Tatapan bingung yang dilontarkan Kejora kepada Kania, Adam dan Mike menjadi satu kesatuan utuh.
“Kenapa sih kalian ada di depan pintu?” tanyanya dengan polos saat itu juga.
Adam sendiri memilih mencari-cai sesuatu lantas menyentuh kening Kania yang saat ini sudah berbaring.
“Kania sakit, dia tak bawa kunci kamar kalian dan ... dia dengan Adam menggedor pintu sampai akupun ikut membantu, aku heran kamu sedang apa sampai tak mendengarnya,” tutur Mike yang kini duduk di sofa mengutak-atik tayangan di televise.
“Loh, kamu sakit?!” Kejora terburu-buru menghampiri Kania.
Sahabatnya itu sudah bergelung selimut dengan wajah sayunya yang memerah.
“Dia hanya demam, kelelahan karena berjalan-jalan tadi,” timpal Adam yang mulai menyodorkan segelas air mineral dan paracetamol.
Kania yang masih dongkol dengan Kejora pun memilih duduk sebentar untuk meminum obatnya. Rasa pahit obat sepertinya lebih manjur untuknya menahan amarah pada Kejora.
“Ngapain lo sampe budeg begitu?!” ketusnya dengan mata memicing.
Kejora yang dicurigai pun hanya bisa tertawa meringis saja, dia yang menikmati euforia karena pesan singkat dari Andromeda adalah penyebab utamanya.
“Sorry, tadi aku mendengarkan musik rock di ponsel,” kilahnya memberikan alasan.
“Ck! Kebiasaan lo!” omel Kania yang sudah tak kesal lagi.
Kantuknya menyerang seiring dengan efek obat yang diminumnya.
Adam sendiri menunggui Kania sampai wanita itu tertidur, lantas dia dan Mike keluar dari kamar Kejora dan Kania.
“Kalau ada apa-apa hubungi aku ya?” pinta Adam sebelum akhirnya berlalu menuju kamarnya.
Mike menatap Kejora lama, namun tatapannya berisi kelembutan yang mampu membuat Kejora lumpuh seketika, jika diibaratkan saat ini.
“Lain kali ... pilih kamar single saja,” bisik Mike dengan setengah berbisik.
“Ish! Sudah sana!” usir Kejora merasa sebal dengan segala keusilan Mike padanya.
***
[Jadi, kamu juga tengah berada di Bali?]
Kejora kembali mengetikkan pesan singkat pada Andromeda sebagai balasannya. Dapat dibilang dirinya bahkan sudah memiliki atensi dari pria itu meskipun belum bertemu.
Namun, dia kembali menyoroti foto akun si pemilik.
“Sepertinya tidak asing, dimana aku pernah melihatnya ya?” gumamnya seorang diri.
Tanpa dia sadari, kalau Kania yang sudah terbangun tengah memerhatikan dirinya sedari tadi. Kania mulai berpikir kalau sahabatnya itu sedang kasmaran. Namun, dia masih menonton terlebih dahulu.
Kejora sangat jarang memperlihatkan ekspresi tawa berlebihan karena rasa senangnya, namun kali ini berbeda. Kania paham situasinya. Dia mengendap-endap menuju arah belakang Kejora, sedikit mengintip untuk mencari tahu apa yang tengah dilakukan oleh Kejora.
Lihat? Bahkan dia berada di dekatnya saja tak disadari oleh gadis itu.
Matanya membaca sederet barisan pesan-pesan singkat di ponsel Kejora yang masih menyala saat ini.
[Ya, mungkin kita bisa bertemu?]
Kejora semakin berpikir keras. “Aku pernah bertemu dengannya, tapi dimana ...,” erangnya.
“Otakmu terlalu dangkal, sampai tak ingat siapa Andromeda,” timpal Kania yang menjulurkan tangannya lantas merebut ponsel milik Kejora.
“Hei! Kembalikan!” pekik Kejora yang berbalik segera.
Dia malu bukan main saat ponselnya tiba-tiba direbut.
Kejora berusaha mengambil ponselnya kembali, namun Kania yang sudah baikan saat ini lebih gesit dari pada dirinya. Kania malah melompat ke atas kasur dan Kejora harus mengejarnya.
“Wah ... kamu lagi chat sama Andromeda? Wowww ... wait, wait, wait!”
Kania kini menatap tajam pada Kejora yang tengah waspada.
Dia kembali membaca pesan-pesan yang tengah dilakukan oleh Kejora dan Andromeda.
“Kamu ... nggak tahu dia?” tanyanya kembali, memastikan ingatan Kejora yang tercecer saat ini.
“Oh God! I am serious, i cant remember him, do you know him?” Kejora mencoba mencari tahu juga saat ini.
“Otakmu itu butuh direparasi deh kayaknya.”
Kania hanya menggeleng-gelengkan kepalanya merasa heran dengan Kejora.
“Kania, kembalikan ponselku dong ....” Kejora merengek karena Kania terus-terus menghindarinya, wanita itu bagai tikus yang tak pernah masuk ke dalam kerangkeng jebakan.
“Duduk di sana! Kau mau tahu dia apa tidak?” Kali ini Kania memegang tampuk kekuasaan.
Kejora yang terlanjur ingin tahu pun akhirnya mengikuti titah sang sahabat, duduk di kursi sementara itu, Kejora duduk bersila di atas ranjang sambil menatapnya tajam.
“Jadi ... siapa dia?”
Kejora membuka suara pertama.
“Kamu ingat nggak pas pak Sony ngajak kamu rapat ke Angkasa Jaya?”
Kejora mengangguk, memberikan jawaban ‘ya’ pada Kania.
“Dan kamu nggak ingat, anak CEO perusahaan itu ikut hadir? Andromeda?” Kania kembali bertanya.
Sejenak ingatannya tertarik jauh saat dia yang tak sengaja ikut menatap Andromeda yang juga menatapnya. “Dia ... duduk di depan aku!” pekiknya.
“Jadi, kenapa kamu bisa kenal dia?” Kali ini Kania memulai interogasinya kepada Kejora kembali.
“Hehe ....” Kejora tertawa meringis, dia tak ingin bercerita namun sudah kepalang basah tertangkap oeh Kania saat ini.
“Ceritain!” perintah Kania yang tak mau diganggu gugat.
Sedikit banyaknya Kejora bercerita dengan pasrah. Saat dia membayangkan Andromeda, sudut bibirnya tertarik menjorok ke dalam, menandakan dia tengah tersenyum. Kania pun tahu hal itu.
“Do you fall in love with him?” tanyanya setengah berbisik.
“Am i?” Bahkan Kejora sendiri bertanya-tanya.
Kania ingin sekali rasanya memukul kepala sahabatnya itu. Gemas melihat reaksi Kejora yang bahkan sudah sangat kentara sekali dirinya kasmaran namun, malah tak menyadarinyasama sekali.
“Tapi ... bagaimana dengan Mike?”
Pertanyaan selanjutnya yang mampu membuat Kejora kembali membisu. Bahunya turun dan tubuhnya lemas. Mendadak dia kehilangan semangatnya tadi.
“Tak mungkin Mike tak menyatakan perasaannya padamu, betul ‘kan?”
Kejora mengangkat pandangannya saat itu juga.
Matanya membulat. “Kok kamu tahu?”
“Jelas.” Jawaban diplomatis Kania malah semakin membuat Kejora waspada.
Wanita ini tahu segalanya?!
“Jadi ....” Kania menunggu cerita dari Kejora.
“Aku bingung, aku hanya minta waktu untuk memberikan jawaban saja,” lirih Kejora sambil menunduk kembali.
“Memangnya kenapa? Kau tak memiliki perasaan padanya?”
“Bukan begitu, kalau aku berkata tak memiliki perasaan, tentu saja aku menyukainya. Dia tampan, tinggi, mapan dan lagi ... baik, tapi ....” Penjelasannya kembali terjadi.
“Tapi apa?”
“Tapi ... rasanya aku tak mau membohongi diriku sendiri, kalau perasaan ini hanya untuk sebentar, aku malah akan mengecewakannya, ‘kan?”
Kania mengangguk setuju.
“Ada perbedaan tidak rasanya berbicara dengan Andromeda dan Mike?” Kembali Kania bertanya.
“Oh God ... aku pun bingung,” erang Kejora kembali.
“Hadeuh! Kau benar-benar awam ya soal percintaan?”
Katakan saja begitu. Batin Kejora hanya bisa menerima ejekan itu dengan pasrah saja.
“Bisa jadi kau menyukai Mike, tapi tidak dengan cinta. Kau jatuh cinta pada Andromeda, Kejora.”
Deg!
Jantung gadis itu seaakan berhenti memompa, napasnya tertahan seiring dengan matanya menyaksikan wajah meyakinkan milik Kania saat ini.
“Begini saja, temui Andromeda untuk mencari tahu perasaanmu.” Kania mengembalikan ponsel miliknya ke telapak tangannya.
Atas keyakinan yang diberikan Kania kepadanya, Kejora pun akhirnya berinisiatif merespon ajakan Andromeda untuk bertemu. Andromeda sendiri begitu bersemangat saat Kejora mau meresponnya. Kejora rupanya bukan wanita neko-neko yang akan jual mahal kepadanya. Atas saran dari Kania, Kejora mengajak bertemu di salah satu klub dekat pantai. Dia dengan bersusah payah mengajak Kania ke mall hanya ingin membeli dress untuk bertemu Andromeda. “Kamu ketemu Mike cuek bebek, sekarang ribut mau beli dress karena mau ketemu Andromeda, aku bingung Mike lebih cakep tapi kamu malah kepincutnya sama pria lokal. Matamu kayaknya eror deh,” omel Kania yang menunggui Kejora. Wanita itu tengah memilih-milih dress. “Ayolah ... aku udah bosan sama muka-muka Eropa,” kilahnya dengan diplomatis. Alasan yang sangat tepat sampai-sampai Kania menyetujuinya. “Iya juga sih, hidupmu 22 tahun di Belanda ya pasti bosen liat bule, coba kalau aku
Puk! Puk! “Kejora?” Deg! Suara berat menyapu indera pendengaran Kejora saat itu juga. Jari-jarinya sampai mencengkram erat kaki gelas yang ramping di meja bar. Bahkan hanya dengan mendengar suaranya yang begitu berat dan dalam saja sudah membuat jantungnya berdegup hebat, bahkan sebelum dirinya berbalik saja, suara pria itu mampu membuat tubuhnya sudah terpaku, tertarik pada pusat gravitasi yang sudah besar di bawahnya. Mendadak bulu kuduknya berdiri dan belakang tubuhnya meremang. Dengan napas yang bahkan tak bisa didengar, dia berusaha bernapas. Seorang Andromeda sangat berbahaya sampai-sampai gadis itu bah
Andromeda tak lagi bertanya. Mereka berjalan-jalan di pinggir pantai, menikmati pasir pantai dengan permukaan kakinya karena alas kaki mereka yang sudah terlepas dan tertenteng di kedua tangan masing-masing. Sepoy-sepoy angin bergerilya menghantam tubuh Kejora. Gaun wanita itu berkibar-kibar semakin memperlihatkan paha mulusnya saat ini. “Jadi ....” Kejora menoleh pada Andromeda. Matanya menatap intens sisi wajah Andromeda. Pria tampan itu masih memandangi ombak yang bergulung secara immortal. Tak ada yang indah baginya selain menikmati waktu bersama Kejora. Entah kenapa dirinya bisa berpikir begitu saat ini. Suara Andromeda yang menyela lamunan Kejora membuat wanita itu bingung kembali. “Apa kita akan berlanjut untuk bertemu?” Belum apa-apa Andromeda sudah menanyakan. Pria itu bahkan memaki dirinya sendiri yang kehilangan kontrol dan merasa tak sabar atas Kejora. Gadis itu menyelipk
Kejora seketika berdiri mematung saat netra coklatnya menatap sosok Mike yang berdiri di lobby dengan tangan tersarrung di saku celananya. Matanya memandang datar Kejora dan Andromeda yang baru saja pulang. Kejora menahan napasnya dan menghembuskannya tanpa suara sama sekali. Berharap Mike tak mendengarnya dan juga keterkejutannya mampu membuat otot-ototnya melemas sampai tulang rangkanya tak tersangga sama sekali. “Siapa dia?” tanya Andromeda yang memandang dingin Mike, pria yang dia ingat pernah menjemput Kejora di perusahaannya. Ada rasa tak suka dan tak mau kalau Kejora harus bersanding dengan Mike. “Dia ... temanku,” jawab Kejora lirih. “Kenapa tak kau perkenalkan?” tanya Andromeda kembali. Dia menyeringai mantap saat mendapatkan jawaban yang dijamin bukan keinginan Mike disebut teman oleh Kejora. Mike menekan rahangnya sampai giginya saling beradu dan garis rahan
Cklek! Kania memasuki kamar hotel dia dan Kejora saat subuh. Dia menyelinap masuk dan mengendap-endap serta berusaha untuk memelankan langkah kakinya saat ini. Jelas saja dia sampai begitu, karena memang dia habis menginap di kamar Adim, pacarnya. “Semalam berapa ronde?” Deg! Suara dingin Kejora terdengar di telinganya saat ini. “Ya Tuhan, Kejora!” pekiknya merasa terkejut. Dilihatnya Kejora tengah duduk di pojok ruangan dengan lampur tidur yang menyala. Kania mengusap-usap pelan dadanya, meredakan rasa kagetnya saat ini. “Kamu ngapain sih kayak kuntilanak begitu?! Dipojokan, sarungan pakai bedcover putih pula, kamu niat jadi hantu hah?!” sembur Kania yang mencoba menutupi rasa gugupnya. Dia tidak mengira kalau Kejora sudah bangun, eh tapi .... Kania menyipit, menatap intens wajah Kejora yang kusam dengan mata pandanya. “Kamu nggak tidur?” tanyanya.
Kata maaf adalah kata yang tak semua orang bisa mengucapkannya dengan tulus atau bahkan arogansi manusia bisa membuatnya tak mau meminta maaf meskipun perbuatannya salah. Tidak ada yang bisa memastikan seberapa tulusnya perkataan dan perbuatan manusia itu. Sama seperti Kejora yang memandang ragu ke depan. Dia menatap lamat-lamat wajah pria yang ikut serius menatapnya, di netra amber miliknya terdapat riak sesal mendalam. “Lalu apa alasanmu melakukan itu Mike?” tanyanya ingin tahu. Pasca kejadian ciuman paksa yang dilakukan oleh Mike membuat Kejora mau tak mau memilih diam dan menghindar. Satu dari sekian banyak hal yang membuatnya bersikap canggung dan menjaga jarak setelahnya. Mike masih sunyi. Dia kesulitan memilih kata agar tak terdengar kurang ajar nantinya. “Ya, euhm ... sejujurnya aku spontan melakukan hal itu, aku ... cemburu?” Mike kini meragu. Mata Kejora membulat. Tak dapat dipredi
Mike dan Adam sama-sama tak habis pikir dengan kedua wanita itu. “Ada apa dengan otak mereka sih?!” sungut Mike sebal. Adam mengangguk setuju. Mereka kembali menunggu Kejora dan Kania yang berganti baju secara mendadak dan penuh paksaan. Sebelumnya Kejora dan Mike malah berdebat panjang. *** Mata Mike membelalak penuh terkejut begitu sosok Kejora berjalan menghampiri mereka. Sangat lucu saat dia menertawakan Kania dan Adam, sekarang karma terbalas sempurna kepadanya. Adam bersiul panjang sambil menampilkan senyuman konyolnya. “Kejora, kembali ke kamarmu dan ganti pakaianmu sekarang!” perintah Mike sambil menahan sesuatu yang tak bisa dia jabarkan. “Apa? Tidak, tidak, aku sudah bersusah payah berdandan dan kau tiba-tiba memerintahku untuk berganti baju?!” sembur Kejora menolak. Mike mengusap wajahnya kasar. Matanya sangat ingat saat Kejora keluar dengan pakaian yang ... sangat seksi!
Andromeda masih merenung usai mengantar kepergian Kejora. Lebih tepatnya melepaskan saat ada pria yang menunggu wanita itu. Pikirannya melayang, bertanya-tanya tentang siapa pria itu? apa hubungannya dengan Kejora? Meskipun Kejora berkata pria itu hanyalah teman saja, dia tak mempercayai kalau Mike tak memiliki perasaan untuk gadis itu. Tetap saja, semua itu membuat seorang Andromeda menahan bara api kekesalan di dadanya sampai saat dia sudah sampai di kamar hotel sekali pun. Andromeda masih berdiri di balkon kamar hotelnya. Pria itu sudah mengenakan jubah mandinya dan selesai mengambil sesi mandi sebelumnya. Andromeda memegangi kaki gelas yang berisi red wine saat ini. Sampai ada tangan ramping berjari lentik menyusup dan melingkar di perutnya saat ini. “Kau sedang memikirkan apa Sayang?” tanya wanita yang tengah memeluknya itu sambil mengeluarkan suara desahannya. “Hanya memikirkan sesuatu