Share

BAB 5

Pagi buta, Girgal melatih dirinya di daerah padang akademi. Banyak siswa yang memperhatikannya, bahkan mengejek Girgal karena terus mengulang gerakan ratusan kali. Hingga, seorang pria melemparkan pedang kayu ke arah Girgal.

"Ayo bertarung denganku bodoh!!"

"Hahahahaha, lihat paman itu bahkan hanya mematung melihat lawannya,"

"Aku tidak punya waktu untuk bertarung denganmu," ujar Girgal malas.

Siswa itu mendorong bahu Girgal keras, lalu mengejeknya dengan perkataan kasar. Akademi yang menurut orang-orang sebagai tempat pendidikan para pendekar, ternyata hanyalah tempat mendidik kesombongan siswanya.

"Aku tidak berminat jadi, pergilah dasar bocah,"

"Owh, dia paman yang menabrakku kemarin!!" seru seorang wanita dari jauh.

"Jessy, aku senang melihatmu disini. Apa yang kau lakukan?"

"Leo, paman itu menabrakku kemarin. Itulah sebabnya aku datang terlambat," keluh Jessy.

Pria yang bernama Leo, mengerutkan keningnya kesal. Girgal menghela nafas panjang, mungkin dia tidak bisa pergi begitu saja sekarang.

"Paman, beraninya kau-"

"Cukup, jika kau ingin melawanku majulah,"

Mendengar itu, Leo segara menyerang ke arah Girgal dengan pedangnya. Gerakan yang cepat, tapi sangat mudah terbaca oleh Girgal. Beberapa kali serangan langsung itu ditepisnya, bahkan Girgal tidak perlu menyerang karena Leo akhirnya mulai kelelahan.

"Sial, apa kau begitu bodoh paman? Sampai-sampai menyerang pun kau tidak tahu?"

"Hmm..., cobalah mengenalku. Maka kau menang,"

Jessy menatap Girgal tidak percaya, senyum pria itu membuat Jessy menjadi terdiam dan larut dalam perasaan.

"Senyum itu, sungguh menawan," gumam Jessy.

Saat Leo menyerang Girgal dengan sekuat tenaga, Jessy menghentikan pertarungan dengan menarik baju Leo hingga terjatuh ke tanah.

"Berhenti!! Kau bisa menyakiti wajah tam- tidak. Maksudku, sudah waktunya kita pergi."

"Huh?! Baiklah. Lain kali jika kita bertemu, aku akan memberikan pelajaran untukmu paman,"

Leo dan para siswa pergi menjauh, kecuali Jessy yang masih menatap kagum pada Girgal.

"Apa yang kau lihat?"

Tak lama kemudian, Boby datang sambil memegang tangan Girgal karena takut. Jessy yang melihat mereka berdua seperti hubungan ayah dan anak, merasa tersambar petir.

"Secepat inikah, aku harus menata hati lagi," lirih Jessy karena merasa tertolak lalu pergi.

"Paman, apa yang wanita itu lakukan padamu?"

"Entahlah, ayo kita pergi mencari makan,"

Boby mengangguk paham, jemari kecilnya yang hangat membuat Girgal sedikit tenang karena merasa memiliki keluarga lagi. Girgal dan Boby memasuki sebuah restoran, disana menyediakan banyak makanan enak sehingga Boby sangat menginginkannya.

"Pilihlah makanan yang kau inginkan, aku memiliki sisa uang yang cukup,"

"Terima kasih paman, aku sangat ingin memakan kue dengan buah jeruk diatasnya,"

"Kue? Kau tidak ingin makan yang lain?"

Boby menggelengkan kepalanya cepat, lalu menunjuk kue berwarna jingga yang terpajang di lemari restoran. Girgal menatapnya sedikit saja sudah tahu bahwa itu akan sangat amat mahal, tapi dia sudah berjanji untuk memberikan Boby yang dia inginkan.

"Baiklah, kita akan membeli yang itu. Kau tunggu disini dan aku akan mengambilnya,"

"Baik paman, terima kasih,"

Sementara Girgal membeli kue itu, murid akademi dan beberapa pendamping masuk ke dalam restoran. Girgal melirik sekilas, wanita bernama Jessy dan Leo juga ikut dalam rombongan itu.

"Aku harap, mereka tidak menyadari-"

"Wooow, lihat siapa ini?! Bukankah kau paman yang tadi?"

Girgal yang bersikap acuh, berlalu begitu saja dihadapan Leo dan Jessy. Tak lama kemudian, suara yang terdengar familiar itu muncul. Alhasil, Girgal berdiri di tempat duduknya sambil menatap wanita itu terus mengomel ke arah murid akademi.

"Paman, apa kau baru saja tersenyum?"

"Tidak, itu tidak mungkin. Ayo makanlah cepat, lalu kita kembali ke penginapan."

Anna dan Jack menghampiri murid akademi yang begitu ramai, mereka ditegur oleh ketua karena bisa mengganggu kenyamanan pengunjung. Girgal memasukkan sisa kue yang Boby makan, lalu hendak keluar dari restoran dengan cepat. Girgal merasa, belum waktunya untuk bertemu dengan Anna.

"Kau yakin akan pergi tanpa sepatah katapun?"

Jack tang ternyata berlari keluar mengejar Girgal, membuat dia sedikit kacau. Kepekaan Jack memang sangat baik, bahkan dia mampu mengejar Girgal yang sudah berjalan lebih jauh dari restoran.

"Aku tidak perlu melakukan itu, lagi pula hari sudah sangat larut untuk anak kecil seperti dia,"

"Hmm, kau memiliki kemajuan bung. Tapi, bisakah setidaknya kau memberitahuku dimana tempat tinggalmu sekarang?"

"Itu bukan urusanmu, aku harus segera pergi,"

"Anne selalu menanyakan tentangmu, setidaknya temuilah dia sekali saat kau di kota ini,"

"Kami tidak akrab untuk saling bertemu tanpa alasan yang jelas,"

"Aku yakin, kau memiliki alasanmu sendiri. Jadi, cobalah untuk menemuinya sebelum kau bepergian lagi,"

Girgal menghela nafas panjang, lalu pergi meninggalkan Jack begitu saja. Malam meriah untuk para siswa akademi, mereka menghabiskan banyak waktu.

"Boby, kita mempunya 3 hari untuk bersantai. Setelah itu, rencana mengumpulkan informasi harus dilakukan,"

"Baik paman, aku akan mencoba di beberapa taman bermain,"

"Kau sudah besar, jadi lakukan dengan baik seperti yang paman ajarkan dulu," Girgal mengetuk meja beberapa kali, "Jangan sampai ada yang curiga, jika kau merasa dalam bahaya segera pergi," lanjutnya.

Boby mengangguk paham, setelah Girgal mendidiknya cukup keras saat di pegunungan, Boby menjadi seorang anak kecil yang berpikiran luas dan cerdik.

"Aku tidak ingin rencana kita gagal, semoga paman tidak mengingkari janjinya,"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status