Share

Episode 6

25 Desember 2020

Abiwangsa menyiapkan pasukan untuk menyerang Ranggono dikediamannya. Sayangnya bukan hanya Raga yang memiliki bantuan polisi, Nera juga sudah menyuap polisi untuk tidak ikut campur masalah ini. Itulah mengapa laporan dari Kevin diabaikan begitu saja. Polisi daerah setempat tidak terlalu perduli pada laporan kosong itu. Mereka masih bersantai saja di kantor dan akan mulai bergerak sesuai kesepalatan dengan Abiwangsa.

“Seluruh pasukan sudah bersiap?” Abiwangsa mengomandoi sendiri jalannya penyerangan ini.

Ouh iya. Misi natal ini adalah misi yang luar biasa besarnya. Perencanaan balas dendam hanya dengan persiapan lima hari. Nera meminta Abiwangsa untuk turun langsung dengan menjadi pemimpin penyerangan. Abiwangsa tentu senang harus terlibat langsung. Semenjak kehadiran Nera dalam hidupnya, Abiwangsa tidak pernah lagi merasakan panasnya medan pertempuran. Si pembunuh berdarah dingin itu sepertinya sedang merindukan masa lalunya.

“Pak semuanya siap.” Ajudan pribadinya itu melaporkan kondisi terkini seluruh pasukannya di masing-masing posisi. Penyerangan yang sangat taktis. Tidak hanya mengandalkan jumlah, tetapi juga mengandalkan kecerdasan. Lihat saja seberapa kuat Ranggono menahan serangan kejutan ini.

Seluruh pasukan bergerak keluar dari markas mereka. Enam mobil berisi pasukan bersenjata lengkap sudah berjalan meninggalkan markas. Abiwangsa bersiap bersama pasukan akhir kemudian bergerak dengan rute berbeda. Ini bertujuan agar serangan berada di dua arah yang berbeda. Sebuah proses pengalihan perhatian.

Ahli strategi Abiwangsa sempat meninjau bahwa bagian belakang markas Ranggono selalu diluar pengawasan. Menurutnya itu adalah celah terbaik untuk menyusup ke dalam. Jika Ranggono atau Raga bisa ditaklukkan maka seluruh anak buahnya akan mengaku kalah. Atau sama saja dengan menskakmat rajanya.

Seluruh pasukan Abiwangsa sudah berada di posisi masing-masing. Abiwangsa melihat bahwa bagian belakang ini sangat kosong. “Pak bagian depan sangat kosong.” Kemudian datang laporan dari salah satu pasukan. “Sepertinya penjagaan tidak ada pak. Mungkin mereka sedang beristirahat.”

Abiwangsa masih belum memerintahkan penyerangan. Mengamati sekitar agar tidak mendapatkan serang kejutan. Kanan dan kirinya menjulang tinggi dua buah gedung yang tidak terawat. Mungkin saja Gedung itu membuat komunitas ini menjadi tidak terlihat.

Abiwangsa memutuskan untuk memasuki pintu belakang terlebih dahulu untuk mengamati situasi lebih lanjut. Namun yang ada di depan matanya hanya sebuah lapangan luas dengan sederet bangunan seperti tidak berpenghuni. Pengalaman Abiwangsa tidak bisa dibohongi, kemudian segera berlari kembali ke dalam mobil. Larinya semakin cepat hingga tiba-tiba pintunya tertutup begitu saja. Datang dua orang bersenjata lainnya menghadang Abiwangsa.

“Sungguh pertahanan yang luar biasa yah.” Abiwangsa tersenyum melihat dirinya dihadang oleh dua orang penjaga. Mungkin buatnya itu hanya dua buah debu yang mengganggu pandangan. Tidak ada tanggapan dari kedua orang itu. Mereka langsung saja mengarahkan senjatanya kepada Abiwangsa. Namun belum selesai mengarahkan senjata itu sudah dipegang oleh Abiwangsa. Saat ditembakkan Abiwangsa membuah moncong senjata itu ke arah atas. Kemudian satu orang disebelah kanannya sudah menembakkan senjata, namun sebelum itu Abiwangsa sudah melindungi dirinya dengan punggung pasukan lainnya. Sungguh teknik bertarung yang sangat veteran. Kecepatan, ketepatan, naluri dan ketenangan dikeluarkan oleh Abiwangsa kepada kedua butiran debu itu.

Suara tepuk tangan terdengar dari arah punggung Abiwangsa. Setelah melirik ternyata itu adalah Ranggono. Kecerdasan yang luar biasa. Saat mengetahui bahwa dirinya menembak Nera, mungkin saja dia tahu bahwa Abiwangsa pasti akan datang untuk membalaskan dendam. Untuk itu Ranggono akan menyambutnya dengan sistem bersembunyi. Datang dari arah depan pasukannya yang hanya tersisa tiga orang. Pintu belakang terbuka. Ternyata pasukan yang ada di belakang sudah menjadi mayat.

“Selamat datang yang mulia Abiwangsa.”

“Bajingan kamu!!” Abiwangsa tidak bisa menahan emosinya. Mengeluarkan pistol dan menodongkan kepada Ranggono. “Kematianmu ada ditanganku.”

“Atau mungkin justru kematianmu di bawah perintahku.” Ranggono menunjuk sebuah penembak jitu yang berada di Gedung kosong itu. Ternyata itu adalah bagian dari pertahanan Ranggono. Penembak itu sudah mengarahkan bidikannya menggunakan sniper dan mengarah ke kepala Abiwangsa.

“Ahh tembak saja aku. Piuww. Dan neraka akan menantimu yang mulia.” Ranggono memberikan senyuman kemenangannya kepada Abiwangsa. Disertai gesture yang menembak menggunakan jarinya.

Abiwangsa tidak menanggapi apa-apa. Tidak berdaya dengan kondisi yang ada saat ini. Melangkah mundur sudah tidak bisa. Maju pun tidak mungkin. Satu-satunya cara agar Abiwangsa selamat adalah menyerahkan diri. Itupun jika nantinya dia tidak akan disiksa.

Ranggono memerintahkan anak buahnya menggunakan isyarat tangan untuk menangkap Abiwangsa. Pasukan langsung bergerak meringkus Abiwangsa yang hanya terdiam saat ini. Entah apa yang sedang ada dalam pikirannya, tetapi yang pasti tidak akan menyerah tanpa alasan.

“Masukkan ke sel!”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status