengan cerita tersebut. Jadi ceritakan kepadaku intinya saja."

"Aku akan tetap menceritakannya dari awal. Cobalah untuk bersabar dan menutup mulutmu sampai aku selesai."

Dewa itu menghela napas, "Padahal aku tidak membutuhkan bagian yang tidak penting."

"Di antara manusia yang masih tersisa. Terdapat seorang putri dan kakaknya dari bangsawan beladiri. Mereka berdua mencoba menyemangati yang lain agar berjuang hingga titik darah penghabisan. Namun, tidak ada satupun dari mereka menganggap manusia bisa mengalahkan monster yang terlampau terlalu kuat. Mereka memutuskan untuk bersembunyi saja dan sebisa mungkin tidak terlibat dengan para monster yang saat itu sudah menguasai bumi."

Dewa itu menguap saat Tanya panjang lebar menjelaskan. Namun, ekspresi bosan itu langsung berubah ketika Tanya menyorotnya tajam.

"Hiraukan saja aku. selanjutnya aku akan mendengarkannya lebih seksama," ucap Dewa tersebut.

"Karena tidak ada yang mau ikut berjuang melawan monster selain kakaknya. Putri tersebut memutuskan untuk berkelana sendirian dengan tujuan membasmi semua monster yang ada di bumi. Sedangkan kakaknya bertugas menjaga dan memimpin manusia yang masih tersisa. Di perjalanan sang putri, dia banyak bertemu monster dan membunuh mereka di tempat. Namun, pada suatu keadaan dia tidak sadar sudah berada di dalam sarang mereka. Di sana dia bertarung dengan banyak monster sendirian. Ketika dia berpikir itu napas terakhirnya di bumi, ada seorang pemuda tampan yang menyelamatkannya."

Tanya berpikir sejenak, cerita yang dia ceritakan sedikit lagi menuju akhir. Dia tidak menyukai akhir yang diberikan takdir pada sang putri.

"Kenapa berhenti?! Pasti akhirnya Sang putri berhasil menyelamatkan dunia dan mereka hidup bahagia. Itu dongeng pengantar anak-anak agar mereka berangkat menuju mimpi yang bahagia." Dewa itu menebak dengan percaya diri.

Tanya menghela napas mendengar tebakan Dewa itu, dia melanjutkan, "Mereka berlatih bersama selama beberapa Tahun sambil membasmi banyak monster. Keduanya saling jatuh cinta dan berniat untuk menikah. Sang Putri memutuskan menemui kakaknya untuk memastikan keadaan mereka sekaligus menggelar pernikahan di sana. Namun, saat acara itu dimulai, dunia menjadi gelap dan perang antara manusia dan monster terjadi lagi. Sepasang kekasih itu menjadi ujung tombak di garda terdepan. Setelah tiga hari penuh darah, akhirnya dunia berhasil di selamatkan. tetapi ada banyak korban saat itu, termasuk pemuda yang dicintai Sang putri."

"Eh, itu ending yang tidak terduga. Tapi ada beberapa yang berputar di kepalaku. pertama, dunia yang mana yang diselamatkan putri tersebut? kedua, kau mengatakan bahwa hanya seperdelapan umat manusia yang selamat setelah perang pertama. Jumlah manusia seharusnya tidak berkembang banyak setelah beberapa tahun. Atau bahkan tidak berkembang sama sekali karena yang di hasilkan hanya anak-anak kecil. Lalu bagaimana umat manusia bisa menang di perang yang kedua?"

"Dunia yang kita tinggali saat ini. Dunia yang mana lagi? Lagipula Putri tersebut berlatih dengan giat bersama orang yang dicintainya. Dia pasti menjadi ahli beladiri yang sangat kuat dan hebat. Tidak heran mereka bisa menang setelah berusaha sangat keras."

Dewa itu menghela napas, "Manusia itu makhluk paling menjijikkan. Bumi akan baik-baik saja bahkan tanpa manusia. Jadi, kenapa kalian para manusia beranggapan dunia akan hancur hanya karena tidak ada kalian?"

Tanya tidak bisa berkata-kata setelah persepsi itu masuk ke kepalanya.

"Soal itu aku tidak tahu. Kau sendiri kenapa ingin memusnahkan semua monster di dunia ini? Bukankah itu untuk umat manusia yang kau anggap menjijikkan?"

Dewa tersebut mengangkat bahu.

"Bisa diartikan seperti itu, tapi bisa juga tidak. Sebab aku melakukannya karena sebuah perintah. Bukan karena aku menganggap manusia layak diselamatkan. Jadi bagaimana?"

"Apanya yang bagaimana?" Tanya bertanya dengan alis yang berkerut. "Jangan katakan sesuatu yang mesum lagi!"

"Bagaimana kamu mendapatkan nama Ares? dari cerita tersebut tidak kudengar ada nama itu kau sebut."

"Oh, aku sampai lupa dengan hal yang ingin kamu ketahui. Setelah perang peradaban manusia kembali dibangun. Sang putri mengasingkan diri, tepatnya di hutan malapetaka ini. Dia tidak menikah sampai meninggal. Dia hanya ditemani oleh pedang yang diberi nama Ares. Pedang tersebut turun-temurun dijaga dari leluhur kami hingga ibuku. Seharusnya, orang selanjutnya adalah aku. Tapi aku tidak tahu pedang itu ada di mana sekarang."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status