"Kamu ada hubungan apa sama suami saya?"
Suaranya pelan, tapi mampu menusuk gendang telinga Krisna hingga menyentuh jantungnya. Bulu kuduk gadis itu meremang. Tatapan tajam yang di lemparkan oleh wanita di hadapannya begitu mengintimidasi. Belum lagi riasan tebal dan bibir semerah cabai itu mampu menambah kesan kuat di wajah wanita yang usianya terlihat memasuki kepala empat tersebut.
"Maaf ... maksud Ibu apa, ya?" tanya Krisna masih tak mengerti akan situasi macam apa yang sedang menjebaknya sekarang.
"Kamu selingkuh sama suami saya?" Pertanyaan yang dilontarkan wanita di hadapan Krisna, berhasil membuat mata sipitnya membola seketika.
Krisna mencoba memikirkan segala kemongkinan, dan sialnya, segala hal berhenti pada kenyataan bahwa nyonya yang berdiri di hadapannya saat ini merupakan istri dari Tuan Gionino Bendrict-- Pemilik Winde Grup sekaligus direktur di perusahaan tempat dia berkerja. Maxi dress hitam mengkilap yang pundaknya terbuka, serta sebuah dompet manis elegan edisi terbatas buatan perancang paling terkenal di negri ini yang terlihat menghias cantik di lengan kirinya mengatakan itu.
"Maaf sebelumnya, Bu ... sepertinya di sini ada sebuah kesalahpahaman." Krisna berujar tenang, baerusaha meluruskan. Berbanding terbalik sekalidengan Mayang yang seperti sudah menembakkan laser dari matanya, dan membuat Krisna terbunuh detik itu juga.
"Tcih! di mana-mana memang tidak ada maling yang akan mengaku." Tatapan Mayang menelanjangi gadis di hadapannya, lalu berhenti pada gaun sabrina putih yang melekat di tubuh mungil Krisna. Gaun yang Pagi ini dia lihat tergeletak di ruang kerja suaminya--terbungkus manis kotak berwarna biru tua, dan sebuah note dengan tulisan memuakkan. Mengingatnya saja, membuat Mayang tak tahan ingin merobek gaun tersebut.
Krisna hanya menanggapi kalimat yang keluar dari mulut Mayang dengan senyuman yang membuatnya terlihat seperti orang bodoh. "Saya tidak tahu apa yang membuat Ibu sampai berpikir demikian. Tapi saya dan Pak Gio benar-benar tidak memiliki hubungan seperti apa yang Ibu pikirkan."
PLAK!
Tepat setelah menyelesaikan kalimatnya, sebuah tamparan panas mendarat di pipi kanan Krisna, menyisakan gambar kemerehan. Suaranya terdengar begitu nyaring, hingga membuat orang-orang yang tadinya tidak menyadari, kini mulai memandang ke arah mereka berdua sambil berbisik dan membuat kerumunan.
"Jangan berani-beraninya kamu menyebut nama suami saya dengan mulut kotor kamu!" ucap Mayang penuh penekanan, sambil mengacungkan jari telunjuknya di depan wajah Krisna.
Gio yang tengah mengobrol dengan salah satu tamu pun, mulai berlari menghampiri mereka setelah mendengar kegaduhan yang istrinya ciptakan.
"Ma! kamu apa apaan, sih?" Pria yang beberapa rambutnya mulai terlihat memutih itu memeluk pundak istrinya. Dengan cepat Mayang menepis lengan Gio dari pundaknya dengan kasar.
"Kamu mau membela jalang sialan ini, hah?" Mayang meninggikan suaranya sedang jari telunjuknya mengacung di depan wajah Krisna yang masih tampak tak mengerti denga. situasi yang tengah dia hadapi.
Gio menghirup napas dalam-dalam sambil memijat kecil pelipisnya. Ia tak menyangka kalau Mayang akan sampai melakukan hal senekat ini. "Ayo kita bicarakan baik-baik di luar. Semua orang sedang memperhatikan kita sekarang." Gio mencoba kembali meraih tangan Mayang. Tapi lagi-lagi, Mayang menepisnya.
"Kamu malu jika orang lain tahu kamu beselingkuh? atau jangan-jangan kamu malu kalau orang tahu jika wanita yang biasanya kamu tiduri, kamu pungut dari tempat sampah!"
"Mayang cukup!" bentak Gio.
Mayang tertegun. Matanya terbelak. 12 tahun dia hidup dengan pria di hadapannya. Meski mereka di jodohkan, Gio sama sekali tak pernah membentak Mayang. Dan untuk pertama kalinya, Gio meninggikan suaranya di hadapan Mayang. Mayang dapat merasakan darahnya naik hingga ubun-ubun.
Krisna masih menyaksikannya sambil memegangi pipi yang memerah, sebelum akhirnya Mayang bergerak mendekat, lalu mencengkram lengan gaun Krisna dan menariknya kasar hingga membuat Krisna kegilangan keseimbangan. Bokongnya terhempas ke lantai, serta menciptakan sedikit robekan di gaun yang Krisna kenakan, dari lengan, hingga ke dekat dekat dada gadis itu.
"Hanya karena kamu memakai pakaian bagus, sama sekali tidak merubah derajat kamu yang tak lebih hina dari pada sampah! Jalang sialan!"
Mayang menumpahkan cairan merah dari gelas yang dia pegang, ke atas kepala Krisna, hingga membasahi bajunya. Kini bajunya yang basah berhasil mencetak tubuh Krisna dengan jelas.
Ketika Mayang kembali bersiap melayangkan tangannya yang hendak menggapai rambut Krisna, Gio dengan cepat menghentikan itu. "Cukup, Ma! cukup!"
Mayang tersenyum miring. "Masih ingin membela gadis itu?"
Krisna hanya terduduk di lantai dengan tatapan nanar sambil memegangi bajunya yang robek. Krisna benar-benar shock dan tidak mengerti tentang keributan yang terjadi sekarang ini, bahkan untuk membela dirinya pun dia tak memiliki cukup tenaga.
Krisna tidak pernah paham di mana letak kesalahannya. Yang dia lakukan hanya menemani Pak Gio sebagai utusan perusahaan di acara amal malam ini. Jika yang membuat istri Pak Gio semarah itu adalah gaun yang sedang Krisna kenakan sekarang ini, dia berani bersumpah jika dia tidak pernah memintanya. Gaun itu hanya tiba-tiba sampai di atas meja kerjanya.
Bekas memar yang Mayang ciptakan di pipi Krisna sama sekali tak bisa dibandingkan dengan perih yang menacap harinya. Seketika Krisna merasakan semua udara di sekitarnya meluap. Yang lebih mengecewakan adalah tatapan orang-orang di sekilingnya yang hanya bisa memandanginya seperti sebuah kotoran, tanpa sedikitpun beniat mengulurkan tangan.
"Cukup!" Krisna berteriak. "Saya tidak mengerti tentang semua ini. Saya sama sekali tidak ada hubungan apa-apa dengan suami Ibu. Saya berani bersumpah!" ucapnya lagi dengan suara parau. Perlahan kristal bening mulai meluncur dari sudut matanya.
Mayang tertawa hambar. Jemarinya mengeluarkan beberapa lembar uang dari dalam dompet, lantas melemparkannya pada Krisna. "Tinggalkan suami saya!" Dia memparkan tatapan jijik sebelum akhirnya berbalik dan meninggalkan Krisna dengan langkah angkuh.
Krisna menunduk. Tangannya meremas ujung gaunnya kuat, hingga membuat kuku-kukunya menekan telapak tangan. Dia membiarkan air mata menanak sungai di kedua pipinya yang tampak kemerahan. Sesekali terdengar isakkan kecil dari gadis itu, seiring dengan kerumunan yang mulai membubarkan diri seolah tontonan menariknya sudah selesai sekarang.
Gio masih berdiri di sana. Menatap Krisna dengan tatapan iba. Dia sungguh menyesal dan merasa bersalah atas perlakuan Mayang pada gadis malang itu. Baru saja ingin mengulurkan lengannya, suara seorang menghentikannya.
"Jangan sentuh gadis itu ..."
Seorang pemuda melangkah tegas ke arah mereka. Ia berhenti tepat di samping Krisna, kemudian melepas jas abu-abu yang ia kenakan, dan menutupi kedua pundak Krisna.
"Bukannya anda harus mengejar istri anda sebelun dia membuat kekacauan lainnya, Pak Gionino Bendrict?"
Kini Krisna dapat merasakan tangan besar itu hinggap di pundaknya, menuntun dia berdiri. Masih dengan kepala yang menunduk, Krisna menyamai langkah manusia yang entah seperti apa, dan dari mana datangnya itu. Walau ternyata makhluk ini adalah alien sekali pun, Krisna akan dengan senang hati mengikuti langkahnya sampai ke bulan, lalu hilang di angkasa.
Dengan kakinya yang lemas dan sisa tenaga yang Krisna miliki, gadis itu berusaha menopang tubuhnya agar tetap bisa berdiri. Jangankan untuk melihat siapa pria yang sudah membantunya tersebut, melihat pantulan dirinya sendiri di dinding lift saja Krisna tak tahan. Kejadian tadi terlalu cepat dan terjadi begitu saja membuat kepala Krisna berat. Sejurus kemudian, semuanya menggelap.
Gadis dengan rambut ikal mayang itu mengerjap pelan. Krisna membuka matanya, dan menyadari jika dia tengah terbaring di atas kasur sebuah kamar hotel yang remang. Lampunya tidak menyala, tapi jendela yang gordennya terbuka lebar, menampakkan pemandangan malam khas Ibu Kota itu berhasil memberinya sedikit penerangan. Krisna terkejut saat menyadari bahwa tubuhnya kini hanya terbalut sebuah kemeja over size putih yang mampu menutupi separuh pahanya saja.Krisna memegangi kepalanya, berusaha mengingat apa yang terjadi. Potongan-potongan ingatan berputar di otaknya seperti lubang hitam, membuat Krisna pening. Dia sungguh berharap kalau yang terjadi hari ini hanya sebuah mimpi buruk.Saat banyak pikiran sibuk menjejali otak Krisna, tiba-tiba terdengar suara pintu kamar mandi di buka. Sontak mata gadis itu tertuju ke arah sosok yang baru saja keluar dari dalam sana, yang tubuhnya hanya di tutupi oleh selembar handuk, sedang mata
Pagi-pagi sekali Krisna bangun dan bersiap untuk berangkat ke kantornya. Semalam ia ketiduran tanpa sempat mengisi daya ponselnya sama sekali. Krisna berangkat menggunakan Bus. Padahal sebelum Bayu ditugaskan ke Bandung, mereka selalu berangkat dan pulang bersama setiap hari.Tepat seperti dugaannya, hari ini lingkungan kantor terasa begitu memyeramkan. Semua orang-orang bebisik dan menatapi Krisna dengan tatapan aneh. Tentu saja, berita pasti menyebar dengan cepat. Krisna berusaha tetap tenang dan melangkahkan kakinya berani. Karena bagi Krisna, dia memang tidak bersalah. Dia benar-benar bukan pelakor, jadi tidak ada alasan untuk menundukkan kepala.Gadis itu baru saja duduk di mejanya kala seorang wanita menghampiri gadis itu. Dia Binta--sekertaris pak Gio, sekaligus satu-satunya orang yang berhasil jadi teman Krisna selama dia berada di kantor ini."Krisna... kamu sudah ditunggu Pak Gio di ruangannya," u
Sepanjang hari Krisna begitu sibuk sampai dia lupa kalau Bayu seharusnya sudah pulang sekarang. Krisna berkali kali mengirimkan pesan kepada Bayu, tapi tidak satupun dibalas. Dia juga berusaha menghubungi Gea--Kakak Bayu namun hasilnya sama.Dengan sisa tenaga yang dia miliki, Krisna berjalan menuju rumah Bayu yang tidak terlalu jauh dari rumahnya. Krisna tak sabar ingin melepaskan semua rindu pada pria kesayangannya itu sambil memeluk Bayu erat. Dia ingin menangis di pelukan Bayu, dan mendengar Bayu meyakinkannya kalau semua hal akan baik-baik saja.Saat tiba di sana, Krisna memencet bel beberapa kali, tapi tidak seorang pun keluar membukakan pintu. Krisna mencoba menelpon Bayu namun lagi-lagi Bayu tidak menjawab panggilannya.Apa mungkin Bayu tidur?Krisna mengirimkan sebuah pesan pada pria itu.[Bay, di rumah nggak ada orang? Aku di bawah]Beberapa menit k
Sebuah tangan menarik tubuh Krisna, sesaat sebelum sebuah mobil besar menghantamnya, hingga membuat mereka terjatuh di sisi jalan."Kalau mau mati jangan di sini! nyusahin orang lain saja."Krisna mendapati wajah yang kini tidak asing lagi untuknya. Tiba-tiba saja, tangis gadis itu pecah. Timbul perasaan bersalah dibenak Bam. Apa kalimat yang dia ucapkan barusan menyakiti gadis itu? tapi Bam sungguh tak tahu bagaimana cara menghibur seseorang dengan kata-kata.Dapat Bam lihat wajah gadis di hadapannya tertutupi rambutnya yang basah berantakan. Matanya yang sesekali memejam itu mulai tampak sembab. Bibir mungilnya yang terisak, memucat. Bam kemudian mengambil tubuh Krisna dan mendekapnya kuat-kuat. Membiarkan gadis itu tenggelam dengan setiap sakitnya di dada Bam, dengan tangis yang bersaut-sautan dengan suara hujan yang semakin mendera.Mereka berdua sudah duduk di dalam mobil Bam. Mulut Krisna masih
"Kesepakatan seperti apa?""Saya akan membiarkan kamu tinggal di sini, dengan syarat, kau harus menuruti semua hal yang saya perintahkan."Sebentar ... jangan bilang, Bam akan menjual Krisna pada Om-Om hidung belang?Krisna dengan cepat menutupi tubuhnya dengan tangan, sambil menatap Bam tajam."Dan, saya juga akan melunasi hutang 2 miliyarmu pada rentenir itu," katanya lagi. Kali ini kalimat yang Bam ucapkan sontak membuat Krisna bingung."Bagaimana kamu tahu tentang hutangnya?" tanya Krisna kaget."Sudah saya bilang, Na. Saya tahu semua hal tentang kamu."Krisna cepat mengangkat garpu bekas makannya tadi di atas piringnya, lantas mengarahkan benda itu kepada Bam. "Tidak mungkin! kamu pasti penguntit!"Bam berdecak kecil. Tangannya yang besar, di arahkan pada garpu yang hanya berjarak beberapa centi dari wajahnya, ke
Gadis itu sedang duduk di cafetaria sambil memandangi selembar kertas yang ada di hadapannya. Krisna tak tahu, bertemu dengan Bam adalah sebuah kesialan atau keberuntungan hang harus dia syukuri adanya. Karena setelah pernah kehilangan banyak hal waktu itu, Bayu menjadi hal terakhir yang membuat Krisna bertahan hidup. Mimpi dan segala rencana prihal membangun keluarga kecil yang bahagia dengan pria itu, memberikan Krisna langkah dan tujuan baru. Namun sekarang apa? Krisna bahkan tak tahu kenapa dia harus mempertahankan hidupnya. Dasar Bam saja yang seenaknya menyelamatkan Krisna, lalu memperbudaknya sebagai imbalan? tcih! tidak adil. Saat gadis itu tengah asik bergelut dengan banyak pikiran di otaknya, tiba-tiba seorang pria menyeret kursi yang ada di sebelah Krisna, lantas duduk di sana. Membuat Krisna menoleh. "Eh, Pak?" "Duh, jangan panggil gitu dong," katanya sambil t
"Krisna!""Na! bangun! sudah jam berapa ini!"Suara itu berbaur dengan ketukkan di pintu, samar-samar menyapa telinga Krisna yang masih berdiri di ambang kesadarannya. Krisna membuka matanya dengan paksa, dan menatap malas ke arah jam yang tergeletak di atas meja.Jam 05:35. Sial! Krisna kesiangan!Semalam gadis itu membaca ulang selembaran yang Bam berikan berkali-kali, agar tak ada lagi satu hal pun yang terlewat. Alhasil, dia tidur larut sekali dan lupa menyalakan jam alaram padahal jelas-jelas dijadwal tertulis jika Bam akan keluar untuk lari pada pukul 05:30 tepat. Sekarang Krisna bahkan baru membuka matanya.Krisna bergegas lari ke kamar mandi. Membasuh mukanya, mengikat rambut tinggi-tinggi, dan mengganti pakaiannya dengan setelan berwarna toska senada yang Bam belikan kemarin. Bam sudah berdiri sambil menyandarkan tubuhnya di dinding sebelah pintu kamar Krisna dengan tang
Hari ini weekand, tapi Bam masih saja berjibaku dengan laptop yang ada di hadapannya. Terlihat sangat fokus. Di sini lain, Krisna tengah dengan lahap menikmati sepotong cake yang Bam bawakan semalam, sambil sesekali memfotonya, sebab paduan warna dan hiasan cake tersebut terlihat sangat lucu.Krisna berniat mengunggahnya di sosial media dengan caption penuh kebahagiaan, agar Bayu melihatnya dan tahu jika kehilangan orang yang sama sekali tidak mempercayainya, tak membuat Krisna sedih. Krisna ingin Bayu melihat jika dengan atau tanpanya, dia tetap bisa melanjutkan hidup-- tentu saja meski kenyataannya sangat berlawanan. Dia bahkan tak tahu apakah Bayu masih ingin peduli tentangnya atau tidak.Krisna meraup banyak oksigen hingga memenuhi rongga dadanya. Sesak. Tapi dia segera tersenyum saat melihat lagi foto sepotong cake yang terpampang di layar ponselnya."Terimakasih Taraaa!"