Kota Lexington, Tahun 2022 – Saat Ini
Bulan sudah menggantung di langit malam, sementara beberapa orang di luar sedang ribut berlarian, mencari seseorang.
Nayra yang baru bangun dari mimpi buruk yang telah menghantuinya selama 14 tahun ini, masih dikejutkan dengan kehadiran sosok pria, yang mirip dengan anak lelaki penyelamat hidupnya. Pria tersebut kini sudah ambruk di depannya, dengan jas hitam dan kemeja putih yang berlumuran darah, entah darimana.
Dengan panik, Nayra segera berlari menghampiri dan membopongnya ke belakang mesin pencuci pakaian, sebelum beberapa pria dengan ekspresi gusar di luar rumahnya, melihat ke arah mereka. Ia pikir, mungkin orang-orang itulah yang membuat pria dalam rangkulannya terluka tak berdaya.
“Apa kau baik-baik saja, Tuan..?” bisik Nayra, masih tidak tahu apa yang terjadi.
Sekilas, ia melihat darah mengalir di bawah kaki mereka dan ia menyadari itu berasal dari perut pria di sampingnya.
Nayra terkesiap, berusaha menahan suara terkejutnya. Ia segera menekan bagian tubuh pria itu yang terluka, sambil memutar otak mencari cara untuk mengobatinya.
Sejujurnya, Nayra hanyalah seorang wanita biasa berusia 30 tahun yang hidup dari penghasilan bisnis kecil rumah penatu, sekaligus menjadi tempat tinggalnya. Selama beberapa bulan, dia hanya bisa mendapatkan uang untuk makan sehari-hari. Sedangkan, uang sewa bulanan rumah kecil seluas 6 meter persegi ini, terpaksa terus tertunggak. Ia pun hampir diusir, namun pemiliknya masih memberi kesempatan sampai bulan depan.
Lalu sekarang, ia harus merawat seseorang yang terluka parah, di tengah kemalangannya sendiri?
Apa yang harus aku lakukan? Nayra menjerit kebingungan dalam hati.
Ah! Ia teringat dengan ponselnya.
Pria-pria di luar sudah tidak ada, jadi Nayra segera berlari mengambil ponsel di atas meja tempatnya tidur tadi. Setelah ia kembali ke samping pria itu, belum sempat ia mengoperasikan ponselnya, sebuah tangan lemah menghentikan Nayra.
“Jangan..” lirih pria itu, setengah sadar. Sepertinya ia tidak ingin Nayra menghubungi orang lain, termasuk layanan panggilan darurat.
Walaupun Nayra tidak mengerti kenapa, tapi ia memutuskan untuk menurut. Ia menyimpan ponselnya ke dalam saku celana, lalu membopong lagi pria yang lebih tinggi satu kepala darinya itu. Kali ini, ke dalam kamar di balik ruangan penatu tadi.
Nayra segera membersihkan kedua tangannya dan menyiapkan air hangat. Dengan sebuah handuk yang ia ambil di tempat penatu, ia mengelap luka di perut pria yang sudah tidak lagi mengeluarkan banyak darah.
Masih setengah sadar, pria itu meringis kesakitan tanpa berbicara. Sedangkan Nayra yang belum tahu identitas pria di hadapannya, mencoba fokus untuk mengobatinya. Jika pria itu benar-benar anak lelaki yang menolongnya 14 tahun lalu, maka ini kesempatan Nayra untuk membalas budi.
Di tengah prosesnya membersihkan luka, Nayra sadar bahwa ia tidak memiliki persediaan obat untuk mengobati luka pria itu.
“Aku akan pergi sebentar ke apotek untuk membeli obat..” ucap Nayra pada pria yang ia rawat, sebelum pergi ke apotek yang untungnya ada di seberang rumah.
Meskipun dompet Nayra sudah menipis, tapi ia tidak bisa menolak hatinya untuk menolong pria asing tersebut. Ia terus membayangkan bahwa pria itu adalah anak lelaki yang telah menyelamatkan hidupnya.
Beberapa menit kemudian, Nayra kembali ke rumah setelah berhasil membeli obat yang menghabiskan seluruh uang di dompetnya. Namun, pria itu sudah tidak ada di sana.
Oh? Kemana dia?
Nayra berkedip dengan cepat.
Apakah itu semua mimpi?
Ia berjalan keluar kamar, masih tidak percaya bahwa pria itu sudah menghilang begitu saja, padahal ia terluka cukup parah.
Tidak mungkin itu semua adalah mimpi, ‘kan?
Matanya yang masih kebingungan, tidak sengaja melihat ke belakang mesin pencuci pakaian, tempat mereka bersembunyi sebelumnya. Di sana masih ada bekas darah dari pria itu, begitupun dengan di depan pintu tempat ia ambruk.
Ya.. Tentu saja itu bukan mimpi.
Tapi, kenapa pria itu tiba-tiba pergi sebelum lukanya terobati?
Apa ia tertangkap oleh orang-orang yang menyerangnya?
Selama beberapa hari, Nayra terus merasa khawatir dengan kondisi pria asing yang ia tolong. Meskipun begitu, ia tidak tahu cara mendapatkan jawaban untuk kekhawatirannya, karena identitas pria itu pun masih menjadi misteri.
Saat Nayra kembali tenggelam dalam renungan di kursi ruangan penatunya, tiba-tiba pintu dibuka oleh sosok pria yang memenuhi kepala Nayra beberapa hari ini. Beruntung, kali ini pria itu tidak lagi berlumuran darah, melainkan berpakaian mewah dan elegan yang tidak mungkin dimiliki Nayra, bahkan dengan penghasilannya selama puluhan tahun.
“Mengapa Anda..?” Nayra tidak bisa menyelesaikan ucapannya.
Entah kenapa, mereka sama-sama tertegun menatap satu sama lain, hingga pria itu menoleh sedikit ke belakang sambil melambaikan satu tangannya. Sedetik kemudian, beberapa pria lain berjalan cepat ke dalam rumah Nayra, membawa sebuket bunga mawar berwarna persik dan beberapa tas kantong besar berlogo.. Hermes???
Apa ini?
“Ehm..” pria itu berdeham, setelah orang-orang yang ia suruh tadi pergi. “Aku tidak tahu apa yang kau suka. Jadi, aku hanya membawa seadanya..”
Seadanya? Hermes ini adalah seadanya?
“Berkencanlah denganku, Nona Nayra!”
Eh???
Apa-apaan pria ini?Mengajak kencan orang yang bahkan belum mengetahui identitas masing-masing?Tunggu! Tapi ia tahu namaku? Pikir Nayra, setelah mengingat saat pria itu memanggil namanya.“Mengapa Anda tiba-tiba mengajak saya.. berkencan? Saya bahkan tidak tahu siapa Anda.. Tapi, bagaimana Anda tahu siapa saya..?” tanya Nayra, sedikit tergesa karena terlalu banyak pertanyaan memenuhi otaknya.“Kau hanya boleh menjawab ya atau tidak,” ujar pria itu dengan dingin.Ini pertama kalinya Nayra diajak kencan oleh ora
Nayra terbelalak.Carver Group adalah perusahaan ritel dan teknologi terbesar di dunia, dengan penghasilan di atas 600 miliar dolar pertahun. Perusahaan ini memiliki belasan ribu toko, dengan karyawan lebih dari 3 juta orang di seluruh dunia. Bahkan di tengah kondisi ekonomi yang terpuruk, Carver Group tetap menjadi yang teratas.Lalu sekarang mereka bilang, pria yang ia tolong dan mengajaknya berkencan dengan memberi hadiah-hadiah mewah ini adalah CEO Carver Group? Mengapa Nayra tidak menyadarinya?“Hei!” Nyonya Milla menepuk pundak Nayra, menyadarkannya sejenak dari keterkejutan.
“Mengapa aku harus menjadi budakmu?!” tanya Nayra, terkejut dengan kesempatan yang Rehan maksud. “Padahal, kau yang mengajakku berkencan lebih dulu?”Rehan tertawa lagi. “Karena kau telah menolakku! Dan sekarang, kau menyita waktu berhargaku untuk ajakan yang kau tolak. Jadi, tentu saja kau harus menerima konsekuensinya, Nona..”Nayra tak habis pikir. Rehan ternyata jauh lebih dingin dan kejam dari yang ia kira. Pria itu tidak lebih baik dari iblis!“Baiklah..” Nayra tidak mau kalah. “Aku akan menerima ‘kesempatan’ itu.. karena aku hanya perlu memastikan, untuk tidak berakhir menjadi budakmu ‘kan,
Mengapa Rehan datang ke sini?“Apa Anda tahu bahwa Anda bisa dihukum, karena menaikkan harga sewa secara sepihak?!” teriak Rehan.Semua mata memandangnya dengan takjub, meskipun teriakan Rehan cukup tidak sopan, terutama terhadap ibu-ibu yang mungkin seumuran dengan ibunya.“A..Anda s..si..apa?” tanya Nyonya Milla tergagap, mendengar suara teriakan Rehan, yang lebih keras dibanding dirinya.“Apa saya perlu mengatakan siapa saya, untuk didengar Anda?” Rehan sedikit mengecilkan suaranya, tapi masih dengan gayanya yang angkuh. “Saya akan membeli rumah ini!
Sudah berapa kali mulutnya ternganga hari ini? Nayra tidak bisa menghitungnya lagi. “TIDAKKKKK!!!” Jeritan itu bukan berasal dari Nayra, melainkan dari Nyonya Milla yang meraung-raung ingin masuk ke dalam rumah yang terbakar, tapi dengan keras dihentikan orang-orang di sekitarnya. “MILENA!!!” jerit Nyonya Milla lagi, lebih parau. Milena? Bukankah itu nama anak keduanya? “ITU DIA!” seru salah seorang di kerumunan, sambil menunjuk Nayra yang masih tercengang bingung. Nyonya Milla yang riasannya telah luntur karena air mata, segera berlari menghampiri Nayra dengan geram. “APA YANG SUDAH KAU LAKUKAN PADA ANAKKU?!!!” Nyonya Milla menarik kerah baju Nayra, dengan teriakan histerisnya yang tidak bisa ia mengerti. Mengapa Nyonya Milla menanyakan itu padanya? Di tengah suara-suara ribut yang menyalahkan Nayra, ia pun akhirnya tahu bahwa Milena ada di rumah Nayra yang sedang terbakar. Tapi, mengapa itu menjadi kesalahan Nayra? Belum sempat pertanyaannya terjawab, mobil pemadam kebaka
Semua orang sontak memandang David Roland yang masih bisa berjalan dengan gagah, meskipun harus bertumpu pada tongkatnya, terutama di tengah keterkejutan mereka.“Apa maksudmu Ayah?!” tanya wanita itu, sambil mendekati Tuan David dengan ekspresi seperti Kevin McCallister di film Home Alone.“Anakku ‘kan hanya Brian, jadi tidak mungkin ia cucumu!”Brian?Nayra yang masih mencoba memproses ucapan Tuan David terhadapnya, tiba-tiba merinding.Tunggu! Apa ini yang dimaksud perkataan terakhir ibu
“A..Apa yang kau..?”Sebelum Nayra menyelesaikan kalimatnya, Brian sudah berjalan cepat dengan satu telunjuk tangan di depan bibirnya.“Syut! Aku harus diam-diam datang ke sini!” bisiknya, membuat Nayra lebih tidak mengerti.
“Justru ia harus segera dilatih agar siap mewarisi perusahaan kita!” teriak Kakek David dengan suara seraknya, membuat semua orang terdiam, kecuali Brian yang masih sibuk dengan makanannya. Wajah ibu Brian tampak sangat kesal. “Lalu bagaimana dengan Brian? Dia ‘kan cucu Ayah juga!” Nayra melirik Brian yang sama sekali tidak peduli, dengan apa yang dibicarakan para orang tua ini. Sedetik kemudian, sebelum Nayra mengalihkan pandangannya, Brian membalas tatapan Nayra dengan mengangkat kedua alisnya seolah bertanya ‘Apa?’. Nayra pun menggelengkan kepala, heran. “Apa kau tidak suka dengan itu, Nayra?” tanya Kakek David, mengejutkan Nayra yang sempat kehilangan fokus. Apa ia melihat Nayra menggelengkan kepalanya dan salah paham dengan itu? “Ah..” Nayra tidak tahu harus berkata apa, sampai Brian tiba-tiba berbicara. “Dia mungkin hanya merasa tidak nyaman, jika Ayah yang harus mengajarinya tentang perusahaan,” ucap Brian dengan santai, sambil mengunyah steak tenderloin-nya. Nayra melir