Share

WHO IS SHE / HE ?

BAB 7 - WHO IS SHE / HE ?

Satu hari sebelumnya,

Sepeninggal Rissa dari cafe yang ia datangi bersama seorang wanita dari masa lalunya, ia menghembuskan nafasnya dengan kasar dan melirik sinis pada pria dihadapannya yang masih diam membeku karena bingung dengan situasi dimana mantan kekasihnya itu pergi setelah diteriaki oleh seorang pria asing baginya.

Sadar dengan lirikan sinis dari pria asing yang bersama dengan wanita cantik dihadapannya, Kazu pun segera  beranjak keluar dari cafe dan berniat menyusul Rissa. Sedangkan wanita yang masih melingkarkan tangan di lengan kekarnya tampak kebingungan dengan situasi yang terjadi baru saja, dan berniat akan bertanya kepadanya.

Namun ia segera melepas kasar tangan wanita itu dari lengannya dengan melirik tajam dan berkata, “ Jangan pernah menyentuhku sembarangan atau kau akan tahu akibatnya”.

Setelah mengatakan itu, ia berlalu pergi dan menyusul wanitanya.Wanita itu pun menatap kepergiannya dengan tatapan mata sendu dan terus melihatnya sampai ia hilang dari pandangan wanita itu.

***

Ken terus mengumpati Cla yang tak lain adalah wanita yang tadi sedang bersamanya dan tidak sengaja diketahui oleh Rissa, ia terus mengeluarkan cacian untuk wanita masa lalunya itu, “Berengsek, dasar wanita gila, tidak tahu diri. Dia pikir siapa dia beraninya menyentuhku dengan sembarangan. Haaaaaahhhhh...?!!! Shit, lalu siapa pria yang bersama si cerewet itu ? Beraninya dia dibelakangku, dan pria itu beraninya memegang dan menggenggam tangan wanitaku??!!”

Niatnya yang akan menyusul kerumah Rissa, tampak sedikit bingung dan ia mengerutkan dahinya karena melihat Mercedes – Maybach S-Class hitam berhenti didepan gerbang rumah Rissa. Ia mencoba mengingat - ingat siapa pemilik sedan itu, namun seingatnya ia sama sekali tidak pernah melihat orang terdekat Rissa memakai sedan itu. Ia pun berhenti tidak jauh dari rumah sang kekasih guna melihat siapa gerangan pemilik sedan itu, karena sedan itu tampak tidak membunyikan klakson dan hanya berhenti seperti menunggu seseorang.

Tidak beberapa lama sebuah taksi berhenti di belakang sedan itu dan keluarlah sosok yang ditunggu – tunggu, Rissa. Wanita cerewet itu terlihat berantakan karena rambutnya yang diikat asal keatas dan matanya sedikit sembab terlihat dari kaca mobilnya.

Ken hendak turun dari mobilnya, namun ia mengurungkan niatnya ketika pintu bangku kemudi sedan itu terbuka dan keluarlah sosok pria bertubuh atletis dengan lengan kemeja panjangnya digulung sebatas lengan dengan kancing atasnya yang terbuka membuatnya tampak lebih stylish dan semakin tampan apalagi ia menggunakan kacamata hitam, ia adalah pria yang sama yang tadi bertemu di cafe San Tiera yang membuat otaknya mendidih.

Kembali dadanya bergemuruh dan tangannya mengepal erat memegang kemudi hingga buku – buku jari si kulkas beton tampak memutih, itu pertanda bahwa ia sedang berada dalam mode on singa yang siap menerkam dan mencabik – cabik musuh di depannya.

Ia melihat pria itu mendekati Rissa dan tampak mengobrol, terlihat sesekali ia menepuk bahu Rissa dengan lembut. Hal itu membuatnya semakin naik pitam, apalagi ketika pria itu berpamitan dengan Rissa sambil mengelus puncak kepalanya dan tersenyum.

Ken masih betah melihat kedua orang yang berada di depannya itu dengan nafas yang semakin memburu menahan amarah yang berada di atas ubun - ubun. Setelah kepergian pria tadi, Rissa terlihat masuk kedalam rumah setelah dibukakan oleh penjaga rumahnya. Ken pun meninggalkan kediaman sang kekasih dan melajukan mobilnya pulang kerumah, membatalkan niatnya menghampiri sang kekasih untuk menanyakan siapa pria yang bersamanya tadi.

Ken melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi membuat dirinya mendapatkan banyak klakson dan umpatan – umpatan dari pengendara lain.

“WOY, BERENGSEK KALAU MAU BALAPAN JANGAN DI JALAN RAYA ?!!” ,

“HEHH, DASAR SIALAN MENTANG – MENTANG MOBIL BAGUS MAIN SALIP SEENAK JIDAT?!!”,

“KAU PIKIR JALAN NENEK MOYANGMU ?!!”,

“MATI SAJA KAU SIALAN?!!” dan masih banyak umpatan yang lain untuknya.

Ken yang dilanda dengan amarah diubun – ubun mengumpati sang kekasih dengan nafas yang masih memburu,

“Jangan pernah kau main – main dengan ku sa, aku akan membuatmu mengemis padaku jika kau berani  bermain api di belakangku. Aku pastikan kau hancur lebih dulu bersama pria sialan itu. Aku tidak akan menghubungimu sebelum kau sendiri yang menjelaskan. Arghhhh... sialan,” ia memukul – mukul kemudinya dengan wajah semerah kepiting rebus.

***

Perusahaan Salvino Group,

Keesokan hari di perusahaan milik Adam, Zelle terlihat serius dengan setumpuk pekerjaan yang harus dicek oleh Ken atau Jad, ia merapikan beberapa laporan – laporan yang sudah ia periksa terlebih dahulu sebelum diberikan kepada sang bos si kulkas beton. Saat akan meneruskan pekerjaannya, telepon di meja berdering membuatnya mengalihkan perhatiannya dari laporan yang sedang ia kerjakan.

“Halo, selamat pagi dengan Zelle dari Salvino group. Ada yang bisa saya bantu?”

“Halo, selamat pagi Zell. Ini aku, apa Vino sudah datang ke kantor?” suara di seberang panggilan itu membuat Zelle seketika menutup mulutnya dan megerutkan dahinya dalam. Ia sudah hafal betul siapa yang memanggil sahabat sekaligus atasannya itu dengan nama kecilnya ‘Vino’, siapa lagi kalau bukan mantan kekasih Ken saat di London yang tidak lain Claire.

Hening beberapa menit setelah penelepon menanyakan Ken, Zelle pun mencoba mengatur nafasnya agar tenang dan menjawab pertanyaan Claire. “ Ehm Maaf, bapak sedang sibuk tidak bisa di ganggu. Lebih baik jangan menelepon kantor untuk masalah pribadi,”.

Ucapan Zelle yang datar dan tanpa basa - basi membuat Claire menciut dan mau tidak mau dia mengatakan jika bukan masalah pribadi melainkan kerja sama antara perusahaan Adam dengan perusahaan milik almarhum papa Claire yang dikelola olehnya bersama kakak laki – lakinya selama dua tahun ini.

“Bukan, ini tentang masalah kerjasama antara perusahan om Adam dengan perusahaan Max company. Apa kau lupa perusahaan Max adalah perusahaan milik almarhum papaku Zelle? Sekarang aku dan kak Alex yang memegang dan mengendalikannya. Jadi, aku ingin membicarakan hal ini dengan Vino juga Jad. Apa mereka ada di kantor? Karena sebentar lagi aku harus kembali ke Singapura,” tutur Claire dengan lembut membuat Zelle terdiam dan teringat akan masa lalu, saat mereka berempat masih berada di London dan sering hang-out.

“Sebaiknya anda hubungi saja ponsel Pak Ken atau Pak Jad, bu Claire...”

Jawaban diberikan Zelle secara formal meskipun rekan bisnis tersebut adalah orang yang dikenalnya dan pernah akrab dengannya, ia akan memperlakukan rekan kerja atau rekan bisnis perusahaan secara profesional dan tidak melibatkan hal pribadi.

“Baiklah nona Zelle, terima kasih informasinya. Selamat pagi dan selamat bekerja,” Claire pun membalas ucapan Zelle dengan bahasa seformal mungkin agar tidak terkesan tidak profesional.

“Selamat pagi, terima kasih bu..”

Zelle memijit pelipisnya yang seketika pening memikirkan masalah baru yang akan dihadapi sahabatnya, “Kau saja belum meluruskan kesalahpahaman kemarin sore dengan Clarissa, kenapa kau menerima kerja sama dengan perusahaan Claire, Ken??? Apa kau senang masa lalu yang kau tunggu – tunggu dulu datang lagi. Hahhh... dasar bodoh,” umpatnya.

“Kenapa dua pria datar itu meninggalkan aku sendiri menghadapi klien dan rekan bisnis dari masa lalu kami berdua?? Sialan, lihat saja kalian berdua. Masalahku saja belum ku hadapi, eh masalah si kaku sudah harus ku tangani lebih dulu. Menyebalkan..” lanjutnya dengan melempar pulpennya di depan pintu ruangan sang atasan yang tidak ada penghuninya, karena penghuninya telah berangkat ke bandara setengah jam yang lalu. Jarak tempat kerja trio datar sangat berdekatan, sehingga Zelle bisa melemparkan benda pada kedua pintu di depannya dengan mudah.

Sebelumnya, Ken dan Jad memang memutuskan untuk mampir ke kantor memberikan beberapa pesan dan beberapa tugas pada Zelle terkait perusahaan dan sedikit menceritakan masalah yang dialami Ken kemarin sore. Namun sepertinya sang CEO kulkas beton lupa untuk menceritakan bahwa dirinya sudah setuju dengan kerjasama bersama Max company, membuat sang sekertaris kaku murka dan terus mengumpatinya.

***

Setibanya kedua makhluk rupawan namun sangat datar itu di bandara, membuat beberapa pasang mata wanita meliriknya dengan tatapan mendamba dan berdecak kagum. Membuat Jaden tersenyum tipis dan semakin arogan berjalan berdampingan dengan Ken yang tidak kalah arogan dengan wajah dinginnya.

Saat pesawat yang akan mereka tumpangi akan berangkat 10 menit lagi, tiba – tiba dari arah samping Ken datanglah sosok wanita cantik dengan outfit serba putih membuatnya semakin elegan yang berjalan kearah Ken dan Jad. Wanita itu menyunggingkan senyumnya yang cantik dan menyapa kedua pria datar nan rupawan itu yang terkejut dengan kedatangannya.

“Hai Vin, Jad. Apa kalian juga akan ke Singapura?”

Ken dan Jad masih diam dan larut dengan keterkejutannya akibat kedatangan wanita itu, Jad yang terlebih dulu sadar dari rasa terkejutnya menjawab pertanyaan wanita itu, “ Ya Cla, apa kau juga akan kembali ke Singapura??”.

Berbeda dengan Jad, Ken masih setia diam dan menatap tajam wanita yang kini berada disampingnya, yang tidak lain adalah Claire alias mantan wanita dari masa lalunya yang dulu sangat ia cari dan tunggu kedatangannya namun tidak lagi untuk saat ini.

Claire pun menjawab dengan senyuman dan mengajak kedua pria itu untuk berjalan bersama menuju pesawat yang akan membawa mereka ke Negeri Singa itu. Claire berjalan disamping Ken yang terus menunjukkan wajah dinginnya dan Jad yang berjalan dibelakang kedua mantan pasangan serasi itu pada zamannya.

Tanpa mereka sadari, tampak seorang wanita yang memperhatikan mereka bertiga dari samping dan mengambil beberapa gambar untuk diberikan kepada sahabat baiknya, Rissa. “Siapa wanita cantik yang disamping kak Ken?? Apa kak Zelle mengundurkan diri?”.

Nara yang saat itu juga berada di bandara mengantar sang mama untuk menjemput sang tante tidak sengaja melihat ketiga orang itu dan mengerutkan dahinya, karena belum pernah melihat wanita cantik yang bersama mereka berdua. Seketika lamunannya buyar kala mendengar suara mama dan tantenya, “Sayang, ayo kita pulang. Nanti temani aunty ke butik ya,”.

“Siappp aunty, nanti sore kan. Tapi jangan lama – lama ya, aku dan duo kesayanganku akan hang-out. Hehe...”

“Iya raa....”

Ketiga wanita itu pun berbincang – bincang dan saling bergandengan dengan posisi Amel sang mama berada di tengah – tengah antara Nara dan adiknya. Mereka pun menaiki mobil dan meninggalkan bandara, melajukannya ke resto milik Amel untuk sarapan.

***

Fokus dengan pekerjaan yang saat ini ia kerjakan, sejenak membuat Rissa melupakan masalahnya bersama Ken. Ia tampak menyusun beberapa program periklanan dan juga promosi untuk klien perusahaan CJ-L yang tak lain perusahaan BIO yang sangat perfeksionis. Setelah pekerjaannya selesai, ia menelepon asistennya untuk  keruangannya sekarang.

 “Ika, tolong segera keruangan saya. Terima kasih,”.

“Baik bu Rissa,”

Seemosi, semarah dan semurka apapun, Rissa tidak penah lupa untuk mengucapkan tiga kata keramat bagi golongan orang – orang egois yaitu ‘maaf’, ‘tolong’, dan ‘terima kasih’. Terkadang masih banyak sekali orang – orang yang semena – mena terhadap orang dibawahnya untuk memerintahnya tanpa mengatakan tolong juga ucapan terima kasih.

Tiga kata itu seringkali terlupakan untuk diucapkan, namun jika sejak dini sudah dikenalkan dengan kata ajaib itu sampai dewasa pun tidak akan lupa untuk mengucapnya. Begitulah dengan Clarissa, sejak kecil ia dan kakaknya Gavin selalu dibiasakan untuk mengucapkan 3 kata itu oleh Nadhine dan Ardian kepada siapapun tidak peduli itu sebaya, lebih tua atau lebih muda dari mereka. Mereka mengajarkan kedua anaknya untuk bersikap dan bertutur kata baik untuk nantinya mereka berorganisasi dan hidup bermasyarakat. Nadhine dan Ardian mendidik kedua anaknya untuk tetap low profile dan tidak memandang derajat seseorang dari segi materi.

Ika pun yang telah tiba di depan ruangan sang manajer segea mengetuk pintu dan membukanya setelah mendapat sahutan dari dalam untuk mempersilahkan masuk. Ia berjalan dengan membawa satu map hitam yang berisi laporan tentang media yang sudah ia hubungi untuk menjadi media partner perusahaan BIO melakukan launching dan press release produk.

“Bagaimana Ka, apa kau sudah menghubungi Dinar media?”

“Sudah bu, mereka mengatakan sanggup untuk datang dan meliput secara eksklusif perusahaan BIO. Mereka akan melakukan siaran secara langsung pada televisi dan beberapa media sosial mereka”.

“Hmm,, bagus. Jangan sampai kita membuat kecewa perusahaan BIO dan membuat salah pada rekan media yang membantu kita”, ucapan Rissa yang sudah tidak bernada datar dan dingin membuat Ika menghela nafas lega dan memberanikan diri menatap atasannya itu. Namun ketika ia menatap wajah ayu atasannya itu, dahinya berkerut dan membatin, “Tumben bu Rissa memakai  kacamata? Bibirnya juga tampak sedikit pucat,”.

“Baik bu, apa ada lagi bu?” tanya Ika.

Rissa tampak diam sebentar dan mengingat tentang persiapan gathering yang akan dilaksanakan dua hari lagi setelah Bu Citra kembali dari rumah sakit, pasca melahirkan baby girl yang telah ia tunggu bersama sang suami. “Ika, bagaimana persiapan gathering dua hari lagi sudah sampai pada tahap mana?”.

“Tadi Didi sudah mengatakan pada saya, kalau akomodasi untuk karyawan menuju villa sudah selesai. Pembawa acara gathering selama seminggu, kita jadi memakai dua orang bu dan itu sudah beres dan tinggal nanti briefing bersama divisi acara yang dipimpin Didi dan Mutiara organizer selaku EO yang membantu persiapan. Untuk saat ini, dekorasi dll sudah mulai dikerjakan bu. Persiapan acara gathering sudah mencapai sekitar 75% bu itu info yang saya dapatkan sampai hari ini,” terang Ika pada Rissa yang manggut – manggut mendengar penjelasan gadis muda yang usianya dibawahnya dua tahun itu.

“Good job, semoga Bu Citra dan Pak Jarvis senang dengan kerja kita terutama anak – anak divisi acara. Ya sudah, kau boleh kembali ke tempatmu. Aku akan mengecek keruangan mereka, apa Didi ada di ruangan acara?”

“Didi masih diluar bu, untuk mengecek lokasi bersama pimpinan Mutiara organizer 10 menit yang lalu  bu,”

“Baiklah, terima kasih Ika..”

“Sama – sama bu, saya permisi,” jawab Ika dengan membungkukkan badannya dan beranjak keluar dari ruangan Rissa.

Sepeninggal Ika dari ruangannya, Rissa mengambil ponselnya yang menunjukkan ada pesan masuk dari ‘Ex’ yang tidak lain adalah Kazu.

From : Ex

Dear, apa kau sibuk nanti malam ?

Rissa mengerutkan dahinya membaca pesan dari Kazu, “Mau apa makhluk playboy satu ini?” batinnya.

To : Ex

Jangan pernah kau memanggilku dengan sebutan menggelikan itu lagi ?!! Ada apa ?

Lima menit kemudian, ponselnya kembali menerima pesan dari Kazu. Ia pun mengambil kembali ponselnya dan membuaka aplikasi chatting di ponselnya itu.

From : Ex

I’m sorry Ris, aku ingin meminta tolong padamu. Kemarin kan kita tidak jadi membicarakannya, apa kau ada waktu nanti malam ? Please, bantu aku Ris ini tentang perusahaan..

Dahi Rissa kembali berkerut membaca pesan dari Kazu yang memintanya tolong tentang perusahaan, ia pun berpikir sejenak sebelum membalas pesan dari Kazu. Ia meminta izin kepada kedua sahabatnya yang minim akhlak itu untuk mengajak serta sang mantan ke club sesuai rencana mereka bertiga nanti malam.

To : TRIO RUSUH

Guys, apa nanti malam aku boleh mengundang seseorang untuk bergabung bersama kita ke club??? SEGERA BALAS JIKA SUDAH ADA YANG BACA ?!!

Rissa mengirim pesan yang ia ketik itu pada grup chatting yang hanya berisi mereka bertiga namun jika sedang bertukar pesan ramai seperti satu kampung. Tak berapa lama pesan dari grup chatting itu masuk, dan segera ia buka.

Fr : TRIO RUSUH

Kebiasaan, tukang perintah ?! Ya, kau ajak saja (Nara)

Yaaaaa, boleh.. (Azri)

To : TRIO RUSUH

Okayyyyy ....

Setelah mendapatkan persetujuan dari kedua sahabatnya, ia kembali pada pesan Kazu yang belum ia balas dan mengetikkan pesan yang membuat penerimanya senang bukan main.

To : Ex

Baiklah, nanti jam 8 aku tunggu di 8’s club. Aku dan duo rusuh akan kesana

***

Di lain tempat, seorang pria berjas abu – abu yang sedang duduk di kursi kebesarannya tampak gelisah menunggu balasan pesan dari sang mantan untuk meminta bantuan kepadanya. “Kenapa lama sekali balas pesanku, apa dia sedang sibuk ??” gumamnya sambil terus memegang ponselnya dengan mengetuk – ngetukkan jarinya di atas meja. Tak berselang lama, bunyi notifikasi pesan aplikasi chatting pada ponselnya berbunyi dan segera ia buka dengan buru – buru, tampak senyum lebarnya ketika membaca pesan yang ia tunggu – tunggu itu.

“Yesss, semoga Clarissa bisa membantuku dan papi tidak akan lagi menghukumku dengan pekerjaan yang tidak ada habisnya ini. Ini gara – gara kakak batu itu yang meninggalkan tugasnya padaku. Awas saja kau kak, aku akan membalasmu..”

Kazu tampak geram jika mengingat sang kakak yang kini meninggalkan tugasnya sebagai CEO Diego company kepadanya, padahal ia hanya ingin fokus mengurus coffee bar miliknya tanpa terpecah belah dengan perusahaan milik sang papi.

Saat ia sedang bersiul – siul dan kembali mengecek laporan di depannya yang tadi ia terima dari sang sekertaris, pintu ruangannya terdengar diketuk dan ia pun menyahut dengan deheman ciri khasnya untuk mempersilahkannya masuk. Tampak sang sekertaris berdiri di depannya dengan menundukkan kepala.

“Ada apa ?”

“Tuan besar ada diruangan rapat sekarang dan meminta saya memanggil pak Kazu untuk datang kesana saat ini juga pak,” jawab sang sekertaris yang menjelaskan bahwa Hoshiko sedang berada di perusahaan. Kazu yang mendengar sang papi datang pun berdecak sebal dan memutar bola matanya malas. “Yaa, aku kesana,”.

Seketarisnya pun permisi pergi meninggalkan Kazu yang masih bergumam tidak jelas dan seba karena papinya datang tanpa bicara padanya terlebih dulu. “Ckkkk, dasar penjajah. Pasti aku akan kena marah lagi, jika belum mendapat kontrak kerja sama itu. Sekali penjajah tetap penjajah. Apa mamiku tidak kesal hidup berdampingan dengan penjajah,”.

Ia pun melangkahkan kedua kaki jenjangnya dengan malas ke arah keluar pintu ruangannya dan membuka knop pintu itu. Seketika, ia berjalan dengan gagah dan menerbitkan senyum cerahnya karena bersamaan dengan beberapa karyawan yang tengah menyapa dan membungkukkan badan kepadanya. Ia segera berjalan ke ruang rapat yang masih satu lantai dengan ruang kerjanya yang berada di lantai 7 gedung Diego company.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status