"Kesepakatan seperti apa?"
"Saya akan membiarkan kamu tinggal di sini, dengan syarat, kau harus menuruti semua hal yang saya perintahkan."
Sebentar ... jangan bilang, Bam akan menjual Krisna pada Om-Om hidung belang?
Krisna dengan cepat menutupi tubuhnya dengan tangan, sambil menatap Bam tajam.
"Dan, saya juga akan melunasi hutang 2 miliyarmu pada rentenir itu," katanya lagi. Kali ini kalimat yang Bam ucapkan sontak membuat Krisna bingung.
"Bagaimana kamu tahu tentang hutangnya?" tanya Krisna kaget.
"Sudah saya bilang, Na. Saya tahu semua hal tentang kamu."
Krisna cepat mengangkat garpu bekas makannya tadi di atas piringnya, lantas mengarahkan benda itu kepada Bam. "Tidak mungkin! kamu pasti penguntit!"
Bam berdecak kecil. Tangannya yang besar, di arahkan pada garpu yang hanya berjarak beberapa centi dari wajahnya, kemudian mengambil benda itu dari tangan Krisna yang terlihat sedikit bergetar. Bam meletakkannya kembali ke atas meja.
"Memangnya ada penguntit yang setampan dan sesopan saya?" Krisna masih tidak percaya, bagaimana Bam mengucapkan kalimat itu dengan tampangnya yang datar. Benar-benar tanpa ekspresi.
Bam berjalan melewati Krisna membuat gadis itu mundur beberapa langkah. Ia mengambil dompet yang tergeletak di atas meja yang ada di depan sofa, mengambil selembar kartu berwarna putih gading, dan menyodorkan benda itu kepada Krisna.
Krisna mengambil kartu nama itu dengan ragu, lalu membacanya.
"Kamu? Manager Mahesa Mode?" Krisna berusaha memastikan.
Bam melipat kedua tangannya di dada. Kepalanya sedikit dia anggukkan sebagai jawaban.
krisna menyipitkan matanya, berusaha melahap setiap inci wajah pria itu, tapi sama sekali tak menemukan kebohongan di sana.
Memang nggak terlihat seperti penipu, sih. Lagi pula, tempat tinggal dan pelunasan hutang 2 miliyar sudah sangat banyak dari apa yang bisa Krisna terima. Benar. Dia tidak boleh menyerah atas hidupnya.
"Jadi, kesepakatan seperti apa yang harus saya buat?" tanya Krisna.
"Kita bisa bicarakan detilnya besok. Sekarang, mari istirahat."
Bam ngantar Krisna ke sebuah kamar yang terletak di lantai dua. Kamar berukuran lumayan besar, dengan nuansa ungu dan abu tua, yang tampak rapi.
"Kamu bisa menempati kamar ini. Kamar saya berada di sebelah, jadi kalau saya butuh apa-apa, kamu bisa datang dengan cepat," ucap Bam sebelum meninggalkan Krisna dengan perasaan yang tak karuan.
***
Pagi harinya, Krisna sudah rapi dengan kemeja peach berlengan balon serta rok span putih. Rambutnya dia kuncir tinggi, memamerkan lengkung lehernya yang indah. Pagi-pagi sekali, seorang diperintahkan Bam membawakan banyak setelan formal ke kamarnya, lengkap dengan sepatu dan tas rancangan desainer ternama.
"Semua ini untuk apa? ini kan banyak sekali."
"Saya tidak suka melihat kamu berpenampilan seperti gembel di sekitar saya. Apa kata orang nanti, saat asisten pribadi seorang Tara Bamasya Febranta, penampakannya seperti ini," jawabnya sambil memandang Krisna dari ujung rambut sampai ujung kaki, dengan tatapan yang membuat Krisna ingin sekali menjambak rambut Bam saat itu juga.
Namun Krisna hanya menaikkan kedua sudut bibirnya dengan tampang yang menyebalkan. Agaknya, dia mulai terbiasa dengan cara bicara Bam yang tak pernah jadi menyenangkan ketika masuk gendang telinga. Lagi pula, mau tak mau, dia harus terbiasa, bukan?
Krisna sempat terkagum-kagum melihat garasi mobil Bam yang luas, dengan jajaran-jajaran mobil yang dia perkirakan mencapai miliyaran. Tapi, dia tak punya banyak waktu untuk mengaguminya lebih lanjut sebab Bam sudah sibuk mengomel karena Krisna membuatnya berangkat lebih lambat ke kantor hari ini.
"Di rumah yang sebesar ini, kenapa kamu nggak punya supir atau asisten rumah tangga?" tanya Krisna berusaha memecah keheningan di antara mereka yang hanya saling bungkam sejak meninggalkan rumah Bam beberapa menit lalu.
"Karena saya suka ketenangan. Jadi mulai sekarang jangan banyak bicara," ketus pria itu. Krisna hanya memanyunkan bibirnya.
Krisna berusaha mengiringi langkah Bam yang lebar dengan sepatu berhak tinggi miliknya. Beberapa karyawan tampak menyapa Bam dengan ramah, sedang Bam hanya terlihat sedikit menganggukkan kepalanya sebagai balasan. Tanpa ekspresi sedikit pun.
Lift membawa mereka menuju lantai 30. Dinding lift yang transparant, membuat mata Krisna bisa langsung menangkap seisi gedung yang tampak sibuk dari atas sini. Sebuah kafetaria besar dan berbagai macam fasilitas yang perusahaan ini sediakan gratis untuk para pegawainya, persis seperti apa yang sering Krisna dengar sebelumnya.
Meski Winde Grup-- Tempat Krisna berkerja sebelumnya, merupakan perusahaan yang lebih besar dari Mahesa mode, tapi pemiliknya tidak semurah hati ini pada para pekerja. Inilah kenapa citra Mahesa jauh lebih baik, dan alasan kenapa Winde selalu berusaha menjalin kerja sama dengan perusahaan ini.
Kehadiran seorang pria muda berperawakan agak sedikit berisi, pipinya sedikit tembam, serta tak lebih tinggi dari Bam itu menghentikan langkah merekam.
"Morning my sweety, Bam!" sapanya sok imut. Namun ketika irisnya menangkap sosok Krisna yang ada di belakang Bam, ia tampak lebih antusias dengan sebuah senyum mengembang ramah, "hei, siapa ini?"
"Hei, Vin. Kenalin, ini Krisna asisten pribadi saya."
"Wow! nggak salah dengar, nih? seorang Bam akhirnya punya asisten pribadi?" tanyanya kaget, sambil mengulurkan tangannya pada Krisna. "Halo, aku Kelvin."
Krisna menjabat tangan pria itu sambil melemparkan senyum yang hangat, "halo, senang berkenalan dengan kamu." Gadis itu berusaha mengakrabkan diri.
Namun, wajahnya langsung berubah mendengar kalimat yang Bam ucapkan setelahnya, "Kevin Mahesa Wijaya ini adalah direktur utama Mahesa Mode."
Krisna buru-buru meminta maaf lantas membungkukkan badannya beberapa kali. Dia benar-benar merasa tak enak karena telah bersikap tidak sopan pada seorang Direktur seperti Kevin. Namun, saat melihat pria yang malah melambai-lambaikan tangannya sambil tersenyum seperti anak kecil itu membuat Krisna bertanya-tanya, apakah dia sungguh Direkturnya?
Maksud Krisna, ini benar-benar dugaannya dari apa yang sering Krisna dengar.
"Gapapa, santai aja," ucap Kevin pada Krisna. "Kalau kamu berhasil jadi asisten makhluk satu ini, aku yakin kamu pasti orang yang menarik." Kini pria tampan dengan kulit sewarna kamboja itu berkata dengan pelan, lalu mengedipkan sebelah matanya ke arah Krisna.
"Apa, sih? kembali kerja sana!" Bam menyapu tangannya di udara, kemudian meninggalkan Kevin yang masih berdiri di tempatnya.
"Woy, Bam! Bosnya kan aku!"
Rengekan Kevin tersebut terdengar setelah Bam menutup pintu. Krisna hanya bisa menggelengkan kecil kepalanya sambil menerka-nerka hubungan seperti apa yang dimiliki oleh dua orang aneh itu. Tidak mencerminkan hubungan antara atasan dan bawahan sama sekali.
Selama beberapa jam, Krisna hanya duduk di sofa yang ada di ruangan Bam. Benar-benar diam tanpa mengucapkan sepatah kata apa pun, sebab takut jika Bam akan kembali mengomelinya. Matanya beberapa kali tak sengaja memandang sosok pria yang terlihat sibuk di balik laptopnya. Sosok seperti es batu bernapas dan lagi-lagi menyelamatkan Krisna dari situasi yang tak bisa dia hadapi, seperti malam itu.
"Ngapain kamu ngeliat-lihat saya?" tanya Bam ketus saat mata mereka tidak sengaja bertemu.
Krisna yang semula menaikkan kedua sudut bibirnya itu langsung mengubah air muka saat kalimat yang keluar dari bibir Bam sampai di telinganya.
"His, ngelihat aja nggak boleh," cicitnya pelan sambil memutar arah duduk membelakangi Bam.
Beberapa menit kemudian, Bam menerima sebuah panggilan telpon yang membuatnya bersiap meninggalkan ruangannya. Tak lupa Bam membawa sebuah map coklat, kemudian dia berikan kepada Krisna.
"Apa ini?" tanya Krisna sambil menerima benda itu.
"Kontrak. Bacalah baik-baik lalu ganda tangani," ujar Bam. "Saya harus meeting dengan client dan makan siang di luar. Kamu pergilah ke cafetaria dan jangan buat kekacauan apa pun, mengeri? saya akan kembali 1 jam lagi," jelas Bam panjang lebar sebelum akhirnya meninggalkan Krisna sendirian di ruangan itu.
Tangan Krisna bergerak pelan membuka map coklat itu, kemudian mengeluarkan selembaran di dalamnya. Matanya dengan lamat mencerna setiap kalimat demi kalimat yang tertera dalam sesuatu yang Bam sebut kontrak tersebut.
Kontrak Kesepakatan
Pihak pertama sepakat untuk melunasi hutang dari pihak kedua senilai 2 miliyar rupiah, serta pihak pertama akan membiarkan pihak kedua tinggal di rumahnya sampai batas waktu yang hanya bisa pihak pertama tentukan, dengan persyaratan sebagai berikut;
Krisna membulatkan matanya. Sungguh sebuah kontrak kesepakatan yang lebih layak jika disebut kontrak perbudakan.
Gadis itu sedang duduk di cafetaria sambil memandangi selembar kertas yang ada di hadapannya. Krisna tak tahu, bertemu dengan Bam adalah sebuah kesialan atau keberuntungan hang harus dia syukuri adanya. Karena setelah pernah kehilangan banyak hal waktu itu, Bayu menjadi hal terakhir yang membuat Krisna bertahan hidup. Mimpi dan segala rencana prihal membangun keluarga kecil yang bahagia dengan pria itu, memberikan Krisna langkah dan tujuan baru. Namun sekarang apa? Krisna bahkan tak tahu kenapa dia harus mempertahankan hidupnya. Dasar Bam saja yang seenaknya menyelamatkan Krisna, lalu memperbudaknya sebagai imbalan? tcih! tidak adil. Saat gadis itu tengah asik bergelut dengan banyak pikiran di otaknya, tiba-tiba seorang pria menyeret kursi yang ada di sebelah Krisna, lantas duduk di sana. Membuat Krisna menoleh. "Eh, Pak?" "Duh, jangan panggil gitu dong," katanya sambil t
"Krisna!""Na! bangun! sudah jam berapa ini!"Suara itu berbaur dengan ketukkan di pintu, samar-samar menyapa telinga Krisna yang masih berdiri di ambang kesadarannya. Krisna membuka matanya dengan paksa, dan menatap malas ke arah jam yang tergeletak di atas meja.Jam 05:35. Sial! Krisna kesiangan!Semalam gadis itu membaca ulang selembaran yang Bam berikan berkali-kali, agar tak ada lagi satu hal pun yang terlewat. Alhasil, dia tidur larut sekali dan lupa menyalakan jam alaram padahal jelas-jelas dijadwal tertulis jika Bam akan keluar untuk lari pada pukul 05:30 tepat. Sekarang Krisna bahkan baru membuka matanya.Krisna bergegas lari ke kamar mandi. Membasuh mukanya, mengikat rambut tinggi-tinggi, dan mengganti pakaiannya dengan setelan berwarna toska senada yang Bam belikan kemarin. Bam sudah berdiri sambil menyandarkan tubuhnya di dinding sebelah pintu kamar Krisna dengan tang
Hari ini weekand, tapi Bam masih saja berjibaku dengan laptop yang ada di hadapannya. Terlihat sangat fokus. Di sini lain, Krisna tengah dengan lahap menikmati sepotong cake yang Bam bawakan semalam, sambil sesekali memfotonya, sebab paduan warna dan hiasan cake tersebut terlihat sangat lucu.Krisna berniat mengunggahnya di sosial media dengan caption penuh kebahagiaan, agar Bayu melihatnya dan tahu jika kehilangan orang yang sama sekali tidak mempercayainya, tak membuat Krisna sedih. Krisna ingin Bayu melihat jika dengan atau tanpanya, dia tetap bisa melanjutkan hidup-- tentu saja meski kenyataannya sangat berlawanan. Dia bahkan tak tahu apakah Bayu masih ingin peduli tentangnya atau tidak.Krisna meraup banyak oksigen hingga memenuhi rongga dadanya. Sesak. Tapi dia segera tersenyum saat melihat lagi foto sepotong cake yang terpampang di layar ponselnya."Terimakasih Taraaa!"
Bam yang sedang fokus dengan pekerjaannya, teralih pada sosok yang baru saja muncul di balik pintu.“Halo Bam!” sapa Kevin dengan heboh. Tentu saja bukan Kevin namanya kalau tidak seperti itu.“Hei, Vin. Ada apa kemari?”Kevin mengacak pinggang sambil memutar bola matanya. “C’mon Bam! Kamu tahu kenapa aku di sini.” Kevin kemudian menghempaskan bokongnya pada sebuah sofa panjang yang ada di sana, lalu berbaring dengan tangan yang dia lipat di belakang kepala.“Penting sekali untuk tahu?”Kevin berdecak kemudian berkata dengan nada kesal, “Astaga Bam. Gini-gini aku bos-mu, ya... bisa nggak sopan sedikit?”Bam kemudian menghentikan kegiatannya, dan melirik Kevin sebentar. “Maaf tidak dulu,” ucapnya.Sebenarnya, Bam sudah tahu alasan Kevin kemari malam ini. Pemuda berperawakan berisi itu memang rutin mendatangi rumahnya
Krisna masih terbahak-bahak melihat Bam yang kembali dengan wajah ditekuk sambil menatapnya sinis. Pemuda itu duduk lalu menyelesaikan makanannya dengan mata yang menatap Krisna tajam."Sudah berani, ya, kamu sekarang." ucapnya, membuat Krisna menggerakkan tangan mengunci mulut, dan berusaha menahan tawanya.Sewaktu Bam mengurung diri di ruang kerjanya, Kevin menawari Krisna untyk mengantarnya pergi berbelanja. Walau bagaimanapun, Krisna tetap berusaha membuktikan pada Bam jika masakannya tidak sehina apa yang keluar dari mulut Bam. Krisna mungkin hanya tak terbiasa dengan masakkan-masakkan luar negeri. Makanya gadis itu memiliha masakkan nusantara sebagai menu yang akan terus dia buat untuk Bam, meski pada awalnya Krisna tidak yakin jika Bam akan menyukai.Krisna masih tercengir, sambil memandangi Bam dengan sebelah tangan yang menopang dagunya. Membayangkan bagaimana beberapa menit lalu Bam berlari, sungguh menggelitik perut Krisna. Tentu saja, makhluk-m
Setelah Bu Anna meninggalkan rumah, Krisna jadi begitu bosan. Sudah lama sekali dia tak bertemu dan mengobro dengan orang lain selain Bam. Membicarakan banyak hal dengan Bu Anna membuat Krinsa sangat senang. Seperti mendapatkan kembali hidupnya.Krisna baru saja ingin memejamkan matanya, namun suara bel kembali terdengar. Krisna membuka pintu dan mendapati seorang gadis cantik yang mulai terlihat familier, dengan rambut panjang yang sekarang sudah berwarna blonde itu."Halo Krinsa! masih ingat aku?" sapa Grace dengan senyuman ramah, sambil melepas kaca mata hitam yang membingkai wajahnya."Halo Grace. Tentu aku masih ingat," balasnya dengan senyum yang masih agak canggung."Boleh aku masuk?""Oh, tentu saja." Krisna bergeser dari tempatnya berdiri, kemudian mempersilahkan Grace masuk.Grace berjalan mendahui ke arah ruang keluarga, sedang Krisna mengekor den
"Jangan lebay, deh. Na. Kolam renangnya tidak sedalam itu," ucap Bam dengan tangan yang di lipat di dada. Bam masih menatap Krisna yang sama sekali tak bergerak. Entah sudah beberapa menit, namun Krisna tidak juga naik ke permukaan. Kalau Krisna sedang bercanda, ini sama sekali tidak lucu! Bam segera melepas arloji, jas, dan sepatu kulitnya. Setelah sedikit melonggarkan dasi, Bam menceburkan tubuhnya ke dalam kolam renang, dan meraih tubuh Krisna yang sudah tampak lemas dengan susah payah. Bam mengendongnya, dan merebahkannya di sisi kolam renang. "Na! bangun, Na!" Tangan kekar Bam menepuk pelan pipi gadis yang sudah tak sadarkan diri itu. Seketika perasaan Bam jadi tak karuan. Ia menempelkan telinganya pada dada gadis itu, untuk memastikan jika jantung Krisna masih berdetak. Bam kemudian menekan-nekan dada Krisna beberapa saat. Tapi pertolongan pertamanya sama sekali tak membuahkan hasil. Krisna belum
Krisna tak bisa melanjutkan tidurnya dengan tenang. Tentu saja. Seranjang dengan pria seperti Bam bukan sesuatu yang bisa Krisna anggap biasa. Berbeda sekali dengan Bam yang justru masih terlelap seakan tak pernah di hampiri oleh mimi buruk jenis apapun.Krisna mulai turun dari kasur dengan perlahan, agar tak membangunkan Bam. Setelah kejadian dramatis kemarin, tubuh Krisna berhasil pulih dengan cepat. Pagi ini Krisna berencana membuatkan Bam sarapan dengan layak, sembari mencari resep masakan yang mungkin akan Bam sukai.Dia memilah bahan makanan yang tersedia di kulkas, dan bersiap mengolahnya jadi sebuah hidangan lezat yang Krisna belum tahu akan jadi seperti apa. Krisna mengambil daging, saos tomat, paprika, serta saos tiram dan beberapa buah bawang bombay. Tangannya mulai mengolah semua bahan yang rencananya akan Krisna jadikan pendamping hidangan untuk roti bakar, sebab Bam tak suka mengisi perutnya dengan nasi sepagi ini.