Share

Bangun Pagi Buta

Bibirku mencebik kesal saat pintu kamar mandi tertutup rapat. Aku berbalik dan bersedekap tangan menunggu orang yang ada didalam selesai melakukan aktivitasnya.

Memangnya aku salah kalau aku tanya dia mau pipis? Memang dia ingin pipis kan? Kok aku kena marahnya.

Masih teringat jelas saat lelaki itu mengataiku Gadis bodoh. Walaupun sebatas tulisan, tapi dongkolnya itu masih terasa sampai ubun-ubun. Memang bicara yang benar harus seperti apa?

Ceklek!

Pintu dibelakangku terbuka, kuhentikan semua umpatanku untuk lelaki yang berusaha berdiri tegap itu. Dengan perlahan aku mendekat dan menyodorkan bahuku padanya. Kulingkarkan tanganku ke pinggangnya. Dengan pelan-pelan aku membawanya kembali ke tempat tidur.

Walaupun tubuh kami berhimpitan, aku sama sekali tidak merasakan getaran apapun. Rasa kesal, lelah dan kantuk masih menderaku hingga ingin sekali aku melempar tubuh Tuan David ke atas tempat tidur dan mengatakan padanya agar tidak membuatku begadang lagi! Hah, bisakah itu terjadi. Aku hanya pelayan mana mungkin aku melakukannya.

Aku bisa merasakan jika lelaki itu terus memandangku. Aku sama sekali tidak peduli. Mau dia marah kek, membantingi semua barang aku tidak peduli. Sekarang aku hanya ingin menyelesaikan pekerjaanku dan kembali ke kasur empukku di kamar pelayan.

"Hati-hati Tuan." Aku mengangkat kedua kakinya naik keatas tempat tidur. Lalu menurunkan bantal agar lelaki itu bisa merebahkan kepalanya dengan nyaman. Setelah selesai, aku menyelimutinya. "Sekarang bolehkah saya kembali ke kamar? Tuan David sudah tidak membutuhkan apapun lagi kan?" Tanyaku berharap pekerjaanku selesai.

Tuan David tidak menjawab, lelaki itu justru memejamkan mata tanpa menghiraukanku. Benar-benar minta di tampol wajahnya. Harus sabar, harus sabar...

"Saya anggap itu jawaban atas selesainya pekerjaan saya hari ini. Kalau begitu saya permisi Tuan. Selamat malam."

Aku mematikan lampu utama dan berjalan keluar. Aku kembali ke kamar pelayan.

~

"Viona, umur kamu berapa?"

"20 tahun."

"Wah kupikir kamu sudah cukup dewasa, rupanya hampir sama denganku."

Cello mengajakku mengobrol di kamar. Diluar sana masih cukup petang. Aku terbangun pagi karena kebiasaanku sejak tinggal di rumah Nyonya Merry. Cello adalah teman satu kamarku. Kami mencoba mengakrabkan diri sebelum memulai pekerjaan.

Aku menggelung rambutku dengan handuk. Tetesan air masih melekat ditubuhku setelah membersihkan diri. Aku sedang mencari seragam pelayan di lemari.

"Keluargamu dimana?"

"Aku tidak punya."

"Hah? Kok bisa?"

"Aku memang tidak punya. Mereka sudah meninggalkanku di Panti Asuhan. Kata Ibu Panti, mereka sudah tiada. Lalu aku diadopsi Nyonya Merry sampai umur sekarang." Jelasku. Aku memakai baju dengan halangan pintu lemari. Jadi Cello tidak bisa melihatku.

"Lalu, dimana Nyonya Merry?"

"Entahlah. Mungkin dirumahnya foya-foya. Setelah dia menjualku pada pria tua itu "

"Apa?! Kamu dijual?" Cello terlihat terkejut mendengarnya. Aku hanya menatapnya datar.

"Ya. Untung saja aku bisa kabur dari mereka dan bertemu Tuan David. Dia menolongku." Aku berjalan di meja rias dan memakai bedak diwajahku. Ekspresi Cello bisa kulihat dari balik cermin. Gadis itu tertegun.

"Jahat sekali Nyonya Merry itu."

"Memang. Tapi aku tidak peduli lagi dengannya." Kupoleskan sedikit lipstik nude dibibirku. Agar tidak terlihat pucat. Lalu menguncir kuda rambutku yang cukup panjang. Makeup dan pakaian disana memang disediakan untuk para pelayan wanita. Aku cukup senang karena tidak perlu mengeluarkan uang. Karena aku belum mendapatkan gaji pertamaku.

"Kamu tidak mau balas dendam padanya?" Tanya Cello. Wanita itu masih merasa kesal atas perlakuan Nyonya Merry padaku.

"Membalas pakai apa? Aku tidak punya uang."

"Kamu bisa pinjam uangku." Aku menoleh ke belakang dan tersenyum kecil. Merasa senang saat ada yang perhatian padaku.

"Tidak. Terimakasih atas bantuanmu. Sekarang aku tidak mau lagi bertemu dengannya. Meskipun aku masih kesal, setidaknya aku pernah dirawat olehnya." Aku berjalan mendekati Cello dan duduk disampingnya.

"Kenapa begitu. Dia jahat. Harusnya kamu membalasnya." Ucap Cello masih tak terima.

"Aku sudah tidak apa-apa. Biarkan saja dia menikmati uang itu. Karena aku yakin, dia tidak akan hidup senang." Aku tersenyum lalu berdiri. "Aku mau ke dapur. Membuatkan minuman untuk Tuan David."

"Memangnya Tuan David sudah bangun? Jam segini biasanya masih tertidur."

"Entahlah. Aku hanya ingin membuatkannya minuman saja. Ya sudah aku pergi dulu ya." Aku pamit keluar. Berjalan menuju Mansion nan luas dan megah itu.

Paviliun pelayan terletak di belakang Mansion utama. Jadi perlu melewati taman luas untuk kesana. Hari masih sangat pagi. Matahari belum malu-malu menampakkan diri. Aku berjalan dengan santai sesekali bersiul pelan.

Taman Mansion sangat indah dipenuhi dengan pohon oak yang memiliki batang menjulur ke segala arah. Ada bunga Rosemary berwarna warni di sepanjang jalan setapak. Ada sungai buatan di sekitar Pohon pinus bermuara di danau kecil disamping Mansion. Danau buatan yang sangat indah dengan bunga teratai menawan mata ketika melihatnya.

Aku sangat senang bisa tinggal di tempat seindah ini. Mansion ini sangat terawat untuk tempat tinggal dan mampu menjadi penghibur diri dengan banyaknya pesona alam didalamnya.

Krek!

Mataku berputar arah pada suara batang ranting yang terinjak. Kutajamkan pendengaranku untuk mengetahui sesuatu yang berada tak jauh dari tempatku berdiri. Aku perlahan mendekat ke sebuah Pohon Oak yang jaraknya 10 meter dariku.

"Siapa disana?" Teriakku ketika pandanganku menangkap sosok berpunggung lebar yang tengah berdiri membelakangiku. Apakah itu seorang pencuri? Pagi buta seperti ini untuk apa laki-laki itu disana?

"S-siapa-"

"Selamat pagi Pelayan Viona." Suara Elard menyadarkan kewaspadaan diriku. Ternyata lelaki itu adalah Elard. Untuk apa dia ada dibawah pohon dengan cara seperti itu? Lelaki itu seperti sedang melakukan sesuatu yang mencurigakan.

"Pagi. Apa yang Anda lakukan disini?" Tanyaku heran.

"Saya ingin menemui Tuan David." Jawab Elard datar. Wajahnya tampak tenang seperti biasa. Sama sekali tidak merasa takut ketika aku memergokinya ditempat ini.

"Tuan David ada di dalam Mansion. Tapi kenapa Anda disini? Ini adalah area tempat istirahat para pelayan."

"Lalu kenapa, apa saya tidak boleh berada disini?" Tatapan Elard kini berubah tajam. Aku susah payah menelan saliva. Lelaki ini sungguh sulit ditebak.

"....Saya kemari karena ingin bertemu Kepala Pelayan. Tapi karena saya melihat ada pelayan baru sedang berjalan sendiri ditengah pagi buta seperti ini, saya merasa curiga dan berdiri disini." Jelas Elard seraya menarik kecil sudut bibirnya membentuk seringai. Aku tahu arti wajah itu. Elard sedang menyindirku.

"Saya tidak sedang mencuri." Balasku merasa dongkol.

"Oh ya, lalu untuk apa kamu disini, sedangkan para pelayan belum terbangun seperti yang kamu lakukan?" tanya balik Elard.

"S-saya bangun karena ingin membuat minuman untuk Tuan David." Ucapku pelan.

"Minuman apa? Sudah ada pelayan yang menyiapkan itu." Cecar Elard. Elard tiba-tiba mendekat lalu berbisik tepat ditelingaku.

".... Atau kamu ingin meracuni Tuan David dengan minuman itu?"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status