Share

Dunia kita berbeda

Aisha berjalan ke arah lelaki yang telah ia pinang untuk jadi suaminya. Sebelumnya, Aisha berpamitan pada kedua orang tuanya dan meminta ridho untuk membekali rumah tangganya.

Arash menyeringai. Ia akan meluapkan sesuatu yang menghimpit dadanya setelah tiba di rumahnya.

"Ayo, Mas!" ucap Aisha sambil menengadah, lalu menyentuh tangan kasar Arash. 

Tanpa menjawab. Arash langsung berbalik badan dengan angkuhnya dan memasuki mobilnya yang sudah terparkir di halaman.

Kepergian Aisha jadi tragedi menyedihkan seluruh santri pesantren. Selama ini, ia bisa menjadi tangan kanan Hj Harun dalam mendidik santriah, mengurus dalam segala hal, mulai dari urusan dapur, piket santri bahkan kepengurusan hingga menjadi muraaby.

Namun, tak sedikit pula orang yang mencibir. Mereka banyak mengatakan bahwa Aisha mati rasa dan buta cinta sehingga akibat trauma di tinggal nikah oleh Gus Fahmi. Aisha berpindah haluan jadi memilih seorang preman.

Bukankah itu adalah sesuatu yang cukup unik!

Selama perjalanan, Arash melajukan mobil dengan kecepatan tinggi. Tak jarang ia menginjak pedal gas mendadak sehingga Aisha terbentur.

"Mas," Lirih Aisha. Ini untuk yang kesekian kalinya ia mengusap keningnya yang terbentur pada kursi kemudi.

"Jangan panggil  aku, Mas! Aku tak suka itu!" sahut Arash cepat. Ia terus mengemudikan mobil dengan mata menatap jalanan tajam karena penuh kemarahan. Peci yang tadi menempel di pucuk kepalanya ia lempar kasar pada Aisha yang duduk di belakang. 

"Kau suamiku, kita telah menikah..."

"Ya, aku suamimu. suami jadi-jadianmu." Potong Arash dengan geram. "Maka, jangan harap kau mendapat perlakuan lebih,"

Aisha hanya bisa mengucap istighfar. Ia harus sabar dan siap menghadapi semua kemungkinan yang akan terjadi.

Mobil melesat meninggalkan daerah dimana Aisha di besarkan. Menembus jalanan yang memang tidak terlalu ramai dan dipenuhi dengan pohon hijau nan rindang.

Brak!

Arash membuka pintu dengan cara di tendang. Aisha yang baru turun dari mobil hanya menunduk terkejut seraya menyeret koper.

"Selamat datang di rumahku, Nona. Tempat yang akan jadi neraka untukmu,!" Gumam Arash berbisik di telinga Aisha. Aisha yang hendak mengucapkan doa masuk rumah, mengerjapkan mata sejenak. Ia telah menyanggupi keputusannya, maka ia benar-benar harus siap dzahir dan bathinnya.

"Terima kasih, Mas! Semoga rumah ini akan menjadi syurga!" ucap Aisha membalikan perkataan lelaki yang penuh tato dan rambutnya gondrong.

Arash hanya tersenyum menyeringai. Ia akan buat perhitungan dengan wanita yang menggunakan penutup wajah itu. Bukan Arash namanya, jika ia harus kalah dan bertekuk lutut pada orang lain.

Aisha masuk dan menyimpan kopernya yang cukup besar itu di atas sofa empuk. Rumah yang ia masuki begitu bagus. Namun, begitu terlihat berantakan, dengan banyak botol berserakan serta gambar-gambar wanita bugil terpampang di dinding.

Aisha hanya menatap nanar pada gambar wanita bugil di dinding rumah yang bernuansa abu muda ini. Matanya terhenti saat melihat sebuah poster ketiga preman yang tengah memegang gitar, mereka adalah Arash dan kedua sahabatnya dengan sebuah tulisan "THE BULUX"

Saat Aisha hendak mendudukan bokongnya di atas kursi. Ia di seret paksa oleh Arash. Di hempaskan ke atas kursi sofa.

"Katakan, Hah? Apa yang sedang kau rencanakan dengan pernikahan ini?" tanya Arash dengan geram.

"Apa kau sudah hamil? Dan meminta aku untuk menikahimu agar anak  dalam perutmu memiliki seorang ayah?" Arash menekan dagu Aisha yang tertutup niqab. Ia menekan dengan kuat sehingga Aisha meringis kesakitan.

"Kau telah dengan sengaja menghina aku, Hah?"

Aisha menggeleng seraya terus meringis kesakitan dan berontak untuk melepaskan tangan kekar yang penuh tato itu dari dagunya. Namun, Arash malah semakin geram dan bengis.

" Ya, aku memang pendosa dan siapapun bisa memanfaatkan atas segala yang ada padaku untuk menutup aibnya dengan alasan aku pantas dengan posisi itu,"

"A-aku ti-tidak me-lakukan..."

"Diam, kamu?" Bentak Arash sehingga wanita yang tengah ia cengkram kuat itu terlonjak kaget dan panik. Arash semakin keras menekan dagu Aisha tanpa berprikemanusiaan. Wanita yang baru saja sah jadi istrinya itu hanya mencoba berontak dengan cara menarik tangan suaminya yang mencekam.

"Ingat, aku terpaksa menikahimu karena aku tak mau terlihat kalah atas tantangan ini!" ucap Arash dengan geram. Ia menarik cengkraman tangannya paksa dan menekan kepala Aisha sehingga terbentur pada kayu kursi sofa.

Lelaki yang beranting hitam di telinga serta berambut gondrong itu berdiri dan berdesis. Ia memasang tangan di pinggang dan meludah ke sembarang arah.

"Jadi, kau anggap pernikahan ini sebagai tantangan?" tanya Aisha dengan lantang. Ia bangkit dan membenarkan hijabnya. "Aku tak akan pernah menganggap pernikahan ini mainan Mas. Ini adalah amanah dan harus dijaga,"

Arash yang menyeringai. Ia menoleh pada Aisha yang berdiri di belakangnya. Mata wanita itu sudah berkaca-kaca. Namun, tak sedikitpun hati Arash tersentuh. Tebakannya bahwa Aisha melakukan semua ini karena ada rencana yang tengah wanita itu jalankan. Atau, setidaknya, Aisha telah hamil oleh orang lain. Dan ingin menyembunyikan status kehamilannya dengan menikahi Arash. Secara, Arash adalah orang yang dikenal tak ada sisi baiknya. Ia preman yang paling berpengaruh di desa itu. Selalu meminta pajak alias jatah pada para pedagang di pasar. Jika tak mau membayar, maka Arash buat pedagang itu babak belur, atau kalau tidak. Barang dagangannya di acak-acak dan membuat keributan. Pun, tak sedikit wanita yang dihisap madunya oleh Arash. Ia melakukan semua itu dengan kasar, bukan dengan iming-iming uang. Maka, itulah yang membuat Arash merasa bahwa Aisha melakukan ini. Karena, siapapun akan percaya jika Arash melakukan hal meskipun dirinya tidak mengakui di depan umum.

"Dan, perlu kamu ketahui. Aku tak pernah melakukan itu, bahkan untuk bersentuhan saja tidak," ucap Aisha nampak tegar. Ya, ia akan terus menunjukkan sikap tegar pada singa di hadapannya. 

"Hahaha, kita boleh status suami istri dalam kertas. Tapi, kita tidak akan pernah bersama dalam dunia nyata. Kita beda, aku seperti syetan dan kau malaikat," jawab Arash. Ia menunjuk wajah wanita anggun dengan geram dan tegas.

" Kita bagai langit dan bumi," lanjutnya.

"Bumi selalu merindukan langit, Mas. Merindukan cahaya rembulan ataupun merindukan mentari yang selalu memberikan kehangatan pada bumi," ucap Aisha. Ia terpukau atas ucapan Arash.

"Aku akan menganggap dirimu langit, Mas. yang akan selalu aku rindukan," lanjut Aisha sambil menunduk.

"Ah, bulshit!" Arash mengumpat sambil melengos meninggalkan Aisha.

Bagi Arash, semua kata-kata bucin ibarat sebuah petir yang menyambar di Indra pendengarannya. Mengingat, bahwa ibunya dulu hanya mengandalkan kata rayuan maut pada ayahnya untuk mendapatkan uang. Yang tenyata, ia telah gunakan untuk bermain dengan lelaki lain. Dan itu adalah seorang pejabat dinegeri ini. Pasangan bejad itu telah membunuh ayahnya yang mengebrak mereka yang tengah terlena dan  tenggelam dalam lautan cinta yang sesat di atas ranjang.

Aisha menatap punggung suaminya dengan nanar. 

"Kau selalu ada dalam setiap istikharahku, Mas. Aku tidak tahu, apa yang telah ditakdirkan Tuhan untuk kita.  Aku hanya terus meminta di setiap doaku untuk di berikan kemaslahatan," gumam Aisha sambil mengusap sudut matanya.

Bersambung...

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status