“Mengapa aku harus menjadi budakmu?!” tanya Nayra, terkejut dengan kesempatan yang Rehan maksud. “Padahal, kau yang mengajakku berkencan lebih dulu?”
Rehan tertawa lagi. “Karena kau telah menolakku! Dan sekarang, kau menyita waktu berhargaku untuk ajakan yang kau tolak. Jadi, tentu saja kau harus menerima konsekuensinya, Nona..”
Nayra tak habis pikir. Rehan ternyata jauh lebih dingin dan kejam dari yang ia kira. Pria itu tidak lebih baik dari iblis!
“Baiklah..” Nayra tidak mau kalah. “Aku akan menerima ‘kesempatan’ itu.. karena aku hanya perlu memastikan, untuk tidak berakhir menjadi budakmu ‘kan, Tuan Rehan?”
Kali ini Rehan tidak tertawa, tapi senyum kecil tersungging di bibirnya. “Bagaimana bisa kau begitu percaya diri, mampu membuatku jatuh cinta padamu?”
Lihatlah! Ia sendiri terlalu percaya diri, bahwa semua wanita akan takluk padanya! Nayra menggerutu dalam hati.
“Kau yang memberikan kepercayaan diri itu, Tuan! Dengan mengajakku berkencan sebelumnya..” balas Nayra dengan tenang.
Nayra melihat sedikit perubahan pada ekspresi Rehan, tampak tak bisa menyangkal. “Lagipula, aku tinggal membuka lagi hatimu yang sudah terbuka, bukankah begitu?”
Rehan membeku, kehabisan kata-kata.
“Jika obrolan kita sudah selesai, aku akan pergi agar aku tidak lagi ‘menyita waktu berhargamu’..” ujar Nayra setengah menyindir, saat Rehan masih terdiam.
Tanpa basa-basi lagi, Nayra segera pergi keluar dari ruangan itu, meninggalkan Rehan yang belum sempat membalas semua ucapannya.
Di meja resepsionis khusus kantor CEO, Nayra berpapasan dengan para pegawai kantor Rehan, yang diam-diam sibuk membicarakan tentang kejadian di luar gedung tadi yang melibatkan dirinya. Wajah mereka tercengang melihat Nayra keluar dari kantor CEO mereka, tapi Nayra dengan cepat berjalan menuju lift, sebelum orang-orang itu mulai membicarakannya lagi.
Sementara itu, di dalam kantor, Rehan masih bergeming dengan bibir berkedut dan mata sedikit merenung.
Beberapa detik kemudian, ia beranjak dari sofa dan pergi menuju sebuah lemari besar di sudut ruangan. Ia menggeser penutup tombol pintu otomatis yang tersembunyi di badan lemari, lalu menekan beberapa tombolnya dan sebuah ruangan lain tersingkap. Ruangan yang sedikit lebih kecil dari ruang kantornya dan penuh nuansa ‘ruangan rahasia’.
Rehan memasuki ruangan itu, diiringi pintu yang tertutup secara otomatis.
Setelah menyalakan lampu, terlihat ada puluhan foto yang tertempel di dinding sepanjang 4 meter. Foto-foto itu berisi orang yang sama. Nayra.
Di sebuah meja depan dinding itu, Rehan mengambil dua amplop yang sudah terbuka dan menarik isinya. Pada isi salah satu amplop, terpampang tulisan ‘LAPORAN TES DNA’ yang menunjukkan hasil 99,999998% sama antara DNA orang tua dan anak, tanpa ada identitasnya. Sedangkan pada amplop lain, dengan tulisan yang sama, tapi menunjukkan hasil 0% antara DNA orang tua dan anak.
Rehan termenung. Matanya menatap satu-satunya foto di dinding yang bukan foto Nayra, melainkan foto seorang wanita berusia 50-an, dengan penampilan elegan dan tegas.
Saat mata Rehan mulai memerah dan tangannya terkepal meremas kedua amplop yang ia pegang, suara-suara ribut dari luar ruangan rahasia ini mengejutkannya.
Rehan segera keluar dari sana dan mendapati wanita tua di dalam foto di dinding ruangan rahasia tadi, sedang berteriak marah pada beberapa karyawan Rehan.
“Nyonya Carver.. maafkan kami..” ujar karyawan-karyawan itu, sambil tertunduk takut di depan wanita tua dengan penampilan mewah, seolah baru kembali dari liburan panjang.
Rehan mendengus.
Lagi-lagi, dia berpura-pura menjadi ibuku! Gerutu Rehan dalam hati.
***
Nayra berhasil keluar dari area kantor pusat perusahaan Carver Group. Ia menghela napas dan mencoba melemaskan jari-jarinya yang tegang, karena terlalu gugup sejak tadi. Sesaat, setelah ia menghirup udara segar yang tidak sesesak kantor itu –karena terlalu mewah hingga membuatnya tertekan, ia mulai berpikir apakah tindakannya benar.
Dalam 30 hari ke depan, ia harus berpura-pura berjuang mendapatkan hati sang iblis Rehan Carver, hanya untuk mendapatkan informasi tentang misteri identitasnya.
Tapi, akankah itu berhasil? Melihat bagaimana karakter Rehan yang begitu dingin dan selalu berbuat seenaknya.
“Ah..” Nayra mendesah, sambil melihat langit Wesley Valley yang terlalu cerah untuk hatinya yang suram.
Nayra pun segera pergi ke rumahnya yang membutuhkan waktu 2 jam. Sesampainya di sana, ia dikejutkan oleh segerombolan ibu-ibu yang memenuhi rumah kecilnya.
Apa yang terjadi?
Nyonya Milla ada di sana, memamerkan tiga tas Hermes dan sebuket bunga mawar juliet pemberian Rehan untuk Nayra, seolah itu adalah miliknya.
“Bukankah ini begitu cantik! Lihatlah desainnya!” seru Nyonya Milla diikuti jeritan kagum ibu-ibu berpenampilan persis seperti dirinya –riasan lengkap dan pakaian serba mencolok.
Nayra yang baru saja membuka pintu, harus berusaha keras untuk melewati ibu-ibu yang menyesakkan rumahnya itu.
“Apa yang Anda lakukan?” tanya Nayra, berusaha tenang.
“Apa?!” balas Nyonya Milla dengan mata melotot, tanpa rasa bersalah. Sekejap kemudian, ia kembali tersenyum lebar menanggapi seruan teman-temannya.
Nayra kehabisan kata. Apa yang harus ia lakukan dengan wanita tua ini?
“Tolong kembalikan barang-barang ini, karena mereka bukan milik Anda..” Nayra mencoba tetap sopan, meskipun geram melihat ibu-ibu itu sembarangan memperlakukan barang-barang yang bukan milik mereka.
Mendengar ucapan Nayra, ibu-ibu yang merupakan teman arisan Nyonya Milla, mulai berbisik-bisik mempertanyakan apa maksud ucapannya. Sepertinya mereka benar-benar mengira bahwa semua barang itu adalah milik Nyonya Milla.
“HEI!” teriak Nyonya Milla, mengejutkan semua orang.
“Apa kau tidak ingat dengan tunggakan sewa rumah ini, hah?! Kau harusnya berterima kasih padaku aku tidak mengusirmu! Apalagi dengan barang-barang mewah yang tidak mungkin kau miliki ini, seharusnya aku sudah melaporkanmu ke polisi! Tapi karena aku kasihan padamu, jadi aku akan mengambil semua barang ini sebagai jaminan, sampai kau melunasi semua hutangmu!”
Nayra terbelalak tidak percaya.
Bagaimana bisa wanita tua ini begitu plin-plan dan bertindak seenaknya? Padahal uang sewa itu tertunggak, karena ia menaikkan biaya sewanya secara sepihak! Jadi, ia memberi Nayra waktu satu bulan ke depan untuk membayarnya. Tapi.. jaminan?
“Bukankah ibu yang menaikkan uang sewanya tanpa izin? Jadi, saya harus membayar uang yang lebih dari sebelumnya?” balas Nayra, tidak tahan dengan perlakuan semena-mena ini.
Nyonya Milla mendengus. “Mengapa aku harus izin padamu?! HAH?!”
Nayra kehabisan kata. Bukan karena tidak tahu harus menjawab apa, tapi karena otaknya sudah lelah mendebat Nyonya Milla yang selalu ingin menang dan tidak tahu malu.
“Memangnya berapa banyak hutangnya?!” seru sebuah suara. Suara seorang pria, dari pintu rumah yang baru saja dibuka.
Rehan!
Mengapa Rehan datang ke sini?“Apa Anda tahu bahwa Anda bisa dihukum, karena menaikkan harga sewa secara sepihak?!” teriak Rehan.Semua mata memandangnya dengan takjub, meskipun teriakan Rehan cukup tidak sopan, terutama terhadap ibu-ibu yang mungkin seumuran dengan ibunya.“A..Anda s..si..apa?” tanya Nyonya Milla tergagap, mendengar suara teriakan Rehan, yang lebih keras dibanding dirinya.“Apa saya perlu mengatakan siapa saya, untuk didengar Anda?” Rehan sedikit mengecilkan suaranya, tapi masih dengan gayanya yang angkuh. “Saya akan membeli rumah ini!
Sudah berapa kali mulutnya ternganga hari ini? Nayra tidak bisa menghitungnya lagi. “TIDAKKKKK!!!” Jeritan itu bukan berasal dari Nayra, melainkan dari Nyonya Milla yang meraung-raung ingin masuk ke dalam rumah yang terbakar, tapi dengan keras dihentikan orang-orang di sekitarnya. “MILENA!!!” jerit Nyonya Milla lagi, lebih parau. Milena? Bukankah itu nama anak keduanya? “ITU DIA!” seru salah seorang di kerumunan, sambil menunjuk Nayra yang masih tercengang bingung. Nyonya Milla yang riasannya telah luntur karena air mata, segera berlari menghampiri Nayra dengan geram. “APA YANG SUDAH KAU LAKUKAN PADA ANAKKU?!!!” Nyonya Milla menarik kerah baju Nayra, dengan teriakan histerisnya yang tidak bisa ia mengerti. Mengapa Nyonya Milla menanyakan itu padanya? Di tengah suara-suara ribut yang menyalahkan Nayra, ia pun akhirnya tahu bahwa Milena ada di rumah Nayra yang sedang terbakar. Tapi, mengapa itu menjadi kesalahan Nayra? Belum sempat pertanyaannya terjawab, mobil pemadam kebaka
Semua orang sontak memandang David Roland yang masih bisa berjalan dengan gagah, meskipun harus bertumpu pada tongkatnya, terutama di tengah keterkejutan mereka.“Apa maksudmu Ayah?!” tanya wanita itu, sambil mendekati Tuan David dengan ekspresi seperti Kevin McCallister di film Home Alone.“Anakku ‘kan hanya Brian, jadi tidak mungkin ia cucumu!”Brian?Nayra yang masih mencoba memproses ucapan Tuan David terhadapnya, tiba-tiba merinding.Tunggu! Apa ini yang dimaksud perkataan terakhir ibu
“A..Apa yang kau..?”Sebelum Nayra menyelesaikan kalimatnya, Brian sudah berjalan cepat dengan satu telunjuk tangan di depan bibirnya.“Syut! Aku harus diam-diam datang ke sini!” bisiknya, membuat Nayra lebih tidak mengerti.
“Justru ia harus segera dilatih agar siap mewarisi perusahaan kita!” teriak Kakek David dengan suara seraknya, membuat semua orang terdiam, kecuali Brian yang masih sibuk dengan makanannya. Wajah ibu Brian tampak sangat kesal. “Lalu bagaimana dengan Brian? Dia ‘kan cucu Ayah juga!” Nayra melirik Brian yang sama sekali tidak peduli, dengan apa yang dibicarakan para orang tua ini. Sedetik kemudian, sebelum Nayra mengalihkan pandangannya, Brian membalas tatapan Nayra dengan mengangkat kedua alisnya seolah bertanya ‘Apa?’. Nayra pun menggelengkan kepala, heran. “Apa kau tidak suka dengan itu, Nayra?” tanya Kakek David, mengejutkan Nayra yang sempat kehilangan fokus. Apa ia melihat Nayra menggelengkan kepalanya dan salah paham dengan itu? “Ah..” Nayra tidak tahu harus berkata apa, sampai Brian tiba-tiba berbicara. “Dia mungkin hanya merasa tidak nyaman, jika Ayah yang harus mengajarinya tentang perusahaan,” ucap Brian dengan santai, sambil mengunyah steak tenderloin-nya. Nayra melir
“Brian..” bisik Nayra, setelah menoleh pada Brian lagi yang belum menyadari kehadiran wanita muda itu di kantornya.Brian mulai tersadar dan menatap wanita itu, mengikuti tatapan Nayra.“Ah.. Apa yang kau lakukan di sini?” tanya Brian setengah terkejut. Sementara wanita muda yang baru saja membuka pintu, langsung berjalan menghampiri Brian dan menariknya menja
Dalam waktu singkat, Rehan sudah berjalan cepat menghampiri Nayra yang masih menggenggam tangan Brian. Tanpa berbicara, Rehan menarik tangan Nayra dan berusaha mengajaknya pergi dari sana.“Apa yang kau lakukan?!” Brian mencoba menghentikan Rehan, tapi dengan dingin Rehan menarik tangan Nayra lagi. Sementara Brian dihentikan Lucy dengan tangan kecilnya, “Fokus pada
“Aku tidak tahu namanya, tapi mereka pasangan miskin yang bahkan tidak punya uang untuk bersalin..”Tidak mungkin. Apa maksudnya, orang tua Nayra selama 30 tahun ini?“