"T-Tidak mungkin! K-Kau berbohong! A-Ayahku tak mungkin pernah bergabung dengan organisasi kriminal seperti IRA! Ayahku tak mungkin pernah menjadi anggota dari kelompok yang sudah banyak sekali membunuh orang!" Elly sudah tak bisa lagi menjaga nada bicaranya. Hatinya sudah berselimut amarah setelah mendengarkan pengungkapan dari Marco. Tak henti menampik apa yang telah ia dengarkan, tak ingin menghapus sosok sang ayah yang ia kenal sebagai Arkeolog yang hebat, tak terima saat Marco menyebut Johan sebagai anggota dari organisasi yang bersitegang dengan Britania Raya. Dengan tatapan sini Marco memandang Elly yang merapatkan gigi serta mencengkram erat selimut ketika bicara dengannya. Ia kemudian duduk di pinggir kasur, kembali menyeruput Espresso, seraya mencari cara supaya Elly tak tertelan amarah dan percaya dengan perkataannya. "Coba pikirkan kembali, Eleanor. Saat Johan dinyatakan meninggal di Firth of Clyde, Tanjung Arran. Menurutmu, mengapa kau dan ibumu memutuskan untuk pindah
DORR!!... DORR!!... DORR!!...Langit membiru, awan yang awalnya kelabu mulai terlihat jelas cerah warnanya. Pesona biru redup langit pagi kini menyambut Hana yang tengah berlatih tembak, bersama bimbingan Dona di tanah lapang yang terletak tak jauh dari rumah Albert. Gema letusan tembakan menggelegar, bagai gemuruh petir yang menyambar di tengah fajar. Padahal suhu pagi itu begitu dingin, namun dahi Hana sudah penuh akan peluh, setelah baru saja melepas tiga tembakan ke arah tiga batang kayu yang dibariskan secara horizontal serta ditempatkan pada jarak sejauh 25 kaki, lengkap dengan kertas bergambar lingkaran sasaran tembak yang tersemat di masing-masingnya. Kedua tangannya bergetar, begitu kuat mencengkram pegangan pistol berjenis CZ 75, hentak lesatan dari tiga peluru Parabellum masih terlalu sulit di tahan oleh kedua tangan Hana yang teracung tegak ke depan. Ini pertama kalinya Hana menembakkan senjata, walau sudah diberikan headphone untuk meredam suara, ia masih memicing kenca
Suara deru helikopter memecah kesunyian langit biru yang membentang luas di atas perkotaan, awan terkibas melebar saat baling-baling helikopter mencipta desir angin yang kuat, seakan membukakan jalan bagi helikopter MI5 yang tengah melakukan penerbangan pada ketinggian 3000 kaki di atas permukaan tanah. Baik pilot, operator serta penumpang helikopter berjenis AW109 hitam sudah mengenakan headphone, demi meredam nyaringnya mesin helikopter yang tengah melayang tinggi, serta memungkinkan komunikasi antar penumpang dan pilot bisa terjaga dengan baik. Hana tak henti menatap panorama dari balik jendela helikopter, memandangi lanskap perkotaan yang berubah-ubah seiring dengan penerbangan. Menyaksikan betapa kecil beragam bentuk bangunan saat tengah memandang dari bentang luas langit biru berhias awan. Namun, panorama indah yang ia saksikan dari atas langit tak kuasa mengganti murung di wajahnya, batinnya tak henti meraut kerisauan, begitu tak sabar ia segera mengakhiri penerbangan agar bis
Thorn Lotus Suites yang ternyata merupakan salah satu dari banyak aset milik Thorn Enterprise memudahkan rombongan Pascal dalam misi penyelamatan. Mereka berempat mendapatkan akses untuk menempati salah satu kamar mewah di lantai empat gedung hotel berbentuk huruf U itu. Disaat Dona–yang kini hanya mengenakan tanktop abu setelah melepas baju taktikalnya–duduk di atas satu dari empat ranjang dalam barisan sembari sibuk menekuri ponsel pintar, serta disaat Hana tengah membersihkan diri di kamar mandi dalam kamar hotel, Pascal masih setia menanamkan fokus pandangannya pada gedung yang akan mereka datangi malam nanti. Pascal masih setia duduk di atas bangku kecil yang ia letakkan di depan jendela. Sudah sekitar satu jam Pascal memantau gedung empat lantai yang menjulang lurus dari balik jendela. Dengan menggunakan teropong binokular jangkauan menengah, Pascal terus memperhatikan setiap pergerakan di sekitar gedung yang terletak sisi barat Sungai Foyle, mendapati beberapa personel penjag
Kapal Patroli Pesisir Kelas River Batch 1. Kapal dengan kode nama HMS Tracker, atau Her Majesty's Ship Tracker. Sebuah kapal patroli bercat hitam serta berukuran 20, 8 meter yang di utus oleh pangkalan Angkatan Laut untuk menjemput rombongan Pascal dan kini tengah berlayar menuju sisi barat Sungai Foyle. Angkatan Laut juga menugaskan empat orang tentara untuk menemani serta membantu misi penyergapan. Nahkoda kapal sengaja menurunkan kecepatan berlayar serta mematikan lampu sorot, sebagai langkah antisipasi jika keberadaan mereka diketahui para personel IRA ketika menyebrang. Selama kapal melaju pelan, di dek depan HMS Tracker, Pascal yang sudah menyandang SCAR-L serta satu orang tentara Angkatan laut tengah mengeker teropong binokular ke depan, mengawasi pergerakan IRA di pesisir barat Sungai Foyle. "Hanya terlihat Feri serta dua kapal patroli. Namun hanya terlihat tujuh orang personel yang berjaga di sekitar dermaga. Bagaimana, Letnan? Apa menurutmu kita bisa menepikan kapal ke p
Terletak pada lokasi yang tak teridentifikasi informasi sipil. Pasca rapat khusus diadakan bersama Menteri Pertahanan, kini ruang pusat komando MI6 mulai disibukkan oleh beragam tugas pencegahan. Malam itu, dua agen wanita dan dua agen pria tengah duduk sejajar sembari mengoperasikan masing-masing komputer di atas sebuah meja putih panjang, yang juga terhubung secara nirkabel pada monitor besar di seberang mereka. Mereka berempat merupakan anggota dari CMA, singkatan dari Crisis Management and Anticipation. CMA sendiri adalah satu dari sekian banyak bagan tugas yang tergabung dalam MI6. Tugas mereka adalah membangun perencanaan serta strategi antisipatif untuk menghadapi krisis yang terjadi dalam lingkup Britania Raya. Mereka juga memiliki akses menuju pengarsipan data-data rahasia dari lima negara yang tergabung, mulai dari catatan militer, perencanaan kebijakan internasional sampai program rahasia yang tak diketahui pemerintahan manapun. "Nyonya Isabel sudah dihubungi, Derek? Tem
Ribuan pengunjuk rasa memenuhi pintu masuk gedung Thorn Enterprises pada siang hari di Blackpool. Mereka menunggu CEO perusahaan keluar dan memberi keterangan terkait kesenjangan upah di salah satu anak perusahaannya, Thorn Construction. Para petugas kepolisian Blackpool dikerahkan untuk membuat barikade di depan pengunjuk rasa, demi mencegah terciptanya kericuhan. "BAYARKAN HAK KAMI!" "BAYARKAN HAK KAMI!" "BAYARKAN HAK KAMI!" Begitu riuh mencipta hiruk pikuk para pekerja berbondong-bondong, memenuhi pelataran salah satu gedung pencakar langit di kota Blackpool itu. Saking ramainya, ruas jalan di sekitar gedung itu terblokade, aksi unjuk rasa menutup akses kendaraan. Aksi ini juga berhasil mencuri perhatian para wartawan dari berbagai media kenamaan, para pekerja jurnalistik telah mengambil tempat untuk menyoroti. "Disiarkan langsung dari Blackpool, seperti yang anda lihat dibelakang saya, pengunjuk rasa yang didominasi oleh pekerja konstruksi Thorn Construction terus menyerukan
Hana melangkah sembari menggandeng tangan Elly memasuki Starbucks, terlihat para pelayan sibuk menyiapkan pesanan para pembeli yang mengantri, serta ada pria berjanggut tipis dan berjaket kulit merah duduk disalah satu meja, menunggu sembari menggulir layar ponsel. Hana yang mengetahui siapa pria itu langsung menuntun Elly duduk dihadapannya."Hana tunggulah diluar.""Apa? Kau gila?""Ini masalahku Hana, tidak apa, sebentar saja kok.""Kalau apa - apa terjadi ingat, panggil aku, oke?"Menuruti permintaan Elly, Hana keluar dan menunggu Elly di balik pembatas kaca, ditemani dua pria berjas yang menjemput mereka sebelumnya. Pria berjaket kulit merah dihadapan Elly langsung mematikan ponselnya melihat orang yang ditunggunya sudah hadir."Okay, Shall we?" tanyanya pada Elly. "Hei dua Frappucino cepat!" perintahnya pada pelayan kedai."Aku rasa kau sudah menunggu kedatanganku. Namun sebelum itu, bagaimana caramu menemukanku, Tuan...?" tanya Elly santai."Owh! Willfred Arathorn, panggil