Tiba- tiba sesuatu terdengar mendekat. Senja kembali waspada. Apapun bisa menyerangnya. Ia segera mengambil pisau ditangan kanannya dan mengambil kayu dengan api menyala di tangan kiri nya. Ella pun tidak tahu apa yang akan datang menghampiri mereka.
"Ibu Upe. Cari tempat berlindung! Kita tidak tahu, sesuatu apa yang menghampiri," kata Senja dengan cemas
Ibu Upe menggendong Kalyani. Ia bersembunyi dibalik pohon. Sesekali ia mengintip ke arah Senja. Kalyani di dekapnya. Tangan lain Ibu Upe memegang batang pohon untuk berjaga-jaga.
Senja memasang kuda-kuda. Kemudian tampak seekor babi hutan besar berlari kearahnya. Lalu berhenti kala melihat api unggun yang dibuat Senja. Binatang itu memekik keras di ikuti suara lain yang ntah datang darimana.
"Kau berani padaku! Tidak usah panggil temanmu!" Kata Senja menggertak. Jurus andalan yang biasa ia gunakan untuk menakuti lawannya.
Babi hutan itu justru semakin ganas. Seolah hendak menabrak Senja. Ia bersiaga akan berlari ke arahnya.
BRAAAK!! BRAAAK!!
Senja memukul kayu berapi yang dipegangnya ke sekitar pohon. Apinya memercik ke berbagai arah. Babi hutan itu cukup takut dengan percikan api. Hal itu membuat Senja yakin dengan kebranianya kali ini Babi hutan itu akan pergi tanpa harus terluka olehnya.
Senja memasukan pisau yang dipegangnya ke dalam saku. Lalu ia mengambil kayu bakar lain agar Babi hutan dihadapannya makin gentar. Setelah beberapa kali hentakan.
"Hihihi. Kau membuat shelter ditempat yang salah, Sen!” kata Ella
"Kenapa memangnya?” tanya Senja
"Kau membuat shelter di jalur jalan babi hutan, hihihi, " Kata Ella
"Bagaimana kalau sekarang kau membantuku mengusirnya? Daripada kau memberi saran yang terlambat," Kata Senja
"Hihihi, Babi tidak akan berjalan tengak tengok, ia hanya akan berjalan lurus kedepan," Kata Ella
Seketika Senja punya ide dan memberi babi rusa jalan untuk dilalui. Namun sepertinya binatang itu terus memekik memanggil kawanannya.
Kali ini Babi itu merasa terancam. Senja tak punya pilihan lain selain menghadapinya. Sikapnya sudah semakin membuat binatang itu marah.
Senja melihat jika ukuran babi hutan itu sangat besar dan ia terus maju ke arah Senja berulang kali. Senja menghentakan kakinya sembari menyodorkan kayu dengan api.
'Oh apa yang harus aku lakukan, si badan hitam itu tak mau pergi juga'
Senja mulai gusar dengan langkahnya. Andai dia bisa naik pohon dengan cepat pasti akan dia lakukan.
Babi itu terus menggeram dan mendekat mengeruk satu kakinya bersiap lari ke arahnya. Terdengar suara babi lain di kejauhan. Menggema menembus malam.
Langkahnya terus mundur dan mulai takut. Senja takut untuk membayangkan ada banyak babi hutan yang akan datang setelahnya. Bagaimanapun ia harus segera mengusir babi hutan itu dari shelter nya.
Senja terpojok dan jatuh ke tanah. Tangan kanannya menemukan batu. Segera ia lempar dan mengenai kepala tepat diantara kedua mata babi itu.
Braaak!
Kiiiiiiiiiik!
Babi hutan itu lalu mengambil langkah seribu untuk mundur. Lalu menghilang diantara semak-semak.
Senja sangat lega telah membuat babi itu pergi. Namun seketika itu ia baru tersadar jika Ella tak lagi ada di sekitarnya. Suasana kembali sepi, hanya suara burung hantu, suara jangkrik dan serangga yang terdengar disana.Kalyani. Bayi itu tiba-tiba menangis. Senja dan Ibu Upe mengira kalau ia kedinginan. Senja terburu-buru membuka selimut darurat yang ia miliki. Ia membungkus Kalyani dengan lembaran alumuniumfoil itu. Ia berharap Kalyani segera hangat lalu berhenti menangis. Namun nyatanya ia tak kunjung berhenti menangis. Suaranya semakin histeris.
Auuuuuuuuu! Aauuuuu!
Suara lolongan itu membuat burung-burung di pepohonan berterbangan keluar dari sarang. Membuat bulukuduk merinding. Senja merasa jika itu adalah serigala, atau sesuatu lain yang berbunyi seperti itu. Jantungnya berdegup kencang kala suara itu terdengar nyaring dan memekakan telinga.
Auuuuuu!
"Ibu Upe tahu apa itu? Tolong Jaga Kalyani jangan sampai terdengar menangis lagi," kata Senja diikuti anggukan oleh Ibu Upe.
Ibu Upe sama paniknya. Ia jelas khawatir anak bayinya akan jadi mangsa empuk untuk mahluk itu.
Senja melihat ke segala arah mencari sosok Ella. Ia kemudian memejamkan matanya tiga kali mencoba melihat peri-peri lain yang banyak di sekitar hutan. Mereka semua tidak terlihat satupun. Pintu-pintu rumah peri yang ada di pohon semuanya tertutup. Senja semakin merasa takut untuk kesekian kalinya. Namun itu jelas bukan waktu yang tepat untuk takut. Ia harus menjaga orang lain.
"Apakah para peri juga takut pada mahluk itu?" Gumam Senja
Senja berharap mahluk itu segera pergi dan tak lagi membuat mereka gelisah. Suara kepakan sayapnya dan lolongan yang berkali-kali terdengar sangat membuatnya ingin lari dan pergi dari tempat itu.
Kalyani akhirnya terdiam. Mereka bisa lebih tenang sekarang. Karena jika tak lagi mendengar suara tangisan Kalyani, mahluk kelelawar itu akan akan pergi dengan sendirinya.
Ibu Upe menarik tangan Senja dan mengajaknya duduk. Lalu ia memberikan Senja air agar ia tenang.
Kemudian mereka tersadar. Suara yang di dengar Senja tadi berasal dari atas langit. Senja melihat mahluk seperti kelelawar besar dengan kepala seperti serigala terlihat dari siluet nya. Pantulan cahaya bulan mengenai tubuh besarnya. Sayapnya membentang sekitar 4 meter di kanan dan kirinya.
Mahluk itu terbang berkeliling saat mendengar bayi menangis. Tangisan Kalyani telah memanggil mahluk itu lebih dekat dengan mereka. Menurut cerita banyak orang, mahluk itu memakan bayi-bayi manusia setiap kurun waktu tertentu.
"Ibu Upe, jangan tinggalkan Kalyani sedetikpun, disini ada banyak mahluk yang bisa saja berbahaya untuk Kalyani," kata Senja pada Ibu Upe, meski ia tak tahu apakah hal itu bisa dipahaminya
Senja tak dapat tidur semalaman. Ia mulai khawatir jika tangis Kalyani bisa mengundang mahluk- mahluk pemburu yang ada di hutan. Bahkan penghuni hutan pun takut padanya. Itu artinya mahluk yang terbang itu cukup berbahaya.
Kalyani sesekali terbangun. Senja semalaman hanya mengurus kayu bakar perapiannya. Malam ini dan kedatangan para tamu tak diundang, membuat Senja berpikir untuk membuat senjata. Esok adalah perjalanan yang mungkin tidak akan sama seperti sebelumnya. Perjalanan yang bisa jadi menyenangkan ataupun sebaliknya.
Ia terjaga. Namun tetap waspada. Jika babi hutan takut dan pergi. Namun ia tak yakin jika dirinya ditemukan oleh se ekor kelelawar berkepala srigala.
Senja membuat tombak, panah dan merangkai tali rotan. Ia mempersiapkan bekal perjalanannya besok. Tas nya terkoyak saat ia terbawa arus, ia pun menjahitnya dengan benang jahit yang ia bawa. Semua alat bertahan hidup sangat berguna bagi Senja. Ia gunakan apapun yang ia bisa.
Senja menepuk kamera dan perlengkapan liputan miliknya. Sementara ia tak menggunakannya. Kali ini fokusnya hanya pada Kalyani dan ibunya.
"Kalyani, semoga aku bisa mengantarmu pulang sampai dirumah dengan selamat," kata Senja sembari mengelus kepala Kalayani yang sedang tertidur lelap
Senja menaburi garam disekitar Kalyani. Ia tak mau se ekor ular pun mendekatinya. Senja sangat sayang pada bayi itu.
Keesokan harinya...
Senja mengemas barang dan mematikan perapian nya. Ia bersiap untuk perjalanan pagi.
Pagi masih agak gelap. Lampu senter tak dapat ia gunakan untuk menembus gelapnya hutan. Ia memutuskan menggunakan obor dan membakarnya dengan getah damar yang ia bisa dapat dari pohon disekitarnya. Senja merobek pelepah pohon damar yang terlihat mengeluarkan getah yang sudah kering. Tiba-tiba pohon itu berbunyi
Dak! Dak!
Senja berjingkat mundur. Lalu menyenteri bagian batang pohon. Semacam pintu kecil terbuka disana. Dan keluarlah sosok kecil mungil berambut putih.
"Bisakah kau tak buat kebisingan pagi-pagi begini? Dasar manusia! " Katanya
"Ma, maaf pak," Kata Senja
Ia ahirnya tahu bahwa pohon damar yang ia ambil getahnya saat itu adalah rumah peri tua.
"Hihihi, kasian sekali kamu, Sen. Pagi-pagi sudah dimarahi peri tua," Kata Ella yang secara tiba-tiba muncul
"Kemana saja kau Ella. Dari semalam aku tak melihatmu," Tanya Senja
"Hihihi. Maaf, Sen. Aku sangat takut dengan mahluk besar yang semalam terbang diatas perkemahan mu. Mahluk itu membuat suara yang sangat keras membuat telingaku hampir pecah," Jelas Ella
"Dasar mahluk aneh. Aku pikir itu mahluk sejenismu, kenapa juga harus takut? Apa kau akan ikut dengan kami?” tanya Senja
" Tentu saja, aku akan mengikuti mu. Karena kau tidak tau apapun tentang hutan ini. Akulah yang paling lama hidup ditempat ini,hihihi," Kata Ella
"Terserah kau saja. Tapi bisakah kau tak datang dan pergi sesukamu? ” kata Senja
"Hihi, baiklah, akan aku berikan tanda saat aku datang dan pergi. Telingamu akan berdengung saat aku datang, dan akan ada angin yang terasa mengenai pipimu saat aku pergi," Kata Ella
"Bagaimana cara aku memanggilmu? Andai aku butuh bantuanmu? Atau semacam alat komunikasi,"
"Mmm, nanti biar kupikirkan, aku belum pernah melakukannya dengan manusia, hihihi," Kata Ella
Senja, kini tah hanya bertiga. Ella juga ikut dalam perjalanan mencari perkampungan terdekat.
Matahari sudah mulai terang. Cahayanya menembus dedaunan di hutan. Hutan itu kini terlihat terang di kanan dan kirinya. Kanopi hutan yang lebat membuat matahari tak dapat menembus bagian atasnya.
Setelah beberapa jam berjalan. Saatnya mereka istirahat. Senja sadar, stok persediaan air mereka habis. Sedangkan ibu Upe butuh banyak minum karena sedang menyusui Kalyani. Kemudian Senja meminta mereka untuk istirahat dan berhenti sejenak.
Senja mengitari sekitar dengan menebas semak belukar. Ia tak menemukan mata air di sekitarnya. Ia terus berpikir dan melihat ke sekelilingnya. Mungkin ia akan menemukan cerukan batu yang menyisakan genangan air hujan. Alih-alih menemukan air, Senja menemukan sesuatu yang berpendar diantara semak-semak.
"Apa itu?"
Senja menemukan semacam batu berwarna biru cerah. Ia gunakan batang kayu untuk menyentuhnya dan memastikan jika itu tidak berbahaya. Kemudian Ia mencoba memegangnya.
"Ternyata ini bisa disentuh, bolehkah aku mengambilnya? Jelas tak ada seorangpun disini," Gumam Senja sambil menengok kanan dan kiri
Senja memungutnya. Menggenggamnya agar cahaya dari batu itu tidak menarik perhatian mahluk lain yang mungkin sedang mengintainya.
Senja memungut baru biru itu. Ia menemukan cukup banyak dan menyimpannya ke dalam sakunya. Ia berharap batu biru itu bisa bermanfaat. Kalaupun tidak, batu biru bercahaya sangat bagus digunakannya sebagai hiasan.
Senja terus mencari mata air. Ia menuruni lembahan curam. Lantai hutan yang licin membuatnya sangat yakin ia akan segera menemukan mata air. Langkahnya begitu bersemangat menuruni lembahan. Ia menerobos semak-semak disekitarnya dengan harapan yang tinggi.
"Air, pasti ada di dekat sini, pasti ada mata air," Katanya sembari berlari menuruni lembahan
Sampai di dasar lembah. Ia sadar hanya ada batu dan sungai mati. Sungai tanpa air sedikitpun. Hanya ada batu dengan lumut yang licin.
Senja lalu teringat jika ia bisa mencarinya dari tumbuhan. Ia mencari pohon ber pelepah, kemudian menampung air sisa hujan dan embun kedalam botolnya, namun tiba-tiba semacam tombak melesat tepat di hadapan wajahnya.
Whooooosh! Slash!!!
'Apa ini?'
Ia yang awalnya berjongkok lalu jatuh terduduk ditanah. Sesuatu yang menancap di tanah dengan kecepatan tinggi menghentikannya untuk mengambil air.
Whooooosh! Slash!'Apa ini?' Nafas Senja tersengal-sengal. Jantungnya berdegup tak karuan. Ia melihat ada semacam tombak jatuh tepat depanya. Matanya mengarah keatas, ia berusaha mencari ujung benda yang terlihat tinggi menjulang. Tubuhnya berbalik mengikuti sumber si empunya. Benda yang ia kira adalah semacam senjata atau tombak adalah kaki laba-laba besar. Senja mencoba tenang. Ia melihat mata laba-laba besar itu. Mata berputar dan terus bergerak. Di mulutnya ada sesuatu yang berwarna biru. Itu mirip dengan batu yang ia temukan sebelumnya. 'Aku akan diam, baiklah aku akan diam dan berusaha untuk tidak bernafas,' kata Senja dalam hatiMata mahluk itu terus bergerak seperti sedang mencari sinyal. Tiba-tiba sinar matahari mengenai mata mahluk besar itu, ia pun meloncat tinggi ntah kemana arahnya. Senja bergegas kembali ketempat dimana teman-teman nya berada. Ia berlari tergopoh-gopoh menerobos semak belukar. "Ella, Ella, aku bertemu dengan mahluk besar seperti laba-laba, hampir s
"Apa idemu?" tanya Senja"Aku punya kekuatan mengecilkan ukuran benda-benda mati, itu akan memudahkanmu untuk bergerak dan menyimpan bawaan mu dalam sakumu," Kata Ella"Wow, itu sangat keren Ella. Lalu apakah kamu bisa membuatku terbang sepertimu?" Tanya Senja"Aku tidak yakin dapat melakukannya tapi akan aku coba. Sarang monster itu ada diatas pohon. Aku pikir kamu bisa memanjat nya dengan bantuan tali. Lalu aku akan membantumu dengan membuat badanmu terasa lebih ringan, aku bisa mengurangi gravitasi benda," Kata Ella"Bagaimana dengan rencana untuk melarikan diri saat monster itu datang? Bagaimana kau akan menjaga Kalyani?" Tanya Senja"Kamu hanya harus diam dan menahan nafas agar ia tidak menyadari gerakanmu," Kata Ella"Hahaha, apakah itu akan efektif? Aku sangat takut melihat mata Monster itu saat bergerak-gerak," Kata Senja menyiapkan peralatan yang mesti ia bawa. Ia menaruh barang bawaan itu ditanah. Lalu dengan kekuatan Ella semua barang itu menjadi berukuran sangat kecil sehi
Setelah makan malam. Ella kembali menghilang seperti biasa. Senja mencoba menutup matanya dan mengedipkan matanya tiga kali untuk melihat dunia peri disekitarnya. Terdengar riuh rendah penghuni pohon dihutan itu. Suasana damai dan tenang seperti suasana di pedesaan. Ibu Upe tak tahu jika kemampuan yang diberikan Ella untuk bisa melihatnya juga bisa digunakan untuk melihat dunia peri di setiap tempat. Bahkan saat ini Kalyani sedang dihibur oleh beberapa peri, sehingga Kalyani tampak bahagia karenanya. Bayi itu pasti bisa melihatnya juga meski tanpa bantuan kekuatan dari Ella sekalipun. Tiba-tiba Senja mendengar seseorang memanggil namanya. Senja melihat kesana kemari untuk mengetahui sumber suaranya. "Sen! Kemarilah," "Sen, disini,""Sen, ini takdirmu,""Sen, kau bisa kemari bukan tanpa alasan,""Sen, ikuti aku,"Sumber suara itu makin dekat. Seekor capung bercahaya mengarahkan jalannya. Senja mengikuti capung bercahaya menuju hutan yang lebih gelap. Capung itu menghilang yang arti
Senja selesai membalur luka Ular itu. Sang ular pun segera bergerak pergi masuk ke hutan lebih dalam. Seolah ia memang harus segera pergi untuk mengobati diri. Hari sudah semakin gelap. Tiba-tiba Kalyani menangis tanpa alasan. Senja menyadari segera bahwa itu bisa jadi tanda bahaya. Ada mahluk yang membuat Kalyani merasa takut atau tidak nyaman. Bayi itu semakin histeris dalam beberapa saat. "Sepertinya kita tidak dapat bermalam disini, kita harus mencari tempat lain," Kata Senja"Tidak, Sen. Kita tidak tahu apa yang akan kita hadapi. Lebih baik segera membuat perapian. Terlalu ceroboh jika kita melakukan perjalanan malam dengan membawa Kalyani," Kata Ella"Baiklah kalau begitu. Semoga hanya ada hal baik setelah ini," Kata SenjaAkhirnya Senja memilih untuk menetap dan mulai mengumpulkan ranting disekitarnya. Kali ini pemantik miliknya tidak bekerja dengan baik. "Bagaimana bisa begini. Disaat sudah kemalaman begini malah kamu tidak bekerja dengan baik," Grutu Senja yang kemudian m
Hujan mulai turun. Di dalam hutan lebat itu, hujan hanya terasa seperti gerimis tak berarti. Senja menampung air hujan dengan wadah yang ia punya. Ia membuat parit kecil disekitar shelter nya. Kalyani dan ibunya sudah tertidur lelap. Namun Senja masih terjaga hingga malam larut. Pikirannya mengawang, apakah besok ia harus melewati perkampungan raksasa atau memilih jalan dengan medan berbukit. Perapian mulai padam karena hujan. Senja yang melamun memainkan tongkat yang baru saja diberikan oleh Akai Loo. Ia tak tau cara menggunakannya jadi ia mencoba menggoyangkan tongkat itu. Tiba2 cahaya berpendar diseluruh badan tongkat. "Wah, ini benar-benar seperti lampu LED, mari dicoba, apa saja yang bisa dilakukan tongkat dari Sang Legenda ini," Kata Senja yang kemudian memperhatikan Kalyani yang sedang tertidurSenja berpikir bisa saja membawa mereka mati jika memaksa harus melewati perkampungan raksasa. Meski menurut Ella itu lebih dekat dengan perkampungan. Senja akan memilih jalan berbukit
"Oh, betul kita pernah bertemu. Iya beruntung saya bisa selamat dari monster itu. Perkenalkan, nama saya Salaar Bayu, Ranger hutan sungai hitam," Katanya"Owh, anda seorang jagawana? Anda pasti sangat terbiasa dengan mahluk besar di dalam hutan sana. Saya lega anda selamat," Kata Senja"Apakah anda bisa membantu saya untuk bertemu kepala desa? Saya akan membantu Ibu Upe bertemu dengan keluarganya," Kata Senja lagi"Tentu saja," Jawab Bayu"Terimakasih sebelumnya, Pak Bayu," Kata Senja"Tolong jangan panggil, Bapak. Sepertinya usia kita tidak jauh berbeda, panggil saja Bayu, orang desa sini juga memanggil saya begitu," Kata Bayu"Baiklah, Bayu. Owhya, maaf saya lupa memperkenalkan diri. Saya Senja, anda bisa memanggilnya begitu atau cukup panggil saya Sen," Kata Senja"Baiklah. Apakah anda bisa membantu saya untuk bertemu dengan kepala desa disini? Sepertinya saya akan menginap sementara di desa ini," Kata Senja lagi"Tentu saja. Mmm apakah ibu ini bersamamu?” tanya Bayu menunjuk Ibu
"Bay!" Panggil Senja saat Bayu hendak keluar dari ruangan Senja dirawat"Apakah kamu sudah sadar, Sen?" Kata Bayu yang langsung mendekat"A... Air," Katanya Singkat dengan badan lemah dan pucat"Baiklah, akan aku ambilkan minum," Kata Bayu yang langsung bangkit mengambilkan air minum untuk SenjaSam memperhatikan dari pintu. Melihat ke arah Senja dan kali ini ia merasa iba. "Jika butuh bantuan kau panggil saja, aku hari ini berjaga di kantor." Kata Sam kemudian beranjak pergi"Terimakasih," Jawab Bayu singkat di ikuti anggukan SenjaBayu datang mengambilkan sebotol air dan makanan. Ia membantu Senja duduk dan memberinya minum. "Maaf merepotkanmu," Kata Senja"Tidak, jangan begitu. Aku juga berhutang nyawa padamu. Jika bukan karenamu, aku pasti sudah mencair karena enzim dari Monster Saltic saat itu," Kata Bayu"Tadinya aku akan mengajakmu makan bersama. Aku kira tadi siang kamu baik-baik saja, aku tidak mengira kamu demam sampai tidak sadarkan diri," Kata Bayu"Aku sendiri tidak tah
Salaar Bayu menepuk jidad nya. Ia jelas berpikir bahwa Senja begitu polos. Ia bahkan tidak tahu jika ia memiliki barang bagus ditangannya. "Sen, ini gelang kaum Ayn. Apakah kamu juga tidak tahu jika kamu punya roh pelindung?" Tanya Bayu"Roh pelindung? Aku tahu kalau soal itu, dia lebih mirip hantu, aku beberapa kali dibuat takut olehnya. Eh, apakah kamu juga memilikinya, Bay?” Kata Senja yang baru menyadari nyaBayu mengangguk. Ia kemudian berniat membawa Senja ke rumahnya dan memberitahu apa kegunaan gelang yang mereka miliki. "Besok aku akan mengajakku kerumah. Akan ku beritahu bagaimana cara menggunakan gelang kaum ayn," kata Bayu"Waah, itu pasti akan menyenangkan," Kata Senja bersemangat"Apa kamu masih memiliki orang tua lengkap, Bay?" tanya Senja lagi"Tidak. Mereka telah meninggal. Sejak usia 14 tahun aku telah hidup sendiri. Rumahku ada di batas hutan, sejak mereka tiada, aku masuk ke hutan setiap hari dan aku bertemu banyak mahluk disana, secara alamiah aku berteman den