Share

Bab 5

Flashback

Para rombongan Raja yang sedang berkampanye, tiba tiba diberhentikan oleh Varma beserta beberapa orang lainnya yang berprofesi petani.

"Kau." ucap Raja.

"Anda ingin membiarkan ladang kami tandus dengan mengalihkan aliran air, mengapa?" tanya Varma.

"Aku adalah Raja, dan ini wilayah kekuasaanku. Aku hanya melakukan apa yang saya inginkan." jawab Raja.

"Apakah anda kehilangan Istana anda? Anda tidak bisa egois, dan mau menang sendiri."

"Kebetulan Anda menjadi Menteri dibagian negara, oleh karena itu saya tidak bisa tinggal diam saja dan melupakan masalah ini. Dengar, Menteri yang menangani masalah pegadaian tanah dan petani." ucap Varma lagi.

"Maksudmu, ayahku adalah Menteri petani biasa?" tanya Max.

"Tanah bisa hancur kapan saja!" jawab Varma.

"Diam!!! Cobalah untuk mencapai tingkat yang sama seperti saya! Baru berkomentar!" Bentak Raja.

"Jangan pernah menyamakan kami dengan seorang koruptor!" jawab Varma.

"Astaga, kau mengatakan koruptor?" tanya Mitu seorang antek Raja.

"Apakah Raja tidak menerima suap, membuat mengalihkan aliran sungai itu?" ucap Varma dengan tegas membuat Raja kaget dan juga tampak marah.

"Aku memberikan waktu sepuluh hari untuk mengembalikan aliran air ke ladang kami!" ucap Varma lagi sambil menunjuk Raja kemudian berlalu dari sana bersama para petani yang lain.

"Aku akan mengurusnya ayah." ucap Max.

Raja sangat marah dengan tindakan Varma tersebut.

"Dia begitu terobsesi akan hal itu." ucap Raja geram.

Flashback selesai.

***

"Tidak heran, mengapa Maura terlihat aneh setelah perjalanan tour itu." ucap bibi Maura.

"Mungkin karena mereka saling mencintai." ucap Bibi lagi.

Raja yang mendemgar hal tersebut menjadi sangat marah, ia memcahkan potol kaca dengan tangannya sendiri membuat bibi Maura menjadi kaget.

"Siapa orang ini? Rendra?" tanya Raja.

"Anak Varma Gulshan, ayah." jawab Max membuat bola mata Raja membulat karena kaget.

"Dia sendiri yang mengumumkannya, Raja." ucap Mitu yang kemudian di tampar oleh Raja.

"Darah? Mengapa ada darah karena sebuah tamparan?" tanya Mitu bego, padahal itu darah Raja yang telah memecahkan botol kaca dengan tangannya sendiri.

"Sekarang kau bertanya, mengapa kau ditempeleng?" tanya Raja pada Mitu.

"Mengapa anda tidak bisa mengalahkan seorang pria dan sebagainya? tanya Mitu sambil menangis.

"Kau benar benar ingin tahu apa yang dapat salah lakukan pada seorang pria? tanya Raja dengan menyeringai seram.

"Tidak, tidak. Tiba tiba perutku sakit! Tapi ayah, aku hanya memperingatka. Jangan lakukan itu!" ucap Mitu.

"Orang ini telah dihina masyarakat, dan anaknya. Rendra, telah mempermainkan kehormatan keluarga saya!"

"Lalu kau mengatakan supaya aku tidak melakukan apa apa?" ucap Raja lagi.

"Pertama tama kita harus menegur Maura terlebih dahulu." ucap bibi Maura.

"Jangan kau berani, dengar baik baik Maura tidak pernah belajar untuk masalah seperti ini." ucap Raja.

"Aku mempunyai rencana tersendiri untuk hal ini." ujar Raja lagi.

****

Seorang polisi menghentikan langkah Maura, saat gadis itu sedang berjalan.

"Nona Maura, kau bermain kartu ucapan hari ini. Bersenang senang lah! bersenang senanglah!" ucap Vinot, polisi tersebut yang diundang oleh Raja.

"Ini adalah kenyataan yang menyenangkan dalam hidup." ucap Vinot lagi.

Maura hanya menoleh sambil tersenyum dan ia berlalu begitu saja. Vinot memasuki rumah Maura, karena ia memang sudah ditunggu oleh Raja di dalam.

"Aku ingin menghancurkan Rendra dan keluarganya. Untuk memulai hal ini bukan sesuatu yang besar. Tapi bagaimana caranya kita menangkap mereka?" ucap Raja pada Vinot.

Tiba tiba saja Sobri datang, Sobri adalah salah satu tetangga Rendra dan ia bekerja dengan Raja.

"Aku bisa memberitahu anda salah satu caranya, tuan." ucap Sobri.

"Saya pernah melihat, pak Varma memberikan akomodasi kepada para tetoris tempo hari untuk satu malam." ucap Sobri.

Vinot dan Raja saling pandang, akhirnya kini mereka menemukan sebuh cara untuk menghancurkan keluarga tersebut tanpa harus menggunakan tenaga.

****

Di tempat lain terlihat Maura sedang berjalan disebuah taman yang sepi untuk menemui sang kekasih yang sudah sangat ia rindukan. Namun ia tidak menemukan Rendra disana, karena kekasihnyanitu tengah bersembunyi.

"Oke, jadi kau bersembumyi disuatu tempat. Baiklah jika kau tidak keluar secepat mungkin maka aku akan pergi sekarang juga." ucap Maura.

Rendra yang masih bersembunyi di balik pohon menjadi kaget karena mendengar ucapan Maura, kemudian ia segera keluar dari tempat persembunyiannya.

"Maura, berhenti" ucap Rendra membuat Maura menghentikan langkahnya dan menoleh. Rendra menghampirinya.

"Jangan pergi, jangan pergi." ucap Rendra.

"Mengapa aku harus tetap disini? Apakah pantas untuk kau bersembunyi dan menyulitkan orang? ucap Maura sambil mendekat kebarah Rendra dan membenarkan kancing kemeja Rendra yang sedikit terbuka.

"Tidak, tapi apakah pantas membuat seseorang menunggu begitu lama" jawab Rendra.

"Tidak, hanya saja aku baru mendapatkan maslah. Tapi apa kau akan memgerti masalahku?" ucap Maura yang hendak berlalu namun di tahan oleh Rendra.

"Putri dari orang kaya punya masalah? Itu hanya ada dalam nasib pria sepertiku yang mana hidup dijalanan dan diladang." ucap Rendra.

"Itu kau, selalu menangis pada nasibmu! Apa kau tahu nasib seseorang yang menangisi nasib mereka?" tanya Maura sambil mengelus rambut Rendra dengan sayang.

"Nasibku tidak bisa membuatku menangis, karena cintamu ada bersamaku." jawab Rendra.

Maura menghela nafasnya pelan dan berjalan mendekati Rendra.

"Itulah masalahnya, maksudku..."

"Pernikahanku telah diatur." ucap Maura membuat Rendra kaget.

"Apa? Apa yang kau katakam?" tanya Rendra.

"Ayahku telah mengatur pernikahanku, mereka adalah orang yang sangat kaya. Tanah, harta mereka memiliki semuanya. Papa telah mencarikan pangeran yang sebenarnya." ucap Maura dengan sungguh sungguh.

"Lalu apa yang akan kau lakukan dengan pengemis ini?" ucap Rendra.

"Aku datang untuk mengatakan keputusanku, ini mungkin akan menjadi pertemuan terakhir kita." ucap Maura sambil berlalu.

"Kita tidak dapat bertemu lagi setelah ini, aku pergi." ucap Maura sambil menangis.

Rendra mengejar Maura, dan menahannya.

"Kau mau kemana?" tanya Rendra.

"Ada apa? Kau ketakutan? Kau takut? Kua benar benar takut?" ucap Maura sambil tertawa membuat Rendra semakin bingung dengan sikao kekasihnya itu.

"Mengapa kau tetawa?"

"Karena aku hanya bercanda." ucap Maura yang masih terus tertawa.

"Aku tidak suka dengan lelucon ini." 

"Oh ya, lalu lelucon seperti apa yang kau sukai?"

"Bermain lelucon apapun padaku tapi tolong jangan berbual dengan hal yang berbau perpisahan kita. Lihat, jantungku berdebar dengan sangat kencang."

"Ndra, kau menanggapi semuanya dengan serius. Jika ini bensr terjadi suatu hari nanti?" 

"Aku akan mengacaukan mereka!" jawab Rendra cepat.

"Siapa? Aku?"

"Tidak, aku tidak akan membiarkanmu terancam. Aku akan mati sendiri." ucap Rendra membuat Maura kaget dan langsung membungkam bibir Rendra dengan tangannya.

"Kau bicara tentang cinta dan kematian dengan nafas yang sama itu tidak terdengar baik." ucap Maura dan dihadiahi tawa kecil Rendra.

"Siapa yang ingin mati."

"Siapa yang ingin mati, Maura. Jika aku mati aku akan selalu berdetak dalam hatimu seperti debaran jantungmu." ucap Rendra lagi.

Maura tersenyum lembut ke arah Rendra.

"Apa kau sangat mencintaiku?"

"Mengapa kau bertanya padaku, tanyakan pada debaran jantungmu. Apa dia akan berdebar kencang?" ujar Rendra.

"Jangan terlalu mencintaiku, Ndra. Kau akan tersiksa dsn sakit yang tidak perlu." ucap Maura.

"Apa spesialnya aku? ada apa denganku?" lagi Maura bertanya.

"Bukankan kau yang memulainya sebelum aku." jawab Rendra.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status