Bandara International New Taraka.
Suasana di sebuah bandara tampak sangat sibuk. Pasukan berseragam tampak sedang mengosongkan area dalam bandara. Sementara area luar bandara tampak sudah dijaga ketat oleh pasukan militer, dengan persenjataan lengkap.
Semua penerbangan dibatalkan, tidak ada satu pun warga sipil yang boleh berada di dalam sana, bahkan walikota sendiri tidak diperbolehkan masuk. Semua pasukan militer tampak tegang, beberapa helikopter terbang di udara, belasan mobil limosin berbaris di dalam area bandara. Dan sebuah pesawat dengan lambang kehormatan negara New Taraka akhirnya tiba.
Seluruh pasukan kemiliteran yang tengah berbaris dengan rapi, tampak begitu tegang. Keringat mengucur di dahi mereka.
“Selamat datang di New Taraka, Jenderal.” Salah seorang tentara dengan pangkat tinggi membungkukkan badannya ketika menyambut seseorang yang baru saja turun dari dalam pesawat.
Dia adalah Kaisar, seorang panglima perang tertinggi yang masih sangat muda. Sejak remaja, ia telah dikirim ke sekolah militer, dan selama tujuh tahun belakangan ini berhasil memenangkan semua peperangan hingga menjadikannya panglima perang tertinggi. Dia juga melatih pasukan terhebat di dunia, yang semuanya tunduk kepadanya.
Kaisar yang bertubuh tinggi, tegap dan terlihat dingin, membuat siapapun yang berada di sana merasa gemetar berhadapan dengannya.
“Tuan muda.” Seorang pria yang adalah sekretaris pribadi ayahnya, tampak menundukkan kepalanya di hadapan Kaisar.
Kaisar menatap pria itu sekilas, kemudian berujar, “kita bicara di mobil.”
Kepulangannya ke kota itu karena mendapat kabar dari sekretaris pribadi ayah angkatnya–Abraham, bahwa beliau telah meninggal dunia.
Bertahun-tahun yang lalu, Kaisar adalah seorang anak jalanan yang diangkat anak oleh Abraham yang kaya raya. Namun, keluarga Abraham tidak pernah memperlakukan Kaisar dengan baik. Ia terus dicaci dan dihina, dianggap tidak pantas berada di rumah mereka. Meskipun keluarga Abraham bersikap begitu padanya, namun Kaisar tidak pernah membalasnya, dan justru terus memaafkan mereka.
Abraham yang tidak tahan melihat perlakuan semua orang kepada Kaisar, kemudian mengirimnya ke sekolah kemiliteran. Ayah angkat Kaisar mengatakan, suatu saat nanti ia akan membutuhkan bantuan darinya. Mengingat itu Kaisar tampak menyembunyikan kesedihannya karena dia tidak memiliki kesempatan lagi untuk membantu ayah angkatnya itu jika sekarang Abraham benar-benar sudah meninggal.
“Kenapa ayah bisa meninggal secara mendadak?” tanya Kaisar pada sekretaris pribadi ayahnya itu.
“Tuan Besar Abraham ditemukan pingsan, dengan busa di mulutnya. Dokter bilang bahwa kematiannya karena serangan jantung.”
Kaisar mengernyit tak percaya mendengar itu. “Selama ini Ayah memiliki riwayat penyakit jantung?”
Pria itu menggelengkan kepalanya. “Tidak, Tuan Muda. Nona Elena mengatakan bahwa Tuan Abraham tidak memiliki riwayat penyakit jantung,” jawabnya. “Saya dan Nona Elena juga curiga dengan kematian mendadaknya.”
Elena adalah anak kandung Abraham. Seorang gadis yang seumuran dengan Kaisar.
Lalu dia menyerahkan sebuah surat pada Kaisar. “Tuan Abraham berpesan pada saya, jika sesuatu hal buruk terjadi padanya, saya diminta untuk menyerahkan surat ini kepada Tuan Muda sebelum pengacara pribadi Tuan Besar Abraham mengumumkan surat wasiatnya kepada seluruh anggota keluarganya.”
Kaisar meraih surat itu lalu bergegas membukanya. Beberapa baris kalimat yang ada di dalamnya, membuatnya sedikit terperangah. Namun ia bisa untuk menutupinya.
Kaisar melipat surat itu. Dia menatap sekretarisnya dengan tatapan lekatnya. “Apa saat ini keluarga ayah saya masih belum tahu mengenai hal ini?”
“Sampai saat ini rahasia itu masih terjaga, Tuan Muda,” jawab sekretaris pribadi ayah angkatnya.
“Kalau begitu tolong simpan rahasia ini selamanya dan pulanglah duluan ke sana,” pinta Kaisar. “Jangan sampai ada yang tahu bapak menemui saya ke sini.”
“Baik, Tuan Muda.”
***
Keesokan harinya, sebuah limosin berhenti agak jauh dari kediaman ayahnya. Kaisar yang berpenampilan kasual turun dari dalamnya.
“Jenderal, kami bisa memberikan pengamanan ekstra ataupun iring-iringan untuk Anda.” Seorang perwira dengan pangkat tinggi terlihat menunduk di belakang Kaisar.
“Tidak perlu, saya akan pulang sendiri dan saya tidak ingin ada satu pun yang mengikuti saya.”
“Ba… Baik, Jenderal.” Perwira itu mengangguk patuh.
Tak lama limosin itu pergi menjauh.
Dari tempatnya berdiri, Kaisar bisa melihat gerbang dari rumah ayah angkatnya yang sangat tinggi. Dia tidak bisa menahan senyum getirnya. Terbayang kehidupannya yang penuh dengan hinaan di dalam sana.
Namun, sekarang semuanya telah berubah. Kaisar kembali dengan sesuatu yang baru, dan tidak terkalahkan.
Saat Kaisar akan berjalan menuju rumah sang ayah, sebuah mobil sport melaju dengan cepat, hingga hampir menyerempetnya.
“Jangan menghalangi jalanku, pengemis!” Pengemudi mobil sport itu terlihat marah, namun ekspresi itu berubah menjadi tatapan menghina yang disertai siulan penuh kemenangan. “Lihatlah, siapa ini? Kaisar si anak pungut telah kembali lagi?”
Mohon dukungan untuk memberikan vote dan menulis ulasan di kolom review jika menyukai novel ini. Terima kasih.
Pengemudi mobil sport itu turun dari mobilnya lalu berjalan mendekati Kaisar dengan tatapan kebenciannya. Dia adalah Bastian keponakan Abraham, anak dari adik pertama Abraham bernama Lionel.“Kamu pasti kesini karena tau ada pembacaan surat wasiat, kan? Kamu nggak akan dapat sepeserpun, jangan mimpi. Kamu hanya anak pungut dan sudah dibuang oleh pamanku.”Kaisar hanya diam dan tidak membalas penghinaan itu. Dia tidak ingin mencari keributan disaat suasana duka seperti itu.“Aku sarankan kau pergi dari sini! Dan jangan pernah kembali lagi! Paman sudah mati dan tidak ada lagi yang bisa menerima kehadiranmu di sini sebelum kau diusir paksa oleh ayahku, paman dan bibiku yang lainnya.”Bastian lalu meninggalkan Kaisar yang masih tidak membalas satupun perkataannya. Lelaki yang seumuran dengannya itu kembali menaiki mobil sportnya lalu melajukannya dengan kencang memasuki gerbang utama kediaman mendiang sang paman.Kaisar hanya menatap dingin kepergian Bastian.Tak lama, sebuah mobil mewah
Kaisar sedari tadi diam saja. Dia memperhatikan tingkah laku keluarga ayah angkatnya. Dia mencoba mencari petunjuk apakah diantara semua keluarga yang datang itu, kecuali Elena, ada yang paling mencurigakan dan mungkin, adalah penyebab kematian ayah angkatnya. Namun, sejauh ini, Kaisar belum menemukan petunjuk apa pun. Satu hal yang kini disadari oleh Kaisar, bahwa Elena benar-benar terancam bahaya karena berada di lingkungan keluarga yang haus akan harta. Mereka hanya berkedok keluarga saja. Kaisar memperhatikan Elena yang tampak gusar. Kaisar mengerti apa yang dirasakan gadis itu saat ini. Sementara Elena yang mendengar itu sudah tidak terkejut lagi. Sebelum surat wasiat itu dibacakan, dia juga sudah mendapatkan surat wasiat dari ayahnya. Bersamaan dengan yang diterima Kaisar. Surat wasiat yang mengatakan bahwa dia bukan anak kandung Abraham. Itulah yang membuatnya diam sejak tadi. Dia masih tidak percaya akan itu semua, tapi dia percaya dengan ayahnya karena selama ini ayahnya
Elena menatap bibinya Lili seraya mengulas senyum kecil. “Lagipula, kekayaan Kaisar akan menjadi milikku juga setelah kami menikah, bukan?” “Jangan gila kamu, Elena!” teriak Lionel. Salah seorang sepupu perempuannya bernama Rose anak dari bibinya Lili melihat Elena dengan tatapan tidak percaya. “Kamu bersedia untuk menikah dengan dia?” Elena melihat satu persatu anggota keluarganya, dan tersenyum simpul. “Kenapa tidak?” Elena berjalan melewati semua orang, dan menarik lengan Kaisar untuk mengikutinya. Semua orang menatap kepergian keduanya dengan rasa syok. Begitu keluar dari sana, Kaisar membawa Elena ke sebuah ruangan yang tidak asing. Ruang kerja ayah angkatnya. Di dalam sana, ekspresi Elena berubah. Ada kemarahan yang tidak diperlihatkan Elena ketika ia berada di dalam sana. Kemarahan terbesar yang disuarakannya kepada Kaisar adalah mengenai surat yang dikirimkan ayahnya, surat yang membuatnya terguncang. Kematian sang ayah dan fakta yang diungkapkan jika dirinya bukanlah an
Setelah membaca pesan itu, Kaisar melangkah pergi menuju kamarnya. Saat dia melewati ruang tengah, Kaisar terkejut melihat kedua pamannya dan bibinya sudah duduk di sana seperti menunggunya. Paman Lionel, Paman Mason dan Bibi Lili berdiri sembari menatap Kaisar dengan tatapan yang memiliki banyak arti. Tatapan yang menyimpan rasa benci yang begitu besar kepadanya. Kaisar tahu mereka masih berusaha mencari cara agar bisa mendapatkan bagian dari semua harta kekayaan ayah angkatnya dengan bernegosiasi dengannya. “Bisa bicara sebentar,” pinta Lionel. Kaisar mengangguk, dan bergabung dengan mereka. “Ada apa, Paman?” tanya Kaisar. “Mengenai perusahaan Abraham Grup…” “Aku akan mengurusnya setelah pernikahanku dengan Elena selesai digelar,” sela Kaisar. “Kau tidak akan menggantikan posisiku yang kini menjadi CEO di sana, kan? Karena bagaimana pun akulah yang ditunjuk ayahmu untuk mengurus perusahaannya selama ini. Ayahmu hanya mengawasi saja dan akulah yang turut andil memajukan perus
“Kenapa Pak Menteri terlihat buru-buru sekali?” tanya salah satu tamu undangan pada temannya sambil menatap Sang Menteri yang sedang dikawal oleh Pengawalnya untuk keluar dari area resepsi pernikahan itu. Dia heran, padahal Sang Menteri baru saja datang dan harus pergi lagi. “Entahlah,” jawab temannya. “Apa mungkin karena ada hal mendesak yang harus ia lakukan?” “Bagaimana pun dia seorang abdi negara. Tugas negara mungkin lebih penting daripada menghadiri resepsi pernikahan ini.” “Tapi, hebat sekali Elena. Tamu-tamu yang datang berkelas semua.” “Siapa dulu mendiang ayahnya.” “Tapi sayang Elena harus menikah dengan…” Mereka menatap ke arah Kaisar dengan pandangan meremehkan. Yang tidak diketahui oleh siapapun adalah, Menteri Pertahanan terburu-buru meninggalkan lokasi karena Kaisar yang memerintahkannya demikian. Semua orang yang mengenal Kaisar tahu kalau perintahnya seperti sebuah ultimatum. Keras, tegas, dan tidak bisa dibantah. Elena yang sibuk didatangi oleh para tamu und
“Saranku, berhenti bersikap sok tau, Kaisar. Kamu mempermalukan dirimu sendiri.” Kembali, ejekan-ejekan itu dilontarkan untuk Kaisar. Kaisar tidak membalasnya, dan hanya tersenyum tipis. Terlihat tidak terpengaruh dengan apapun yang terjadi. Kaisar pun meninggalkan mereka untuk keluar dari area gedung itu. “Dia pergi karena malu,” ucap Bastian pada teman-temannya. Kedua teman-temannya tertawa. Kaisar kembali tidak menggubris ejekan mereka. Dia ingin memastikan apakah Menteri Pertahanan benar-benar sudah pergi dari sana atau malah dicegat oleh tamu yang lain di luar sana. Elena yang masih menyambut tamu tampak heran melihat Kaisar keluar. Dia menduga Kaisar sedang mencari tamu undangannya. “Mau kemana suamimu?” tanya salah satu tamu yang kini berada di hadapannya. “Mungkin dia ingin menemui tamu udangannya,” jawab Elena. “Perasaan yang datang semuanya tamu darimu,” ucap tamu itu heran. “Aku mengenal semua yang datang dan aku tahu mereka semua berkelas. Tidak mungkin diantara se
Balina menatap Jacob heran. Dia menarik tangannya untuk menjauh dari Elena dan teman-temannya. Dua teman yang ditinggalkan Balina menatap Elena. Salah satunya berkata padanya. “Kau tahu, semua tamu yang datang menghadiri pernikahanmu ini karena menghormati mendiang ayahmu. Mereka hanya menghormati mendiang ayahmu saja, tapi tidak benar-benar mengucapkan selamat berbahagia atasmu. Semuanya kecewa karena kau telah memilih…” “Ayo! Kita susul Balina,” ajak temannya lagi. Dia pun menarik tangan temannya untuk menjauhi Elena dari sana. Elena mengatur napas dan menahan semua hinaan yang datang padanya. Sementara itu, Jacob yang menarik tangan Balina tadi berhenti di sudut ruangan itu. “Kau kenapa?” tanya Balina saat mereka sudah jauh dari Elena dan teman-temannya. “Dari mana kau tahu kalau pengantin pria itu pernah berperang bersama dengan Damian Alarich di daerah perbatasan Utara?” Jacob malah berbalik bertanya kepadanya. “Ada apa memangnya dengan Damian Alarich itu?” Balina bertanya
Kaisar terdiam mendengar suara Damian Alarich di seberang sana. Permohonannya mengingatkannya kembali akan peristiwa di hari itu. Peristiwa saat dia berada di medan perang bersama pasukannya.“Tembaaak!!!” teriak Kaisar memerintahkan pasukannya.Pasukannya langsung menembaki para musuh yang menghadang mereka di hadapan sana tanpa takut. Teriakan Kaisar benar-benar menjadi penyemangat untuk mereka. Kaisar maju paling depan hingga membuat pasukannya ternganga. Dan tidak membutuhkan waktu lama, pasukan musuh di hadapan sana pun bertumbangan.Sementara Damian Alarick dan pasukannya yang berada di sisi lain, berhasil merobohkan pertahanan musuh. Namun ternyata mereka semua terperangkap di dalam jebakan musuh. Mereka dikelilingi musuh di berbagai arah dan tidak dapat berbuat apa-apa lagi selain adu senjata dan pasrah pada nasib, apa akan menang atau kalah.Kaisar yang mengetahui itu di wilayah lain langsung menyelamatkan mereka dengan strategi perang yang dia miliki. Kaisar membawa pasukann