Share

5. Kambuh

“Kamu ga pa-pa?” tanya Martin saat Camille di paksa Luca kembali ke meja tempat Martin masih menunggu menu sarapannya. 

Dua orang gadis pekerja part-time yang sebelumnya pernah membantu di cafe Lemoncello, hari ini datang untuk bekerja dan sudah mendapat ijin dari Pierre. 

“Uhm, ga papa!” sahut Camille singkat, memberikan senyum terpaksa di bibirnya pada Martin yang menatapnya lekat-lekat. 

Satu orang gadis datang membawakan menu sarapan untuk Martin dan Camille, meletakkannya di atas meja. Namun tanpa sengaja tangan sang gadis menyentuh tangan Martin yang berada di atas meja. Spontan Martin langsung menutup hidungnya yang terasa sesak, wajahnya memerah dan tubuhnya bergetar. 

“Takeaway sarapanku!” pinta Martin cepat pada Camille yang bingung mendengar intonasi suara Martin, seperti perintah dan sikapnya berubah 360 derajat dari sebelumnya. 

Martin sudah berlari masuk ke dalam mobilnya yang terparkir di tempat parkir tidak jauh dari café Lemoncello. Tangan Martin bergetar mencari apapun untuk membantu mengurasi efek alerginya. 

Tidak lama kemudian, Camille datang membawakan sarapan takeaway Martin. Camille mengetuk pintu mobil yang dia melihat Martin sebelumnya masuk, lalu membuka pintu mobilnya perlahan. 

Martin duduk terengah-engah di kursi belakang, wajahnya masih memerah seperti kepiting rebus tetapi pria itu belum menyentuh sarapannya sebelumnya sehingga tidak mungkin dia alergi makanan. 

“T-tolong aku! Carikan inhaler di dalam laci dasbor atau di manapun dalam mobil ini,” pinta Martin berusaha bersikap tenang dan mengatur penapasannya agar teratur. 

Tetapi setenang apapun dan bagaimanapun Martin berusaha, dadanya semakin terasa sakit dan napasnya terlihat putus-putus, hilang timbul yang membuat Camille semakin terkejut. 

Camille ingin berteriak minta tolong pada Luca atau siapapun, “Jangan panggil siapapun! Cukup bantu aku carikan inhaler, please …” mohon Martin sekali lagi pada Camille. 

Camille akhirnya masuk ke dalam mobil bagian depan dengan pintu di kursi penumpangnya masih terbuka agar Luca dan siapapun tidak curiga padanya. Tangan Camille yang sudah terlatih gesit dalam mencuri, mencari dan membongkar laci dasbor tetapi tidak menemukan inhaler. Begitu juga di bagian lain di dalam mobil tersebut. 

“Anda yakin, membawa inhaler, Tuan Martin?” tanya Camille menatap lekat pada Martin yang napasnya semakin tersengal dan tubuhnya tersandar lemah pada sandaran kursi di belakang. 

Camille berinisiatif ingin membuka jendela di samping Martin, tetapi pria itu segera melarangnya. 

“Jangan dibuka jendelanya. Cepat bantu carikan inhaler, aku tadi membawanya dan lupa meletakkannya dimana,” ucap Martin yang berusaha mengucapkan kata demi kata keluar dari mulutnya yang terasa sangat sulit untuk berbicara. 

Camille kembali mencarinya ke bagian bawah mobil, yang dia pikir mungkin inhaler terjatuh ke bawah saat Martin mengemudi. Tetapi nihil!

“Aku tidak menemukan inhaler Anda, Tuan! Aku akan pergi ke klinik dan membelikannya untuk Anda,” cetus Camille sudah akan beranjak turun dari dalam mobil. 

Lengan Martin terulur menarik tangan Camille dan menarik gadis itu ke belakang yang sialnya Camille terjatuh ke atas tubuhnya. Bibir Camille menempel tepat di atas bibir Martin yang berdesis dengan napas kasar tersengal hilang timbul tenggelam. 

Dengan sisa tenaganya, lengan Martin melingkari punggung Camille dan naik untuk menekan belakang kepala gadis itu agar tidak bisa bergerak. 

Perlahan mulut Martin terbuka dan melumat bibir Camille yang terasa sangat kenyal, lembut dan ranum juga napas gadis itu wangi memenuhi rongga pernapasannya.

 

Camille yang masih terkejut dengan apa yang terjadi dan begitu sangat cepat sehingga tidak bisa mengelak. Mata indah gadis itu terbeliak membola melihat Martin dan pernapasan pria itu berangsur teratur juga hangat menerpa wajahnya. 

Selama beberapa detik Camille masih belum mengerti akan apa yang terjadi sedangkan lidahnya spontan sudah ikut membalas membelit lidah Martin dalam mulutnya. Tangan Martin semakin bertenaga menekan belakang kepala Camille dan tangan yang lain juga ikut melingkari pinggangnya posesif. 

Camille berusaha berontak dengan menumpukan tangannya pada dada Martin tetapi menemukan telapak tangannya mengganjal saat menyentuh kantong kemeja yang di pakai pria itu. 

Voila! Camille menemukan inhaler dalam kantong kemeja Martin. 

“Uhmmm! Apa yang Anda lakukan? Anda menyembunyikan inhaler dalam kantong kemeja Anda, tetapi men …” pekik Camille setelah Martin akhirnya melepaskan tautan bibirnya pada bibir Camille. 

“Maaf, aku panik dan tidak ingat sama sekali,” sahut Martin mengunci tatapan pada Camille jika dia mengatakan kejujuran. 

“Anda sengaja mengambil kesempatan pada kebaikanku!” tuduh Camille sengit lalu beringsut mundur dan ingin  pergi meninggalkan Martin. 

Martin mencekal pergelangan tangan Camille, “Berapa Ayahku membayarmu? Akan ku berikan dua kali lipat, menikahlah denganku!” ucap Martin yang masih berpikir jika Camille adalah gadis suruhan Ayahnya, Gabriel Jakovsky. 

“Aku tidak mengerti apa yang Anda katakan, Tuan! Permisi!” jawab Camille berhasil menepiskan cekalan Martin pada pergelangan tangannya. 

Camille langsung bergerak turun dan berlari menjauhi mobil Martin lalu masuk ke café Lemoncello setelah meredakan detak jantungnya yang berdebar, berdentam-dentam dalam rongga dadanya. Ini sudah ketiga kalinya Martin mencium bibir Camille dimana yang pertama terjadi sewaktu Camille pergi ke Palermo beberapa minggu lalu mengikuti Dylan, ayah angkatnya dalam misi mencuri. 

Saat itu Camille yang bersembunyi di atas pohon apel yang terletak di belakang kediaman mewah, memikirkan cara untuk membantu Dylan agar terbebas karena Ayah angkatnya itu tertangkap pemilik rumah saat menyelamatkan Camille yang tiba-tiba datang dan ikut dalam misi mencuri. 

Dylan di bawa ke kantor polisi Palermo yang terkenal kejam tanpa belas kasihan apalagi pemilik rumah yang mereka curi memiliki kekuasaan untuk menahan serta membuat para polisi menyiksa Dylan. 

Tiba-tiba Martin naik ke atas pohon apel, tempat Camille sedang bersembunyi sambil memakan buah apel pada pohon tersebut. Martin yang terkejut melihat ada orang lain di atas pohon apel kesukaannya langsung bergerak mundur yang membuatnya oleng ke belakang. Tangan Camille terulur untuk menangkap tangan Martin tetapi pria itu menghindarinya karena dia juga bisa melihat rambut panjang yang di ikat tinggi ke atas kepala dan berpikir jika orang di depannya adalah seorang wanita dimana Martin alergi di sentuh oleh wanita. 

Martin terjatuh tertelentang ke tanah yang juga membuat Camille ikut terjatuh karena berusaha membantu pria itu. Camille terjatuh dengan posisi bibirnya tepat berada di atas bibir Martin dan pria itu tidak merasakan reaksi alergi apapun saat bersentuhan dengan Camille, sebaliknya dia merasakan jantung berdetak tidak normal dengan getaran yang sangat indah dalam rongga dadanya. 

“Apa yang terjadi?” tanya Luca saat melihat Camille kembali dan masuk ke area bartendernya. 

Camille mengabaikan pertanyaan Luca, dia berjalan ke wastafel dan berkumur-kumur sepuas hatinya tetapi tidak bisa dipungkiri jika jantungnya masih mengalun dan berdetak yang membuat senyum manis terbit pada sudut bibirnya. 

“Pierre belum datang?” tanya Camille mengalihkan topik serta perhatian Luca yang mengangguk melihat penampilan Camille dengan semu kemerahan pada kedua pipinya. Sangat cantik!

“Uhm, sepertinya dia akan datang sore. Oh ya, kenalkan Carla dan ini Donna. Mereka biasa membantu bekerja part-time di sini,” ujar Luca setelah memanggil Carla dan Donna yang segera datang untuk dia perkenalkan pada Camille. 

Camille mengangguk, tersenyum dan menjabat tangan Carla dan Donna yang juga ramah menyapanya. Donna adalah wanita yang sebelumnya menyentuh jemari Martin di atas meja dan setelah berkenalan dengan Camille, sudut bibir Donna menyeringai licik yang tidak terlihat oleh rekannya Carla juga Luca. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status