Aresha hanya bergerak menepi. Tidak ingin bereaksi dengan memgomentari. Justru bergeser membuka ruang agar pandangan mereka tanpa ada lagi penghalang dirinya.“Syahfiq, apa kabarmu… tidak menyangka melihatmu di sini,” ucap Clara. Mata itu berbinar sangat cantik. Tampak gembira melihat Herdion di kapal.“Kalian kenal?” Herdion merespon dengan menatap Aresha. Juga sekilas pada Clara. Terkesan abai akan sapa Clara yang sangat.l antusias.“Aku … kalian juga kenal?” Kali ini Clara tanggap, menatap Aresha dan Herdion bergantian.“Kenalkan, dia Aresha, istriku,” ucap Herdion cepat dan kaku. Wajah tampannya semakin tegang, tidak ada segaris pun senyum di bibirnya untuk Clara dan Aresha. Aresha terus diam dan menyimak. Masih bertanya siapa Clara bagi suaminya. Tidak ada lagi senyum cerah di wajah cantik itu. Mereka saling diam, kesan akrab seketika hilang di antara mereka.“Mammaah ….” Bocah kecil yang tadi asyik bermain dengan Alya dan Taufiq telah mendekati Clara dan memegangi lengan tanga
Herdion sedang membaca email dan tampak terdiam. Duduk di sofa dalam kamar hotel yang nyaman. Mereka semua masih berada di Singapura dan akan kembali dua hari lagi. Sedikit diperpanjang sebab sambil ingin liburan santai dan bahagia bersama keluaraga. Venus telah datang menyusul bersama Lia dan Tiwi. Lagi lagi Sita Yasmin tidak ikut. Seperti biasa, Yunus Herdion selalu sibuk memancing di lautan.Saat berangkat, tidak bisa barengan sebab Venus memiliki jadwal imunisasi. Sedang Tiwi harus upgrade passport lamanya ke Kantor Imigrasi. Kini semuanya di kamar sebelah yang luas bersama Taufiq dan Alya sambil mengawasi mereka berdua. “Sha, ada email dari Julian dan istrinya!” ujar Herdion agak keras, masih drngan posisi duduk di sofa. Bahkan menoleh Aresha pun tidak.“Apa isinya?!” Suara Aresha juga lantang. Sebab, sedang turun hujan sangat deras sedang pintu balkon terbiar dibuka. Nasib baik tidak ada angin kencang yang menyertai hujan lebat itu.“Kedua suami istri itu minta maaf dan minta
"Apa semuanya tidak selamat?!" Aresha merasa sungguh iba."Benar, semuanya tewas. Hanya bayi beruntung ini saja yang selamat ...." "Lalu, siapa yang akan mengurus bayi malang ini?" "Pamannya sangat kaya. Tuan Syahfiq Herdion akan datang dan membawanya, Nona." Polisi kembali menjelaskan pada Aresha. 🍒🍒Happy reading🍒🍒Aresha dan si boss sama-sama terkejut saat dari gerbang muncul dua buah mobil yang malaju masuk dan parkir di halaman. Satu merupakan mobil dinas bertulis patroli polisi, sedang yang satu adalah kendaraan pribadi warna hitam. Mobil datang bersama sayup tangis bayi dan kian terdengar jelas saat kedua kendaraan itu berhenti. Seperti dari dalam salah satu mobil itu.Benar sekali, seorang pria muda berkulit putih dan berkaca mata hitam, keluar dari dalam mobil pribadi dengan menggendong seorang bayi. Terlihat gusar dan panik dengan jerit tangis bayi tanpa henti dan nyaring yang digendong. Pria itu memandang Jack, bosnya Aresha sekilas dan mengangguk. Lalu bergegas mela
Lelaki gagah yang datang dengan mobil mewah pun bergeser lebih mendekati Aresha. Venus tampak terus merapat di dada gadis itu. Dengan tangan mungil yang mencengkeram lengan baju dari blouse lembutnya."Venus, kamu kenapa? Kamu tidak ingin ikut denganku?" tanya lelaki itu dengan nada suara yang kaku. Sama hal yang dialami Hisam. Dia pun mendapat penolakan setelah Venus terlihat ragu untuk memberikan ulur tangan padanya. "Hisam, siapa dia?" Lelaki gagah berkaca mata hitam itu menunjuk Aresha dengan dagu berambut tipisnya. Ada nada heran dari suaranya saat berbicara."Nona ini adalah teman Tuan Jack. Mereka dari perusahaan Decoration in Home yang sudah kusewa untuk mendesain renovasi rumah Minggu ini," jelas Hisam pada lelaki gagah itu."Bagaimana bisa dia menggendong Venus?" tanyanya lagi pada Hisam. Terdengar nada bicaranya kembali heran dan ada bersit tidak suka. "Maaf, Bang Syahfiq, Venus hanya mau diam saat digendong oleh Nona Aresha," ucap Hisam sambil memandang Aresha dan sedik
Aresha menolak kebaikan Jack untuk mengantar hingga ke rumah sewanya di kota Nagoya, kota besar pusat pemerintahan pulau Batam. Memilih berjalan kaki santai di sepanjang trotoar menuju ke arah rumahnya.Kebetulan jarak rumah sewa dengan rumah bayi Venus tidaklah jauh. Kurang lebih dua puluh menit saja waktu yang habis untuk mengarunginya dengan kaki. Kini waktu tempuh itu sudah kandas dan Aresha telah sampai di area rumahnya.Bukan kemudian masuk pagar rumah, tetapi sepasang kakinya membelok ke satu kafe di samping rumah sewa."Assalamu'alaikum! Sepi banget, Na?!" Aresha berseru sambil menghempas diri di kursi. Gadis pemilik kafe yang tadinya membungkuk, melurus punggung seketika. Memandang Aresha dengan raut terkejut."Eh, kaukah Re?!" Na merespon kemunculan Aresha."Keluarga ikutan nganter rombongan membelai wanita ke Batu Aji, Re!" ucap Na lagi menjelaskan. Batu Aji adalah nama sebuah kecamatan di Batam."Membelai?!" Aresha berseru dengan heran."Mempelai maksudnya, Areshaaaa ...,"
Security lelaki buru-buru menyambut kedatangan Aresha yang diantarkan oleh Jack. Rumah megah berlantai satu itu masih terang benderang meski terasa sangat lengang. Hanya sayup histeris tangis bayi dari dalam rumah. Semakin dekat, semakin kencang terdengar."Ingat pesanku, Ar, mintalah tarif yang pantas. Percaya ucapanku, usaha Herdion sangat banyak, setidaknya dia akan meraup jutaan hingga puluhan juta tiap harinya. Jangan ragu, manfaatkan peluang ini," bisik Jack di halaman."Apa yang akan membayarku adalah pamannya Venus yang sombong itu, Pak Jack?" tanya Aresha juga berbisik. Seorang lelaki terlihat keluar dari dalam rumah."Tentu saja, bahkan Hisam pun. Hisam secara tidak langsung juga bekerja pada Herdion," sahut Jack menjelaskan."Iya, aku mengerti, Pak Jack. Terima kasih," sahut Aresha sambil mengangguk.Lelaki yang keluar dari dalam rumah adalah Hisam. Kini telah berdiri di antara mereka."Nona Aresha, terima kasih, Anda telah datang. Terima kasih, Pak Jack, Anda sudah repot-
Aresha merasa tegang dan menahan cemasnya. Sikap Herdion membuat perasaan jadi was-was . Sangat khawatir andai jari panjang itu kembali bertingkah tidak sopan di dadanya. Apapun alasan, itu sudah dianggap pelecehan jika tanpa ucapan minta maaf.Sangat lega, tangan itu telah menjauh. Diikuti badan Herdion yang juga mundur selangkah. Kembali memandang Hisam sekian detik di wajah putihnya."Hisam, untuk apa terlalu menawar? Apa kamu tidak risih mendengar tangis ponakanmu? Kenapa kamu tidak mengantar gadis itu menemuiku saja? Atau kamu sendiri yang menyampaikan keinginannya padaku?" Syahfiq Herdion bertanya dengan pandangan kaku pada Hisam."Kupikir sudah tidur. Ini sudah sangat larut malam, Bang," sahut Hisam dengan nada yang canggung. "Justru sudah larut malam, Hisam. Tidak baik menahan wanita yang belum jelas siapa lebih lama di sini." Syahfiq mengalihkan pandangan dari Hisam pada Aresha."Ikutlah denganku, Nona. Siapa namamu?" tanya Syahfiq. Memandang Aresha dengan picingan matanya."
Aresha kebingungan saat sudah keluar dari ruang kerja Herdion. Lupa benar-benar ke arah mana harus kembali ke kamar Venus. Berharap bayi dalam gendongan terus saja terlelap. Hingga kakinya berjalan dan melewati banyak pintu.Sebuah ruangan tanpa daun pintu yang kemungkinan adalah dapur dengan lampu terang benderang menyala. Seorang wanita setengah baya sedang di sana dan membelakangi Aresha. Kemudian berbalik cepat sebab mendengar langkah mendekat. Ekspresi wajahnya terkejut."Haaah...! Kamu sudah datang?! Venus sudah tidur? Pantas sudah tidak menangis." Wanita itu berjalan menghampiri Aresha dengan senyum yang cerah. Seolah malam tidaklah larut."Selamat malam ...," sapa Aresha dengan membalas tersenyum. Mereka pun saling menghampiri. "Hisam bilang namamu Aresha? Aku adalah ibu Syahfiq, Siti Yasmin." Wanita dengan nama Siti Yasmin, ibunda Syahfiq, mengulur tangan untuk bersalaman dengan Aresha."Benar, Bu Yasmin. Saya Aresha," ucap Aresha menyambut. Mereka berdua sangat erat saling b