Beberapa saat Suro Joyo masih asyik dengan diri sendiri. Dia diam-diam terpesona pada kecantikan Layung. Pertanyaan dari Lakseta seolah-olah tidak didengarnya. Ya…, seolah-olah, artinya sebenarnya dirinya tidak mendengar, tetapi pertanyaan dari Lakseta sepertinya tidak didengar. Sebenarnya Suro Joyo mendengar, tetapi tidak menangkap makna pertanyaan Lakseta karena benaknya mash asyik memikirkan kecantikan Layung yang benar-benar memukau!Pantas para para bajak laut itu menculik Layung. Wajahnya memang sangat cantik! Begitu kata-kata yang memenuhi pikiran Suro Joyo. Ponggewiso dan siapa saja pasti akan tertarik untuk menjadikan Layung sebagai istri. Mungkin kalau Ponggewiso melihat Layung, maka bisa saja Ponggewiso membuang Lasih Manari dan menggantinya dengan Layung.Lakseta dan Layung saling pandang karena Suro Joyo yang belum menjawab pertanyaan Lakseta. Baik Lakseta maupun Layung tidak ingin bertanya lagi pada Suro Joyo. Takut nanti Suro Joyo menjadi kaget.“Eh, tadi kamu tanya apa
“Semoga cara ini bisa menyelesaikan kesalahpahaman di antara mereka,” kata Lakseta lirih, lebih tertuju pada diri sendiri. “Jangan sampai satu di antara mereka celaka karena bertarung secara sia-sia. Tidak ada gunanya bertarung disebabkan persoalan yang tidak jelas.”Dhuar!Dhuaaar...!Terdengar dua kali ledakan yang sangat keras. Ledakan itu mememakkan telinga orang yang dekat dengan sumber ledakan. Suro Joyo dan Kowara yang paling pekak telinga karena bunyi ledakan yang di luar dugaan.Seiring suara ledakan, terlihat asap gelap memenuhi pantai. Kegelapan asap makin memburamkan pandangan karena pasir pantai juga beterbangan di udara. Pasir pantai yang membumbung tinggi ke segala penjuru itu membuat mata Kowara kemasukan beberapa butir pasir. Secara naluri, Kowara menceburkan diri ke laut untuk merendam matanya.Dengan cara alami, butir-butir pasir yang masuk ke dalam dua kelopak, keluar dari mata. Kowara bisa membuka mata setelah merendam kedua mata dalam air laut. Pelan-pelan dia m
“Baiklah, kami siap melaksanakan tugas ini,” kata Nurweni dengan nada tegas. “Apa Lasih Manari akan kamu barkan hidup?”“Iya,” jawab Kowara. “Sayang sekali kalau gadis secantik dia dibunuh. Tugas utama kalian membunuh Ponggewiso. Kalian dua orang hebat, pasti tidak ada masalah untuk melaksanakan tugas ini.”“Kelihatannya kamu naksir Lasih Manari ya?” goda Rupini. “Kamu tidak menyesal kalau sudah tahu siapa dia sebenarnya?”Kowara tersenyum. Senyum kecut. Senyum getir. “Memangnya kamu tahu siapa dia sebenarnya?”“Sedikit tahu. Tapi yang sedikit ini mungkin lebih banyak dari yang kamu tahu.”“Ah, masa? Apa kamu pernah bersahabat dengan Lasih Manari?”“Bersahabat? Tidak! Kalau sekedar berteman…, iya. Kami –aku dan Nurweni— pernah berteman cukup akrab dengan Lasih Manari.”Kowara memandangi Rupini dan Nurweni dengan pandangan sungguh-sungguh. Dia seperti ingin tahu isi hati Sepasang Naga dari Utara.“Kalian pernah berteman dengan Lasih Manari, tetapi kalian siap membunuh Lasih Manari kala
Tiba-tiba Kowara berhenti. Dia mendekati Nurweni dan Rupini. Kelakuan Kowara menunjukkan bahwa dirinya ada keperluan yang sangat penting.”Ingat, tugas kalian hanya membunuh Ponggewiso dan anak buahnya!” Kowara mengulangi perintahnya. ”Kalian tidak perlu menyentuh, mendekati, atau sampai bertarung melawan Lasih Manari!”Nurweni dan Rupini telah menduga Kowara akan berkata seperti itu. Sejak masih di penginapan, tak henti-hentinya mengungkapkan dua hal, bunuh Ponggewiso dan jangan bunuh Lasih Manari.“Iya, jangan khawatir!” sahut Nurweni bersungguh-sungguh. “Aku dan Rupini bisa membedakan antara Ponggewiso dengan Lasih Manari. Begitu ketemu Ponggewiso, maka kami akan langsung membunuhnya. Sebaliknya, kalau ketemu Lasih Manari, kami tidak akan membunuhnya.”“Terima kasih atas kesungguhan kalian melaksanakan tugas ini,” Kowara menanggapi dua pendekar wanita itu. “Semoga tujuan kita tercapai dengan mudah tanpa ada halangan yang berarti.””Sama-sama, Kowara. Yang jelas, kami tak suka menca
“Kakang Kowara, tolong aku!” teriak adik Kowara puluhan tahun silam. “Tolong aku, Kakang Kowara!”Waktu itu Kowara tidak berdaya untuk menolong sang adik. Jangankan menolong adiknya, menjaga keselamatan jiwa sendiri saja, belum tentu bisa. Untuk menyelamatkan diri dari keganasan Ponggewiso dan gerombolannya saja, belum tentu bisa.Suara jeritan adik Kowara selalu terngiang sepanjang hidup Kowara. Suara teriakan minta tolong itu tak mudah hilang dari ingatan. Setiap kali teringat peristiwa itu, ada perasaan bersalah pada diri Kowara. Dia merasa bersalah karena tidak bisa menolong adik perempuannya.Kowara waktu itu selamat karena dirinya berhasil meraih balok kayu kapal yang dibakar anak buah Ponggewiso. Selama berhari-hari Kowara terapung di lautan luas yang seolah-olah tak bertepi. Sampai suatu hari ada seorang nelayan menyelamatkan Kowara. Kowara dipulangkan kembali ke rumahnya.Pada sisi lain adik Kowara mengalami nasib tragis di Pulau Sapit Yuyu. Dia diperkosa dan akhirnya dibunuh
”Kali ini kamu tidak akan bisa menangkis seranganku,” gumam Ponggewiso saat tubuhnya melesat di udara dengan kaki kanan siap menghantam lawan. Banyak lawan kubuat mampus dengan serangan ini.“Rupanya Ponggewiso menggunakan jurus mautnya untuk menyerangku. Kowara membatin. Ponggewiso mengira akan mudah membunuhku dengan jurus gombal semacam itu. Aku sudah tahu jurus tendangan andalan Ponggewiso. Aku bisa dengan mudah mematahkan dan balas menyerang balik. Bahkan aku bisa saja mematahkan kedua kakinya dengan sekali gebrakan.Sesaat Kowara menangkis dengan tangan kiri untuk menangkis kaki kanan lawan. Kowara ingin menggunakan tangan kanan untuk memukul lawan, tetapi gerakannya kalah cepat yang dilakukan lawan. Ketika kaki ditangkis, Ponggowiso bersalto ke bumi. Lalu dengan satu hentakan, kedua tangannya secara beruntun berhasil menghantam dada lawan.Tubuh Kowara tersorong ke belakang beberapa tombak. Saat tubuhnya melayang, tiba-
Pada dasarnya Ponggewiso masih suka pada Lasih Manari. Ponggewiso masih cinta Lasih Manari. Tidak mudah bagi Ponggewiso untuk melepaskan Lasih Manari dari tangannya. Dirinya masih mencintai Lasih Manari. Kowara berani melarikan Lasih Manari, berarti dia telah merendahkan diriku. Setelah aku menghabisi dua cecurut busuk ini, akan kucari Kowara. Aku akan memburunya sampai di ujung dunia sekalipun. Dengan cara pun, akan kuburu Kowara untuk kubantai! Nurweni dan Rupini saling pandang. Mereka baru saja memperhatikan Ponggewiso yang terlihat geram setelah melihat kapal yang digunakan Kowara utkmelarikan Lasih Manari makin jauh. Bahkan kini sudah nyaris tak terlihat lagi. “Dia menyesal rupanya,” kata Nurweni kepada Rupini. “Dia menyesal karena tidak bisa menahan Kowara yang kini telah melarikan Lasih Manari.” “Kurasa bukan hanya menyesal,” Rupini menanggapi. “Dia juga kesal. Kesal karena gadis yang dicinta dibawa kabur Kowara, huahahahaha…!” Nurweni dan Rupini tertawa-tawa. Ponggewiso te
“Nurweni, hati-hati..., dia tidak bisa dianggap enteng,” bisik Rupini. “Bajak laut ini ternyata memiliki tenaga dalam yang kuat melebihi yang kita miliki.” “Benar,” sahut Nurweni lirih. “Aku sudah merasakan kekuatan tenaga dalamnya sejak pertama kali beradu senjata tadi. Dia benar-benar memiliki tenaga dalam andalan yang bisa digunakan untuk menghabisi lawan.” Nurweni dan Rupini pasang kuda-kuda untuk menghadapi lawan. Mereka bersiap-siap menyerang lawan untuk menuntaskan tugas dari Kowara. Bayaran tinggi dari Kowara tidak akan disia-siakan sepasang pembunuh itu. Mereka berdua tidak ingin mengecewakan Kowara. Dengan cara apa pun, kalau perlu menggunakan cara-cara licik akan dilakukan, asalkan bisa menang. Cara-cara yang paling kotor pun akan ditempuh demi memenuhi tugas dari Kowara. Ponggewiso menggunakan dua tangan untuk menggenggam gagang pedang saktinya. Dia bergerak cepat untuk merangsak lawan. Dirinya ingin secepatnya menghabisi dua pendekar peremp