Prak!
Bruk!"Argh...! Sial!" Terdengar seorang bocah berumur sepuluh tahun mengumpat bernama Koziki Zero."Hahaha." Setelahnya, terdengar banyak suara orang-orang yang tertawa.Lagi-lagi, ketika berlatih Zero mengalami kekalahan. Ini sudah yang kesekian puluh kalinya Zero dikalahkan oleh lawan berlatihnya."Lihatlah dia teman-teman. Apakah kalian percaya kalau dia adalah Anak dari master pedang?" Pertanyaan yang dilontarkan salah satu teman Zero ini hanyalah untuk menghinanya. Dan jawaban dari pertanyaan itu hanyalah gelak tawa lagi.Namun Zero tidak terpengaruh dengan hinaan dari teman-temannya itu. Di dalam hatinya, Zero tetap yakin kalau suatu saat ia akan memiliki kemampuan hebat seperti yang dimiliki ayahnya. Zero kerap mendengar banyak cerita tentang kehebatan sang ayah dari ibunya. Namun sayang, satu tahun yang lalu ibunya jatuh sakit dan kemudian meninggal. Kini Zero hidup di perguruan Pedang Aslah. Guru ayahnya lah yang mengambil alih hak asuhnya setelah ia kehilangan kedua orang tuanya.Sejak usia tujuh tahun Zero sudah mulai ikut berlatih di salah satu perguruan bela diri pedang yang dulu sangat terkenal. Namun kini nama perguruan yang terkenal ini menjadi redup karena beberapa master pedang mereka yang menghilang secara misterius. Dan salah satu master pedang hebat yang menghilang itu termasuk ayah Zero, Koziki Odin.Kejadian yang dialami Zero hari ini membuatnya kembali termenung. Ketika Zero sedang duduk termenung sendirian di halaman belakang, tiba-tiba ia dikejutkan dengan suara seseorang yang terdengar asing baginya."Hei, Zero. Jangan khawatir, kau itu adalah seorang penerus pendekar pedang terhebat di masa depan. Ambilah kitab ini, kitab ini akan membantumu untuk meraih mimpimu!" Suara itu terdengar amat jelas di telinga Zero.Bruk!Satu kitab yang terlihat cukup tebal jatuh tepat di hadapan Zero."Si-siapa...? Anda siapa? Dan lagi..., kitab apa ini?" Zero bangkit dari duduknya seraya memandang area sekitarnya guna menemukan orang tersebut. Namun tidak ada seorang pun yang ia temukan di sana.Beberapa saat kemudian, karena merasa penasaran akhirnya Zero meraih Kitab itu dan langsung membukanya.'Kitab macam apa ini? Kenapa halamannya setebal ini, namun hanya ada tiga lembar di bagian depannya saja yang memiliki gambar serta tulisan,' gumam Zero heran.Zero akhirnya memutuskan untuk memperhatikan kitab itu sejenak, dan berniat akan langsung berlatih sendirian mengikuti arahan dari kitab yang ia baca.Suara pedang kayu yang ditebaskan ke sebatang pohon besar terdengar menghempas kesunyian malam.Dari kejauhan, ternyata ada seseorang yang kerap memperhatikan Zero berlatih. Yah, orang itu tak lain adalah guru dari ayahnya sekaligus gurunya saat ini."Hiyat...! Hiyak!" Keringat yang sudah membasahi seluruh tubuh Zero tidak menghentikan latihannya. Tekadnya lebih besar dari rasa lelah yang ia rasakan.Namun tiba-tiba saja muncul tiga orang anak seusia Zero. Ternyata mereka adalah tiga bersaudara, Yuji, Erji, dan Saniji. "Hey Zero, apa yang kau lakukan malam-malam begini?"Lalu Yuji tiba-tiba maju dan menyerang Zero menggunakan pedang kayu."Aduh...! Apa yang kau lakukan?!" Zero terjatuh karena ia diserang secara mendadak."Tentu saja mau bertarung melawan Anak Master pedang!" Kemudian bocah itu tertawa lebar sebelum kemudian matanya menatap ke sebuah benda yang ada di dekat Zero. "Tapi tunggu, kitab apa itu?" Lalu ia mengambilnya.Zero yang mencoba mencegah Yuji untuk mengambil kitabnya ternyata dihadang oleh Erji.Prak!Bam...!Dua pedang kayu diayunkan dan saling beradu. Itu adalah suara pedang kayu Erji dan Zero.Kemudian Erji menendang perut Zero sehingga membuat Zero pun akhirnya terpental. Tak berhenti di sana, Erji terus memukulkan pedang kayunya pada tubuh Zero yang sedang tersungkur di tanah. "Jangan bermimpi kau akan menjadi Master Pedang! Cih!"Sekuat tenaga Yuji memukulkan pedang kayunya ke tubuh Zero. Zero hanya bisa meringkuk dan menahan rasa sakit yang ia rasakan dari tiap pukulan pedang yang Yuji lakukan. Tak lama, ketiga bocah itu secara brutal menyerang tubuh Zero secara bersamaan."Apakah kau masih bermimpi menjadi Master Pedang, Hah?!" Entah kenapa, Erji sangat terlihat kesal. Dan ia melampiaskan kekesalannya dengan cara memukuli Zero."A-aku..., aku pasti akan menjadi Master Pedang!" Itulah jawaban Zero.Boom!Yang tak disangka oleh ketiga orang bersaudara itu ternyata tubuh Zero tiba-tiba meledakkan energi yang sangat kuat. Alhasil, ketiga orang itu langsung terpental."Kembalikan kitabku! Kalian akan menyesal jika menggangguku berlatih!" Tatapan mata Zero yang setajam pedang memancarkan aura kekuatan sejati seorang pendekar pedang."Kurang ajar! Kau, memang tidak tahu malu Zero! Makan ini!" Yuji bangkit dan mencoba untuk menyerang Zero.Bam!Namun bukannya Zero yang diserang justru malah sebaliknya, tubuh Yuji lah yang kembali terpental akibat tebasan pedang kayu dari Zero."Kakak, apakah kau baik-baik saja?" Saniji langsung berlari mendekati Yuji. Dan kitab yang diambil Yuji tadi pun terjatuh ke lantai.Kemudian Zero langsung berjalan untuk mengambil kembali kitab yang tadi sempat diambil oleh Yuji. Dan ketika Zero mengalihkan pandanganya ke arah ketiga orang itu, tubuh ketiganya langsung merinding."Ayo cepat kita pergi dari sini!" Yuji mengajak kedua adiknya pergi karena tiba-tiba merasa takut ketika melihat Zero yang seperti saat ini.Setelah ketiga orang itu benar-benar pergi, tak lama kemudian tubuh Zero akhirnya ambruk ke tanah. Entah kenapa, Zero jadi tak sadarkan diri. Dan ternyata dari kejauhan, gurunya langsung bergegas mendekatinya."Sepertinya ketiga bocah itu akan aku hukum nanti!" ujar Sang Guru.Zero yang tengah tak sadarkan diri kemudian di bawa ke dalam kamar oleh gurunya.Ternyata saat Zero tidak sadarkan diri, jiwanya sempat ditarik ke dimensi lain oleh sesuatu. Di dalam dimensi itu, Zero mencoba meraih Kitab Dua Pedang yang ada di hadapannya. Namun saat ia menyentuhnya, tiba-tiba jiwanya kembali ke tubuhnya."Eh? Apa yang terjadi?" Kedua mata Zero kembali terbuka. Dan ia melihat bahwa saat ini tubuhnya sudah berada di dalam kamarnya. Zero mencoba mengingat kembali apa yang terjadi. Ia ingat bahwa tadi ia diganggu oleh ketiga bersaudara ketika tengah berlatih.'Tapi..., kenapa aku bisa berada di kamarku? Siapa yang membawaku kemari?' Zero penasaran siapa orang yang telah membantunya kembali ke kamarnya.Di tengah malam ini, perut Zero merasa lapar. Dan ketika ia ingin bangkit untuk mencari makanan di dapur, tangannya yang menyentuh bagian ranjang menyentuh sesuatu."Eh? Bukannya ini...," ujar Zero heran. Kemudian Zero barulah ingat tentang kitab yang tadi ia dapatkan.Zero kembali membuka tiga lembar halaman kitab itu. Namun saat ia membuka lembar yang keempat dan seterusnya kitab itu tetap kosong . Sama seperti saat pertama kali ia membukanya tadi."Zero? Ternyata kau sudah bangun?"Zero dikejutkan dengan suara gurunya yang muncul secara tiba-tiba."Gu-guru??" Zero menghela nafasnya sambil memegangi dadanya."Hem..., apa kau ingat kalau tadi kau pingsan karena kembali dijahili oleh ketiga anak nakal itu?" tanya guru Zero sekaligus guru ayahnya, Kioda."Iya Guru, aku ingat kok. Ternyata Guru yang membawaku ke kamar ya? Terima kasih Guru!" Zero bangkit dan membungkukkan tubuhnya."Tunggu Zero, bolehkah aku bertanya padamu?" Sang guru kemudian menatap penuh pada muridnya. Ia sungguh ingin tahu perihal kitab yang dipeluk Zero saat bocah itu pingsan tadi. "Kitab apa itu?"Kioda pun memperhatikan kitab yang ada di ranjang Zero. Ia juga menantikan penjelasan Zero tentang kitab itu."Em..., ini..., aku juga tidak tahu Guru. Tadi ketika aku sedang duduk di halaman belakang, tiba-tiba saja aku mendengar suara seseorang yang mengatakan bahwa ia memberikan kitab ini padaku." Zero menjelaskan kepada gurunya apa yang ia alami tadi dengan jujur.Akhirnya Kioda meraih Kitab itu. Kemudian Kioda mencoba untuk membuka kitab itu. Namun ia tidak melihat ada tulisan apapun, hanya ada lembaran-lembaran kosong saja."Zero, apakah kau yakin kitab ini diberikan padamu?" Kioda kembali bertanya pada Zero."Guru, aku pun masih belum mengerti semuanya. Yang jelas, aku sudah menceritakannya padamu tentang bagaimana aku mendapatkan kitab ini tadi. Dan lagi, aku juga tidak tahu siapa orang yang berbicara dan memberikanku kitab ini," jawab Zero dengan jujur."Tapi ini aneh. Kenapa kitabnya kosong?" tanya Kioda."Guru, jangan bercanda! Kitab ini tidak lah kosong semuanya kok. Lihat
Zero benar-benar tidak diberi kesempatan sedikitpun untuk menyerang balik. Nafas Zero mulai terengah karena terus bergerak menghindari tebasan pedang dari Beiji. Tebasan pedang Beiji itu bisa saja merenggut nyawa Zero jika mengenai lehernya.Gedebugh!Tubuh Zero akhirnya terjatuh karena tersandung batu."Kena kau!" teriak Beiji.Namun ketika Beiji ingin menebaskan pedangnya pada Zero, tubuhnya malah terpental. Ternyata Vivi lah yang dengan cepat maju dan menusukkan pedang kayunya ke perut Beiji. Bukan hanya itu, Vivi juga menebaskan pedang di tangan kirinya pada pergelangan tangan Beiji yang memegang pedang sungguhan. Alhasil, pedang itu terlempar dari tangan Beiji.Vivi kemudian menginjak tubuh Beiji yang terjatuh dan memukulkan pedang kayu ke bagian kepala Beiji.Suara pedang kayu yang menyentuh kepala Beiji terdengar sangatlah keras. Kemudian Vivi mengarahkan kedua pedang kayunya tepat ke ke arah mata Beiji."Apakah kau masih belum mengerti juga? Hem?" tanya Vivi."Ba-baiklah, baikl
"Sebenarnya siapa dia? Apa yang dia inginkan dariku?" Zero menggaruk tengkuk kepalanya karena bingung.Ternyata Vivi masih berada di sekitar sana dan bersembunyi.'Apakah dia benar-benar anak Master Odin?' gumam Vivi dalam hati sambil mengintip Zero yang sedang berlatih.Akhirnya, karena langit mulai terlihat gelap Zero pun kembali ke tempat tinggalnya. Zero merasa sangat senang karena ia akhirnya berhasil menguasai jurus pertama yang ada pada kitab miliknya itu. Hari ini, di akhir latihannya Zero mampu menebaskan pedangnya yang menghasilkan kekuatan hebat. Tebasan pedang itu mampu menebas beberapa batang pohon berukuran sedang.Setelah Zero selesai membersihkan dirinya, ia berniat mencari keberadaan gurunya. Ia ingin menceritakan hasil latihanya hari ini.Tak lama kemudian Zero bertemu dengan gurunya di salah satu kedai. Sambil makan malam bersama di kedai kecil, Zero sangat antusias menceritakan pengalamannya hari ini pada Kioda. Kioda awalnya tidak percaya, dan akhirnya ia mengajak
Keesokan harinya, Zero kembali sadarkan diri. Ia melihat keadaan sekitar ternyata tubuhnya berada di ruang perawatan. Zero pun mencoba mengingat kejadian terakhir yang ia alami.'Oh iya, sepertinya kemarin aku pingsan karena kehabisan stamina. Hem..., tapi apakah aku berhasil memenangkan pertarungan kemarin?' gumam Zero."Oh, ternyata kau sudah bangun. Zero, aku membawakanmu sarapan." Suara Kioda membuat lamunan Zero buyar."Eh? Guru...?" Zero bangkit dan memberikan salam pada gurunya. Namun tubuhnya masih terasa lemas."Sudahlah, tubuhmu masih belum pulih seutuhnya. Sebaiknya kau berbaring saja terlebih dahulu. Pulihkan dulu semua tenagamu." Kioda membantu menopang tubuh Zero yang hampir terjatuh."Baik Guru, maafkan aku sudah merepotkanmu. Sekali lagi, aku sangat berterima kasih padamu," ucap Zero."Hey, ini sudah tugasku sebagai seorang Guru untuk membantu muridnya," ujar Kioda.Pagi ini, setelah selesai serapan Zero bersikeras mengatakan kepada gurunya agar diijinkan keluar dari r
Dan ternyata, di sidang malam ini Zero akan mendapat hukuman yang setimpal karena dikatakan bahwa Zero telah melakukan pelatihan terlarang. Awalnya Zero sempat membantah tuduhan itu. Bahkan Kioda yang sebagai gurunya pun sudah sekuat tenaga membela dan mengatakan tuduhan itu tidaklah benar. Tapi sayang, orang-orang yang hadir dalam persidangan itu tidak ada yang mau mendengarkan pembelaan Zero dan gurunya.Keputusan akhir dari sidang malam ini memutuskan bahwa Zero dan gurunya harus diusir dari Perguruan Aslah. Sebelumnya Zero sempat diberikan dua pilihan yang sangat sulit. Pilihan pertama, kalau ia memang masih ingin tetap tinggal di perguruan ini, maka ia tidak boleh lagi berlatih berpedang selamanya. Itu tandanya Zero tidak akan pernah meraih mimpinya untuk menjadi pendekar pedang terhebat.Setelah mempertimbangkannya, akhirnya guru Zero memutuskan untuk memilih diusir bersama Zero dari Perguruan Aslah. Dan dengan berat hati Zero harus mengikuti apa yang dikatakan oleh gurunya. Kare
Para bandit yang tengah dihadapi oleh Vivi ternyata berjumlah sepuluh orang. Dan lagi, para bandit itu memiliki tubuh yang terlihat kuat. Sedangkan Vivi, ia hanyalah seorang anak perempuan yang usianya sebaya dengan Zero.Gubrak!Satu orang bandit kembali tersungkur karena bagian perutnya tertusuk oleh pedang kayu dengan sangat kuat.Kioda kagum dengan kehebatan Vivi karena mampu mengalahkan dua orang bandit.Untuk anak seusia Vivi, dapat mengalahkan dua orang dewasa dapat dikatakan sangat hebat.'Boleh juga. Gaya berpedang bocah itu cukup terampil. Padahal ia masih mengunakan pedang kayu. Tapi ia dapat memperkirakan semua arah serangannya pada lawan.'"Ada apa dengan kalian?! Mengalahkan satu bocah saja tidak mampu! Cepat, tangkap dia! Nanti kita jual dia ke tempat penjualan budak!" Pemimpin kawanan bandit itu merasa kesal dengan anak buahnya."Jangan remehkan aku! Kalian para bandit memang harus diberi pelajaran!" Vivi tidak merasa takut sedikitpun.Lima belas menit kemudian, Vivi b
Vivi merasa bimbang. Apakah ia harus memberitahu kepada Kioda tentang identitasnya, atau tidak? Kalau ia beritahukan, apakah Kioda akan memberitahukannya pula kepada Zero?Kalau diperhatikan, penampilan Vivi malam ini sangatlah tertutup. Ia mengenakan pakaian serba hitam dan juga memakai sebuah topeng di wajahnya. Ia benar-benar ingin menyembunyikan identitasnya."Kalau kau ragu untuk memberitahukan siapa namamu, kau tidak perlu mengatakannya. Kalau begitu baiklah, aku akan memanggil muridku untuk membereskan barang-barang ini," ujar Kioda."Tunggu, Master! Bolehkah aku ikut dengan kalian? Aku akan jujur padamu, bahwa orang yang tadi memperhatikan kalian berbenah itu adalah aku." Akhirnya Vivi berkata jujur."Aku sudah tahu. Aku melihat aura pada tubuhmu. Aku tahu kau juga bukan orang jahat. Kalau memang kau ingin ikut dengan kami, ya silahkan saja," jawab Kioda.Vivi merasa senang karena Kioda membolehkannya ikut bersama mereka. Sebenarnya Vivi adalah salah satu penggemar berat Kioda
Melihat Zero yang akan kembali menyerang Vivi, akhirnya Kioda maju dan menahan Zero."Zero, sudahlah. Aku rasa kau sudah berlebihan untuk yang kali ini." Kioda meraih pedang kayu milik Zero dan mengambilnya untuk disimpan."Tapi Guru...," Zero ingin membantah tapi ia takut dengan Kioda lalu ia pun mengurungkannya.Lalu, malam ini Zero terpaksa harus tidur satu tenda bersama gurunya karena ada Vivi yang dipersilahkan untuk ikut beristirahat oleh Kioda bersama mereka malam ini. Hal ini membuat Zero semakin kesal dan timbul rasa sedikit tidak suka dengan kehadiran Vivi. Tapi Zero hanya bisa memendamnya saja dalam hati. Ia benar-benar tidak berani untuk melawan perintah gurunya. Begitu patuhnya Zero atas semua perintah gurunya.***Pagi harinya, mereka bertiga kembali berkemas dan Kioda juga mengatakan kepada Vivi kalau memang ia ingin mengambil beberapa harta milik para bandit semalam, Kioda tidak akan melarangnya. Sebab Vivi sudah berjuang sangat keras tadi malam."Tidak perlu, Master.