Share

120 jam kedepan

Tiba- tiba sesuatu terdengar mendekat. Senja kembali waspada. Apapun  bisa menyerangnya. Ia segera mengambil  pisau ditangan kanannya dan mengambil kayu dengan api menyala di tangan kiri nya. Ella pun tidak tahu apa yang akan datang menghampiri mereka. 

"Ibu Upe. Cari tempat berlindung! Kita tidak tahu, sesuatu apa yang menghampiri," kata Senja dengan cemas

Ibu Upe menggendong Kalyani. Ia bersembunyi dibalik pohon. Sesekali ia mengintip ke arah Senja. Kalyani di dekapnya. Tangan lain Ibu Upe memegang batang pohon untuk berjaga-jaga. 

Senja  memasang kuda-kuda. Kemudian tampak seekor babi hutan besar berlari kearahnya. Lalu berhenti kala melihat api unggun yang dibuat Senja. Binatang itu memekik keras di ikuti suara lain yang ntah datang darimana.

"Kau berani padaku! Tidak usah panggil temanmu!" Kata Senja menggertak. Jurus andalan yang biasa ia gunakan untuk menakuti lawannya. 

Babi hutan itu justru semakin ganas. Seolah hendak  menabrak Senja. Ia bersiaga akan berlari ke arahnya. 

BRAAAK!! BRAAAK!!

Senja memukul kayu berapi yang dipegangnya ke sekitar pohon. Apinya memercik ke berbagai arah. Babi hutan itu cukup takut dengan percikan api. Hal itu membuat Senja yakin dengan kebranianya kali ini Babi hutan itu akan pergi tanpa harus terluka olehnya.

Senja memasukan pisau yang dipegangnya ke dalam saku. Lalu ia mengambil kayu bakar lain agar Babi hutan dihadapannya makin gentar. Setelah beberapa kali hentakan. 

"Hihihi. Kau membuat shelter ditempat yang salah, Sen!” kata Ella

"Kenapa memangnya?” tanya Senja

"Kau membuat shelter di jalur jalan babi hutan, hihihi, " Kata Ella

"Bagaimana kalau sekarang kau membantuku mengusirnya? Daripada kau memberi saran yang terlambat," Kata Senja

"Hihihi, Babi tidak akan berjalan tengak tengok, ia hanya akan berjalan lurus kedepan," Kata Ella

Seketika Senja punya ide dan memberi babi rusa jalan untuk dilalui. Namun sepertinya binatang itu terus memekik memanggil kawanannya.

 Kali ini Babi itu merasa terancam. Senja tak punya pilihan lain selain menghadapinya. Sikapnya sudah semakin membuat binatang itu marah. 

Senja melihat jika ukuran babi hutan itu sangat besar dan ia terus maju ke arah Senja berulang kali. Senja menghentakan kakinya sembari menyodorkan kayu dengan api. 

'Oh apa yang harus aku lakukan, si badan hitam itu tak mau pergi juga'

Senja mulai gusar dengan langkahnya. Andai dia bisa naik pohon dengan cepat pasti akan dia lakukan. 

Babi itu terus menggeram dan mendekat mengeruk satu kakinya bersiap lari ke arahnya. Terdengar suara babi lain di kejauhan. Menggema menembus malam. 

Langkahnya terus mundur dan mulai takut. Senja takut untuk membayangkan ada banyak babi hutan yang akan datang setelahnya. Bagaimanapun ia harus segera mengusir babi hutan itu dari shelter nya. 

Senja terpojok dan jatuh ke tanah. Tangan kanannya menemukan batu. Segera ia lempar dan mengenai kepala tepat diantara kedua mata babi itu. 

Braaak!

Kiiiiiiiiiik! 

Babi hutan itu lalu mengambil langkah seribu untuk mundur. Lalu menghilang diantara semak-semak. 

Senja sangat lega telah membuat babi itu pergi. Namun seketika itu ia baru tersadar jika Ella tak lagi ada di sekitarnya. Suasana kembali sepi, hanya suara burung hantu, suara jangkrik dan serangga yang terdengar disana. 

Kalyani. Bayi itu tiba-tiba menangis. Senja dan Ibu Upe mengira kalau ia kedinginan. Senja terburu-buru membuka selimut darurat yang ia miliki. Ia membungkus Kalyani dengan lembaran alumuniumfoil itu. Ia berharap Kalyani segera hangat lalu berhenti menangis. Namun nyatanya ia tak kunjung berhenti menangis. Suaranya semakin histeris. 

Auuuuuuuuu!  Aauuuuu! 

Suara lolongan itu membuat burung-burung di pepohonan berterbangan keluar dari sarang. Membuat bulukuduk merinding. Senja merasa jika itu adalah serigala, atau sesuatu lain yang berbunyi seperti itu. Jantungnya berdegup kencang kala suara itu terdengar nyaring dan memekakan telinga.

Auuuuuu! 

"Ibu Upe tahu apa itu? Tolong Jaga Kalyani jangan sampai terdengar menangis lagi,"  kata Senja diikuti anggukan oleh Ibu Upe.

Ibu Upe sama paniknya. Ia jelas khawatir anak bayinya akan jadi mangsa empuk untuk mahluk itu. 

Senja melihat ke segala arah mencari sosok Ella. Ia kemudian memejamkan matanya tiga kali mencoba melihat peri-peri lain yang banyak di sekitar hutan. Mereka semua tidak  terlihat satupun. Pintu-pintu rumah peri  yang ada di pohon semuanya tertutup. Senja semakin merasa takut untuk kesekian kalinya. Namun itu jelas bukan waktu yang tepat untuk takut. Ia harus menjaga orang lain. 

"Apakah para peri juga takut pada mahluk itu?" Gumam Senja 

Senja berharap mahluk itu segera pergi dan tak lagi membuat mereka gelisah. Suara kepakan sayapnya dan lolongan yang berkali-kali terdengar sangat membuatnya ingin lari dan pergi dari tempat itu. 

Kalyani akhirnya terdiam. Mereka bisa lebih tenang sekarang. Karena jika tak lagi mendengar suara tangisan Kalyani, mahluk kelelawar itu akan akan pergi dengan sendirinya. 

Ibu Upe menarik tangan Senja dan mengajaknya duduk. Lalu ia memberikan Senja air agar ia tenang. 

Kemudian mereka tersadar. Suara yang  di dengar Senja tadi berasal dari atas langit. Senja melihat mahluk seperti kelelawar besar dengan kepala seperti serigala terlihat dari siluet nya. Pantulan cahaya bulan mengenai tubuh besarnya. Sayapnya membentang sekitar 4 meter di kanan dan kirinya.

 Mahluk itu terbang berkeliling saat mendengar bayi menangis. Tangisan Kalyani telah memanggil mahluk itu lebih dekat dengan mereka. Menurut cerita banyak orang, mahluk itu memakan bayi-bayi manusia setiap kurun waktu tertentu. 

"Ibu Upe, jangan tinggalkan Kalyani  sedetikpun, disini ada banyak mahluk yang bisa saja berbahaya untuk Kalyani," kata Senja pada Ibu Upe, meski ia tak tahu apakah hal itu bisa dipahaminya

Senja tak dapat tidur semalaman. Ia mulai khawatir jika tangis Kalyani bisa mengundang mahluk- mahluk pemburu yang ada di hutan. Bahkan penghuni hutan pun takut padanya. Itu artinya mahluk yang terbang itu cukup berbahaya.

Kalyani sesekali terbangun.  Senja semalaman hanya mengurus kayu bakar perapiannya. Malam ini dan kedatangan para tamu tak diundang, membuat Senja berpikir untuk membuat senjata. Esok adalah perjalanan yang mungkin tidak akan sama seperti sebelumnya. Perjalanan yang bisa jadi menyenangkan ataupun sebaliknya.

Ia terjaga. Namun tetap waspada. Jika babi hutan takut dan pergi. Namun ia tak yakin jika dirinya ditemukan oleh se ekor kelelawar berkepala srigala. 

Senja membuat tombak, panah dan merangkai tali rotan. Ia mempersiapkan bekal perjalanannya besok. Tas nya terkoyak saat ia terbawa arus, ia pun menjahitnya dengan benang jahit yang ia bawa. Semua alat bertahan hidup sangat berguna bagi Senja. Ia gunakan apapun yang ia bisa.

Senja menepuk kamera dan perlengkapan liputan miliknya. Sementara ia tak menggunakannya. Kali ini fokusnya hanya pada Kalyani dan ibunya. 

"Kalyani, semoga aku bisa mengantarmu pulang sampai dirumah dengan selamat," kata Senja sembari mengelus kepala Kalayani yang sedang tertidur lelap

 Senja menaburi garam disekitar Kalyani. Ia tak mau se ekor ular pun mendekatinya. Senja sangat sayang   pada bayi itu. 

Keesokan harinya... 

Senja mengemas barang dan mematikan perapian nya. Ia bersiap untuk perjalanan pagi. 

Pagi masih agak gelap. Lampu senter tak dapat ia gunakan untuk menembus gelapnya hutan. Ia memutuskan menggunakan obor dan membakarnya dengan getah damar yang ia bisa dapat dari pohon disekitarnya. Senja merobek pelepah pohon damar yang terlihat mengeluarkan getah yang sudah kering.   Tiba-tiba pohon itu berbunyi

Dak! Dak! 

Senja berjingkat mundur. Lalu menyenteri bagian batang pohon. Semacam pintu kecil terbuka disana. Dan keluarlah sosok kecil mungil berambut putih. 

"Bisakah kau tak buat kebisingan pagi-pagi begini? Dasar manusia! " Katanya

"Ma, maaf pak," Kata Senja 

Ia  ahirnya tahu bahwa pohon damar yang ia ambil getahnya saat itu adalah rumah peri tua. 

"Hihihi, kasian sekali kamu, Sen. Pagi-pagi sudah dimarahi peri tua," Kata  Ella yang secara tiba-tiba muncul

"Kemana saja kau Ella. Dari semalam aku tak melihatmu," Tanya Senja

"Hihihi. Maaf, Sen. Aku sangat takut dengan mahluk besar yang semalam terbang diatas perkemahan mu. Mahluk itu membuat suara yang sangat keras membuat telingaku hampir pecah," Jelas Ella

"Dasar mahluk aneh. Aku pikir itu mahluk sejenismu, kenapa juga harus takut? Apa kau akan ikut dengan kami?” tanya Senja

" Tentu saja, aku akan mengikuti mu. Karena kau tidak tau apapun tentang hutan ini. Akulah yang paling lama hidup ditempat ini,hihihi," Kata Ella

"Terserah kau saja. Tapi bisakah kau tak datang dan pergi sesukamu? ” kata Senja

"Hihi, baiklah, akan aku berikan tanda saat aku datang dan pergi. Telingamu akan berdengung saat aku datang, dan akan ada angin yang terasa mengenai pipimu saat aku pergi," Kata Ella

"Bagaimana cara aku memanggilmu? Andai aku butuh bantuanmu? Atau semacam alat komunikasi,"

"Mmm, nanti biar kupikirkan, aku belum pernah melakukannya dengan manusia, hihihi," Kata Ella

Senja, kini tah hanya bertiga. Ella juga ikut dalam perjalanan mencari perkampungan terdekat. 

Matahari sudah mulai terang. Cahayanya menembus dedaunan di hutan. Hutan itu kini terlihat terang di kanan dan kirinya. Kanopi hutan yang lebat membuat matahari tak dapat menembus bagian atasnya. 

Setelah beberapa jam berjalan. Saatnya mereka istirahat. Senja sadar, stok persediaan air mereka habis. Sedangkan ibu Upe butuh banyak minum karena sedang menyusui Kalyani. Kemudian Senja meminta mereka untuk istirahat dan berhenti sejenak. 

Senja mengitari sekitar dengan menebas semak belukar. Ia tak menemukan mata air di sekitarnya. Ia terus berpikir dan melihat ke sekelilingnya. Mungkin ia akan menemukan cerukan batu yang menyisakan genangan air hujan. Alih-alih menemukan air, Senja menemukan sesuatu yang berpendar diantara semak-semak. 

"Apa itu?" 

Senja menemukan semacam batu berwarna biru cerah. Ia gunakan batang kayu untuk menyentuhnya dan memastikan jika itu tidak berbahaya. Kemudian Ia mencoba memegangnya.

"Ternyata ini bisa disentuh, bolehkah aku mengambilnya? Jelas tak ada seorangpun disini," Gumam Senja sambil menengok kanan dan kiri

Senja memungutnya. Menggenggamnya agar cahaya dari batu itu tidak menarik perhatian mahluk lain yang mungkin sedang mengintainya.

Senja memungut baru biru itu. Ia menemukan cukup banyak dan menyimpannya ke dalam sakunya. Ia berharap batu biru itu bisa bermanfaat. Kalaupun tidak, batu biru bercahaya sangat bagus digunakannya sebagai hiasan. 

Senja terus mencari mata air. Ia menuruni lembahan curam. Lantai hutan yang licin membuatnya sangat yakin ia akan segera menemukan mata air. Langkahnya begitu bersemangat menuruni lembahan. Ia menerobos semak-semak disekitarnya dengan harapan  yang tinggi. 

"Air, pasti ada di dekat sini, pasti ada mata air," Katanya sembari berlari menuruni lembahan

Sampai di dasar lembah. Ia sadar hanya ada batu dan sungai mati. Sungai tanpa air sedikitpun. Hanya ada batu dengan lumut yang licin.

Senja lalu  teringat jika ia bisa mencarinya dari tumbuhan. Ia mencari pohon ber pelepah, kemudian menampung air sisa hujan dan embun kedalam botolnya, namun tiba-tiba semacam tombak melesat tepat di hadapan wajahnya. 

Whooooosh! Slash!!! 

'Apa ini?' 

Ia yang awalnya berjongkok lalu jatuh terduduk ditanah. Sesuatu yang menancap di tanah dengan kecepatan tinggi menghentikannya untuk mengambil air. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status