Share

Restu ayah

Ketiga preman itu melongo menatap langkah anggun Aisha, wanita yang telah berani menantang bahkan ia menyelipkan alamat rumahnya dalam sebuah kertas pada Arash.

"Apa? Boss di pinta datang ke rumahnya?" Tomo dan Bean masih menatap langkah wanita yang berpenampilan serba tertutup itu hingga hilang dari pandangan.

Argh!

Arash tak menggubris pertanyaan kedua temannya. Ia lebih memilih untuk melompat, turun dari bis.

Tomo dan Bean, hanya mengikuti saja. Keduanya merupakan laki-laki yang dibebaskan Arash dari kolong jembatan.

"Apa-apaan ini? Dia mau nantang saya, hah?" Gerutu Arash. Ia menjambak rambutnya dan menendang apa saja yang ada di hadapannya. Sedangkan, dua temannya hanya cekikikan. 

"Jangan-jangan, boss mau di ceramahin cewek ninja itu, Ya gak?" celetuk Tomo. Ia masih memainkan jari-jarinya pada benang gitar bersamaan dengan kaki melangkah

"Iya, boss! Secara kan kita ini para preman glow! Pasti gadis ninja itu akan ceramahin kita, apalagi dia tadi melihat kita tengah merebut paksa uang kakek tua," Timpal Bean yang membuat sang pemimpin preman dari mereka semakin gelisah.

"Terus, gue harus ngapa, Hah?" tanya Arash sembari membentak. Ia mengentikan langkahnya dan menoleh ke arah dua anak buahnya.

"Aelah, boss tinggal diam aja napa? Kagak usah ikutin permintaan konyol cewek ninja itu, dah!" Celetuk Bean santai. Ya, ia akan santai karena bukan di yang di teror. Namun, ia juga tak akan tenang jika sang boss kena masalah seperti ini.

"Enggak, Bean. Gue paling gengsi kalau gue kalah sebelum tarung," jawab Arash. "Kalian tahu kan? Kenapa dia ngomong kayak gitu?"

"Mana gue tahu? Orang yang punya fikirkan dia!" Kali ink yang menyahut Tomo dengan  cuek. 

"Karena kita mengatakan kalau kita kuat," jawab Arash tegas sambil menatap Tomo dan Bean lekat yang membuat kedua anak buah itu tertegun.

"Nah, kalau ini kagak bisa di biarkan, boss! Kita tak boleh di rendahkan, boss harus lawan tantangan ini,"

"Ya, benar boss! Sebagai anak buah yang baik hati. Maka kami akan selalu dukung boss!" Usul Bean.

"Oke, sebaiknya gue samperin tuh cewek! Kayak kagak tahu banget gue siapa?" Monolog Arash.

๐Ÿ๐Ÿ๐Ÿ

Puluhan gadis menggunakan sarung serta memegang kitab berhamburan keluar dari majelis. 

"Boss! Apa yakin kita akan masuk ke tempat model beginian?" tanya Tomo. Ia mengintip hamburan santriah dari balik gerbang.

"Ya, mana gue tahu. Hanya ngikutin jalur di kartu ini!" jawab Arash. Ia juga masih mengintip para gadis yang hilir mudik di dalam lingkungan balik gerbang.

"Boss, sepertinya kita coba masuk. Malu men, harga diri kita mau di taruh dimana? Masa kita salut sama ukhty-ukhty misterius itu," sahut Bean menyarankan.

Ya, mereka adalah tiga preman yang ditakuti di daerah ini. Tak ada satupun yang berani melawan mereka. Hantamannya, membuat jantung siapapun akan merasa seperti  copot dari tempatnya.

"Iya, Juga sih. Perasaan, kita sering lewat deh ke daerah ini." Sahut Tomo sambil menggaruk kepala.

"Lewat sih lewat. Tapi kagak pernah masuk kan?" jawab Arash dengan angkuh.

Ketiga preman itu memutuskan untuk masuk mengendap-endap. Mereka menaiki pintu gerbang karena tak kunjung dibuka, bahkan mereka menggedor pintu itu dengan  tendangan dan di pukul.

Semua santriah yang memang tidak terlalu banyak berteriak histeris dan berlari tunggang langgang menuju asrama sampai berdesakan, Saat menyaksikan tiga preman berjalan dengan lagak angkuh di halaman pesantren.

"Boss, emang kita semenyeramkan itu ya? Mereka pada lari," tanya Tomo.

"Nah, itu kenapa kita susah laku," sahut Bean. Sedangkan Arash, ia terus mengendalikan perasaannya yang mulai tak karuan. Ia tak pernah merasakan gelisah seperti ini bahkan saat ia mendatangi rumah sang juragan untuk menghantam.

Mereka terus berjalan, dan jika ada santri baik laki-laki maupun perempuan. Yang di kantin ataupun yang tengah menjalankan patroli langsung berlari bersembunyi saat ketiga preman yang tubuhnya dipenuhi tato melintas.

"Assalamualaikum, Ummu!" ucap santriah yang bernama Dzulfa langsung menghadap saat melihat keributan santriah yang ketakutan.

Wanita yang menggunakan hijab syar'i menutup tubuh itu bangkit, menatap penuh selidik pada wajah Dzulfa yang terlihat panik.

"Sumpah, ummu. Ada preman masuk ke lingkungan pesantren, mereka di luar," ucap Dzulfa sambil menunjuk ke arah luar.

Wanita yang merupakan istri dari adik pemilik pesantren ini hanya menatap sang suami yang juga tengah menatap. Sedangkan, Aisha. Ia tengah berdiri di di ambang pintu menunggu ketiga preman itu yang sudah datang.

Huft!

Huh! Ketiga preman itu langsung berhenti saat tiba di halaman rumah. Melihat gadis yang berniqab telah berdiri menyambut kedatangannya.

"Selamat datang di tempat kami!" ucap Aisha sambil menangkupkan kedua tangannya.

"Mari, Masuk!".

Tomo dan Bean melongo. Ini sangat aneh, bahkan mereka di tunggu kehadirannya. Pun, Arash. Entah kenapa, nyalinya tiba-tiba menciut.

Namun, ketiga preman itu mengikuti langkah Aisha. Meskipun, mereka tidak tahu apa yang akan terjadi.

"Ayah, ini laki-laki yang Aisha katakan pada Ayah, dan Aisha mau Ayah lamarkan pada pria itu," ucap Aisha saat ia telah menghadap pada dua orang yang sudah berumur paruh baya.

"Aisha. Kamu tidak sedang bercanda kan, nak?" Hj Karim yang masih terkejut atas apa yang dilihatnya, berusaha untuk menenangkan diri.

"Aisha tidak bohong, Ayah. Aisha ingin Ayah menikahkan Aisha dengan laki-laki ini," Aisha berucap sambil menunjuk pada Arash. Arash yang sedari tadi  terkejut, bahkan matanya masih terbelalak semakin panik saat yang di mintai gadis itu ternyata dirinya.

"Aisha, putriku. Jangan karena kau ditinggalkan oleh Gus Fahmi kau memilih laki-laki yang ... "

"Aisha tidak peduli. Bahkan, tidak ada kaitannya dengan semua itu, Ayah!" jawab Aisha cepat.

"Ayah pernah mengatakan kan? Bahwa siapapun pilihan Aisha akan Ayah restui?" Tatapan iris mata coklat itu menembus netra bola mata sang ayah. Tatapan penuh harap dan sebuah isyarat.

Lama terdiam, Arash bahkan tak berani untuk sekedar membantah. Ia masih syok dengan apa yang di dengarnya saat ini. Ini seperti mimpi? Seorang perempuan yang meminta datang ke rumahnya hanya meminta restu ayahnya untuk di lamarkan?

"Baiklah, Ayah merestuimu, nak!" ucap Hj. Karim setelah beberapa menit hening. Ia seolah mengerti arti tatapan sang putri. Juga, ucapan dirinya yang mengatakan siapa laki-laki yang dipilihkan Aisha akan merestui, membuat ia tak bisa untuk menolak.

"Abi?"

Sanggah sang ibunda. Namum, Hj Karim tak mengabaikan.

"Baiklah, siapa namamu, nak?" tanya Hj Karim lembut pada Arash yang menunduk.

"Arash Ryan Nugraha, Pak!" jawab Arash masih menunduk. Entah seperti ada sebuah aura yang membuat Arash terkesima dan tak bisa membantah. Apakah karena gugup, atau masih terkejut. Dirinya tidak tahu.

"Saya lamarkan putri saya untuk Anda sekarang! Dan, besok saya ingin dilangsungkan pernikahan,"

"Apa?" Sahut Tomo dan Bean serentak. Mata keduanya terbelalak dan mulut menganga.

 Bersambung

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status