Share

CHAPTER 3: AL

Aneh sekali jika seorang Maria Athena membantu Elena mengerjakan sebuah laporan penelitian. Al tak bisa berhenti memikirkannya. Pasalnya, dirinya pernah satu kali berada dalam kelompok Maria. Dan berakhir namanya dicoreng, ia tak mendapat nilai kelompok, dan berakhir di ruang guru. Itu kronologis yang harusnya Elena rasakan, namun kini?

   “Bisa gila aku saat memikirkannya!” erangnya kesal. Memangnya apa yang sudah Elena lakukan untuk Maria? Tiba-tiba ia terpikirkan suatu hal, “Pasti kini Elena tahu jika Maria adalah salah satu anak asuh di Panti Asuhan kuno itu,” gumamnya.

   Srrt! Al ambil ponselnya dan mengirim pesan padanya.

‘Elena.’

‘Apa?’

‘Apa kau tahu jika Maria adalah anak asuh di Panti Asuhan kuno itu?’

‘Ya, kenapa memangnya?’

‘Kenapa katamu? Hei, itu aneh sekali kan?’

‘Apanya yang aneh?’

‘Ya kau lihat saja gayanya sudah kayak anak direktur begitu, ternyata … haha.’

‘Kau mengirimiku pesan hanya ingin mengatakan hal itu?’

‘Ih, sensitive sekali.’

‘Sudahlah, aku mau tidur. Otakku terasa akan meledak.’

   Al mengernyit keheranan akan sikap Elena.

   “Dia ini benar-benar ketua geng preman atau hanya anak mama, sih?” gerutu Al. Al berbaring dan memejamkan matanya. Mencoba memikirkan solusi dari masalah yang akan mereka bertiga hadapi. Ia menghembuskan nafas panjang, “Sepertinya hanya aku saja yang peduli dengan permasalahan ini.” Ia meletakkan lengan kanannya untuk menutupi matanya.

   “Seharusnya ini menjadi timing yang pas untuk membuat Maria mau menjadi mentor kita, kan?” gumamnya tanpa sadar. Deg!

   Ia sontak bangkit dari tidurnya. Ide cemerlang!

Teetttt!

   Seperti biasanya, pasti Maria menjadi yang pertama datang. Dan itu menguntungkan Al yang akan menjalankan rencana liciknya. Ia menjadi yang kedua datang setelah Maria.

   “Maria!” teriak para murid parasite yang ingin Maria beri les dadakan sebelum ulangan harian. Al memulai rencananya saat hampir memasuki jam pertama.

   Rencananya yang pertama adalah masuk ke dalam gerombolan murid yang mengelilingi Maria.

   “Al? Kau juga ingin belajar bersama kita?” tanya salah satu siswi paling centil. Al merangkul pundak siswi itu tepat di samping Maria. “Tentu. Kau tak keberatan kan?” tanyanya ditujukan pada Maria. Maria menoleh dan tersenyum pada Al, “Tentu tidak, silahkan saja.”

   Pembelajaran dadakan mereka berlangsung beberapa menit, dan disana pula Al memang sengaja tak mendengarkannya. Ia hanya memperhatikan Maria dengan seksama. Ia akan cari celah untuk menembak titik lemah Maria.

   ‘Aku tahu, titik lemah seseorang yang memiliki banyak penggemar adalah penggemarnya itu sendiri kan, Maria? Jadi, ini adalah celahmu sebenarnya.’

   Al tiba-tiba tertawa, membuat murid lainnya terheran. Maria yang merasa terganggu menatapnya ramah, “Ada apa, Al?” tanyanya. Al menggeleng dengan masih menahan tawanya, “Tidak, aku hanya penasaran saja.”

   Semua mata tertuju pada Al yang kini menatap tajam lurus kedua bola mata Maria. Al kini merangkul pundak Maria, “Aku iri deh, bagaimana bisa aku masih bodoh saat lampu belajarku begitu terang sedangkan jenius kita ini belajar dengan lampu remang-remangnya.”

   Hanya Maria yang bisa memahami kemana arah pembicaraan ini akan berlanjut. “Aksen berbahasa inggrismu itu aneh ya? Apa karena banyak warga asing yang kau temui saat menerima bantuan untuk Panti Asuhan, Maria?” Pertanyaan Al yang membuat seluruh murid terdiam.

   “Panti Asuhan?”

   “Kupikir Maria anak direktur atau CEO …”

   “Aku baru sadar jika dia tak pernah memakai barang bermerek kan?”

   “Kasihan.”

   Mission completed! Al akan pergi dan membiarkan para murid menilai sendiri bagaimana seorang Maria itu. Dengan begitu, saat Maria menunjukkan sisi emosionalnya, disanalah saatnya mereka bertiga akan memanfaatkannya.

   Elena datang, pas sekali! Al akan memberi bumbu paling pedasnya, “Elena, bagaimana pendapatmu tentang tempat belajar di Panti Asuhan Maria?” tanya Al. Elena mengedikkan bahu, “Biasa saja, yah … sedikit mengerikan sih.”

   Bagus, Elena! Pikir Al. Kebodohan Elena yang tak bisa membaca situasi juga, ia pikir juga semua murid telah mengetahuinya, Tetapi, saat para murid yang menggeromboli Maria mulai menjauh satu persatu, barulah dirinya merasa bersalah. “I-itu karena itu bekas bangunan Belanda.” Sekeras apapun Elena memperbaiki kalimatnya, semua murid telah menutup mata pada Maria. Mereka semua telah masuk ke dalam rencana Al.

   Kriing!

   Mrs. Helen masuk ke kelas Bahasa yang tampak suram. Ia pikir kesuraman itu karena hari ini ia mengadakan ulangan harian.

   “Good morning, how are you today?” sapa Mrs. Helen mengawali.

   “Good morning, I am fine. And you?” jawab kompak murid kelas Bahasa dengan kesuramannya. Mrs. Helen jadi tak nyaman dibuatnya, “I am good, haha.”

   Ia memulai ulangan hariannya, ia merasa canggung saja.

   “Alan Kevin, bagikan lembar soalnya.” Al bangkit dengan sombongnya, “Tentu, Mrs. Helen.” Senyuman palsu itu menghiasi kesuraman kelas ini. Mrs. Helen tak terlalu ambil pusing karena memang seperti itu seorang Alan Kevin, siswa dengan kepercayaan diri paling over.

   Ulangan dimulai. “Tiga jam pelajaran Bahasa Inggris kali ini sangat special, karena siapapun yang berhasil mendapatkan nilai sempurna di jam pertama maka bebas kegiatan di jam berikutnya.”

   Dengan penawaran special itu, siapa yang tak mau? Persaingan ini dimulai.

   Anak gila itu berulah lagi, Alan Kevin. Baru juga 15 menit berlalu, ia telah maju mengumpulkan lembar jawabannya. Sontak saja semua siswa menganga dibuatnya.

   “Gila … dia benar-benar menyelesaikannya?”

   “Apa-apaan dia itu?!”

   “Mari kita lihat saja.”

   Al benar-benar memberikan lembar jawaban pada Mrs. Helen. Mrs. Helen memang sedikit terkejut, namun saat melihat jawaban soal nomor satu saja membuatnya sontak mengembalikan lembar jawaban Al.

   “Haha, memangnya mana ada orang Indonesia yang mampu mengerjakan 50 soal Bahasa Inggris selama 15 menit? Haha, sorry … Mrs. Helen.” Al mengatakan hal itu dengan gamblangnya dan akan kembali ke bangkunya.

   “Hei, kau menghalangi jalanku.”

   Deg! Al sontak balik badan dan melihat Maria telah berdiri disana. “Ka-kau …”

   Srrk! Maria segera memberikan lembar jawabannya pada Mrs. Helen. Guru cantik itu pun hanya menghafal beberapa jawaban, karena menurutnya tak mungkin ada yang bisa mengerjakannya dengan hanya satu jam pelajaran saja. Dan jawaban yang Mrs. Helen hafal ada dalam lembar jawaban Maria.

   “Tunggu, aku akan mengambil kunci jawabannya.” Mrs. Helen langsung lari terbirit kembali ke ruang guru untuk mengambil kunci jawabannya.

   “Kupikir kau harus kembali duduk, Al.” Senyuman palsu Maria itu tengah menyindir Alan Kevin. “Menyebalkan,” gerutu Al. Ia bergegas kembali ke tempat duduknya dengan kesal.

   “Ah, ya. Kupikir bukan masalah seberapa terang dan nyamannya tempat belajarmu,” ucap Maria membuat Al berhenti. “Tapi, masalahnya seberapa besar kapasitas otakmu untuk menyerap semua materi pembelajaran.”

   Kalah telak, Al merasa kalah telak!

   “Dan untuk kalian semua, sepertinya aku tak perlu lagi berpura-pura. Menyakitkan, sih … tapi itu juga menguntungkanku kini. Tak ada lagi pembelajaran gratis, harga yang kumiliki dihitung per jam,” ujar Maria membuat seluruh kelas berkeluh kesah. Maria menghadap teman-temannya, “Per jamnya kuhitung sepuluh ribu,” lanjutnya. Sejenak mereka lega karena tarif itu mungkin adalah uang saku mereka per hari. Namun, ternyata mereka salah. “…dolar.”

   “Hitung saja sendiri,” ucap Maria membelakangi mereka. Mrs. Helen kembali saat itu juga dan segera mengoreksi lembar jawaban Maria.

   Matanya membulat sempurna dihadapan Maria, “Kau … bebas jam belajar.”

   “Thankyou, Mrs. Helen.”

   Satunya gila akan perhatian public, yang lainnya gila akan peluang ketika ada yang mencoba menjatuhkannya. Grrt! Al hanya bisa meremas lembar jawabannya. Tanpa dirinya sadari, Rivaldy memperhatikannya sejenak. “Cih, bodoh.”

   ‘Dia pasti memiliki kelemahan, tapi ingat dia orang gila yang tak memiliki ekspresi dan perasaan. Kesalahan yang Al buat adalah dia menyerang mangsanya di kandang lawannya sendiri.’ Prediksi Rivaldy yang sangat tepat.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status