Share

4. Pelanggan Pertama

Hari ini adalah hari kedua Camille bekerja di cafe, dia memutuskan berangkat sendiri karena Dylan harus pergi ke tempat lain untuk berbelanja bahan makanan sebagai tambahan jualan di warung sederhana milik mereka. 

Kaki Camille melangkah seperti menari di jalanan, terkadang dia membuat lompatan kecil dengan senyuman ceria, semakin membuat wajahnya terlihat sangat cantik dan manis menggemaskan.

Seorang gadis muda yang sangat berenergi memulai hari dan membuat siapapun yang melihatnya ikut menjadi bersemangat. 

 

“Hei, kamu datang pagi sekali, Cammie!” sapa Luca menepuk pundak Camille dari belakang. 

“Oh ya? Ku pikir tadi aku kesiangan hehe,” sahut Camille tertawa kecil yang ditanggapi Luca juga tertawa lalu mengeluarkan kunci dari gantungan tasnya untuk membuka pintu masuk cafe Lemoncello. 

Camille bergegas membersihkan ruangan cafe, meja dan kursi yang dia lap bersih dan tata sama seperti sebelumnya. 

“Kami bisa membantumu, Nona,” ucap Martha, salah satu Bibi yang bekerja di bagian dapur juga baru tiba di cafe. 

Camille tersenyum memperlihatkan gigi gingsulnya yang juga sangat manis di tambah lesung pipinya yang cekung masuk ke dalam pipinya, “Aku sudah selesai, Bibi. Terima kasih.” jawab Camille lalu mendorong bahu Martha pergi ke dapur. 

“Aku juga bisa membantu Bibi menyiapkan bahan makanan,” cetus Camilla yang langsung digelengkan cepat oleh Martha. 

“Itu di larang Nona Cammie, bisa-bisa nanti gaji kami di potong oleh Tuan Pierre jika Nona Cammie yang cantik begini ikut membantu pekerjaan dapur. Sudah, istirahat saja di depan, oke?” sahut Martha yang gantian mendorong Camille agar keluar dari area dapur. 

Camille belum pernah memasak atau membantu memasak karena Solenne sangat menjaga dan juga memanjakannya tetapi Camille menyukai mencoba hal-hal baru dan dia adalah pembelajar yang cepat belajar. 

Luca membuatkan teh rempah dan memotong cake untuk Camille juga dirinya lalu mereka berdua duduk di halaman cafe sambil menunggu pelanggan datang.

Pierre tidak seperti biasanya terlambat, belum datang ke cafe tetapi Camille dan Luca terlihat santai karena Pierre adalah bos mereka yang bisa datang atau pulang sesuka hatinya. 

“Kamu memiliki ponsel? Berapa nomor telponmu?” tanya Luca yang melihat Camille memutar-mutar garpu di atas piring cake nya. 

“Aku tidak punya ponsel” jawab Camille cepat sambil mendongak menatap mata Luca yang tepat sedang memperhatikannya. 

Sesaat Luca gelagapan beradu tatapan dengan Camille dan saat itu pula Martin datang seorang diri ke café. 

“Selamat datang!” sapa Luca cepat mengalihkan perhatiannya dan tersenyum menyambut kedatangan Martin yang tidak biasa datang sepagi ini ke Lemoncello apalagi Pierre belum muncul. 

“Aku tidak sengaja lewat di depan sini, dan melihat Lemoncello sudah buka, jadi mampir,” Martin memberikan alasan seakan dia bisa membaca apa yang ada di dalam kepala Luca. 

Camille ikut berdiri ingin ikut masuk mengikuti Luca ke dalam cafe tetapi ditahan oleh Martin. 

“Sebenarnya aku ingin kamu menemaniku sarapan di sini, Nona Cammie. Atau apakah dirimu sibuk?” 

Luca menoleh pada Camille yang sudah berdiri di depan kursi duduknya, “Habiskanlah dulu cakemu. Aku bisa menyiapkan sarapan untuk pelanggan pertama kita,” cetus Luca yang juga terdengar seperti perintah buat Camille agar mau menemani Martin duduk sarapan di halaman. 

Jantung Luca masih belum berhenti berdebar dalam dadanya dan dia merasa sedikit harus menjaga jarak dengan Camille selama beberapa saat akan membuatnya baik-baik saja. Luca hanya tidak ingin bersaing dengan Pierre yang menurutnya bos mereka itu seperti telah jatuh cinta pandangan pertama pada Camille. 

Camille akhirnya duduk kembali pada kursinya dan menghapus pola yang dia corat-coret menggunakan garpu di piring cakenya sebelumnya.

Coretan yang berisi rencana dalam kepalanya mengenai rumah orang kaya mana yang akan dia datangi malam ini untuk mencuri. Sepertinya Camille harus menghindari kediaman Martin, pria yang duduk di depannya saat ini. 

“Kita pernah bertemu, ‘kan sebelumnya?” tanya Martin menatap lekat ke wajah Camille yang menyuap cake dan mengarahkan pandangannya menatap lautan yang jauh di bawah tempat mereka saat ini. 

Cafe Lemoncello terletak bibir pantai bagian atas Sorrento. Sehingga dari tempat Camille berada, dia juga bisa melihat secara samar ruko tempat tinggalnya bersama kedua orangtua angkatnya dan Abraham yang ada di bagian pantai paling bawah. 

“Oh ya? Aku tidak ingat! Kita pernah bertemu di mana, Tuan?” tanya Camille memalingkan pandangannya menatap Martin sejenak. 

Perut Camille merasakan mual, ralat bukan mual tetapi sensasi seperti digelitik. Rasa bibir pria yang duduk di depannya itu masih sangat jelas terbayang dalam benaknya. Bibirnya kenyal, lembut juga sangat manis. 

“Di Palermo!” tukas Martin setelah meneliti penampilan Camille, dia sangat yakin gadis yang juga lancang menempelkan bibir pada bibirnya saat berada di kebun apel pada kediamannya di Palermo adalah Camille. 

“Palermo? Sisilia? Anda pasti bercanda Tuan! Atau apakah ini seperti godaan yang biasa Anda lakukan pada para gadis?” sahut Camille sambil tertawa kecil lalu menggeleng cepat, “Aku belum pernah ke Palermo, Tuan. Apakah Tuan Martin dari Palermo?” tanya Camille yang merasa yakin jika alibinya sudah cukup meyakinkan Martin jika dirinya belum pernah ke Palermo. 

Mata Martin menyipit menatap Camille sejenak, lalu mengedarkan pandangannya ke arah lautan yang berwarna biru tosca dan burung elang merah melesat kian kemari di langit biru cemerlang. Cuaca sepertinya akan cerah seharian ini. 

Luca datang membawakan buku menu dan meletakkan camilan pembuka gratis untuk Martin di atas meja. 

“Aku pesan menu sarapan apapun yang sudah siap, juga untuk Nona Cammie,” ucap Martin kepada Luca yang langsung mengangguk. 

“Tidak perlu, Luca! Aku sudah sarapan,” Camille memotong cepat agar menghentikan Luca membuatkan pesanan untuknya. 

“Belum ada pelanggan, Pierre juga belum datang. Kamu bisa temani Tuan Martin dulu, tidak apa-apa. Kamu juga belum sarapan, ‘kan? Jadi sekalian,” cetus Luca sambil mengedipkan sebelah matanya pada Camille yang tetap menjadi salah tingkah apalagi harus duduk satu meja dengan Martin. 

Angin bertiup sepoi dari arah Camille duduk berhembus ke arah Martin yang semakin membangkitkan ingatannya akan ciuman seorang gadis di rumahnya. 

“Sudah berapa lama kamu di sini?” tanya Martin berusaha bersikap santai, meski dia melihat Camille tetap tidak ingin menatapnya berlama-lama. 

“Baru tiga, entah empat hari. Kenapa?” 

Camille sepertinya sangat suka melemparkan pertanyaan balik dan membuat percakapannya dengan Martin bisa berjalan lancar meskipun sebenarnya gadis itu enggan. Tetapi dia tidak bisa menghentikan Martin untuk tidak bertanya lebih lanjut karena Martin selain customer, dia juga pemasok buah lemon untuk cafe Lemoncello.

 

Martin terlihat mengangguk menatap Camille yang juga menatapnya lalu mereka sama-sama memperhatikan burung elang merah mungil yang bergerombol berterbangan di atas lautan depan mereka. 

“Beberapa malam lalu, rumah temanku kemalingan dan kebetulan aku berada di sana,” Martin bercerita dan berhenti sejenak memperhatikan perubahan ekspresi pada wajah Camille yang tetap cuek dan santai minum teh rempah di cangkirnya. 

“Maling itu berlari ke arahku dan bisa ku rasakan dia adalah seorang wanita,” lanjut Martin masih terus memperhatikan wajah Camille sambil dirinya menyendok camilan pembuka masuk ke mulutnya. 

“Untuk apa Anda menceritakan hal ini padaku, Tuan Martin?” tanya Camille berusaha santai meski jantungnya berdentam-dentam di dalam rongga dadanya. 

“Wanita itu mencium bibirku dan aku mencium aroma wanita itu sama denganmu,” bisik Martin sedikit mencondongkan tubuhnya maju ke arah Camille. 

Camille langsung tersedak teh yang masih ada di tenggorokannya, naik kembali ke dalam mulutnya sehingga dia berlari pergi ke arah kamar kecil, meninggalkan Martin yang semakin menyipitkan matanya menatap bentuk tubuh Camille dari belakang lalu memperhatikan telapak tangannya sendiri dengan senyum tersungging. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status