Share

My Daughter's Teacher
My Daughter's Teacher
Author: Silvia Dhaka

Part 1

Pria bertubuh tinggi tegap berjalan dengan tergesa. Pria itu tampak sibuk mengobrol dengan ponsel yang ia tempelkan di telinganya. Ia mengambil sebuah paper bag dari kasir lalu membawanya pergi.

“Tuan, maaf.” Ucap seorang perempuan yang mengikuti langkah kaki pria itu. Merasa jika pria bertubuh tingi itu tak merespon ucapannya ia pun mencoba memanggilnya sekali lagi seraya memegang punggung pria itu. “Tuan, maaf, paper bag kita tertukar. Anda salah mengambil milik saya,” ucap perempuan itu.

Pria itu pun membalikkan tubuhnya dan menghentikan sambungan telponnya. “Iya, ada apa?”

Perempuan itu mengangkat unruk menunjukkan paper bag yang ia bawa. “Paper bag kita tertukar, Tuan. Anda mengambil milik saya.”

“Ohh, maaf. Saya tidak sengaja.” Pria itu mengulurkan paper bag di tangannya kepada perempuan di hadapannya ini.

“Tidak masalah.” Perempuan itu tersenyum seraya menukar paper bag yang ia bawa.

“Pak Jagat, Anda di sini? Selamat datang di butik saya,” sapa seseorang yang mengaku sebagai pemilik dari butik yang saat ini tengah dikunjungi oleh pria bernama Jagat itu.

“Iya, saya sudah selesai belanja dan ini akan pulang,” ucap Jagat.

Merasa urusannya sudah selesai, perempuan itu pun langung pergi.

“Saya merasa senang orang besar seperti Anda mau menginjakan kaki ki butik saya.”

Jagat hanya tersenyum masam. Sejujurnya ia tak suka berbasa-basi seperti ini. “Maaf, saya harus segera pergi.” Tanpa menunggu jawaban dari lawan bicaranya, Jagat langsung berjalan menuju mobilnya.

“Ini semua gara-gara Joana dan Adrian. Mereka berdua sepakat mengerjaiku.” Gerutu Jagat seraya membanting paper bagnya itu saat ia sudah sampai di dalam mobil.

“Jalankan mobilnya. Kita harus segera kembali ke kantor,” ucap Jagat pada supirnya.

Tanpa harus diperintah dua kali, supir Jagat pun mulai menjalankan mobilnya apalagi saat ia mengetahui bahwa bosnya sedang marah.

“Ah, sial! Aku nggak bisa jemput Shagun sekarang.” Jagat merogoh ponselnya lalu mulai menghubungi seseorang.

“Halo, Ma,” sapa Jagat saat sambungan telponnya sudah terhubung.

“Iya halo, Jagat. Tumben kamu telpon Mama, kamu pasti lagi butuh bantuan Mama kan?!”

“Ma, kali ini tolong jemput Shagun dari sekolahnya ya.”

“Ya ... tentu saja. Bahkan nggak cuma kali ini aja Mama jemput Shagun. Makanya kamu cepetan cari istri biar ada yang ngurus anak kamu.”

“Ma, udahlah. Aku telpon Mama buat minta tolong sama Mama buat jemput Shagun bukan buat bertengkar,” ucap Jagat.

“Iya, Mama tahu.”                                   

“Ya sudah, aku tutup telponnya.” Jagat kembali menyimpan ponselnya di saku celananya setelah selesai menghubungi mamanya.

***                                                         

Wanita paruh baya yang masih terlihat cantik dan anggun di usianya yang sudah tak lagi muda turun dari mobil, dengan langkah anggunnya ia berjalan memasuki gerbang sekolah taman kanak-kanak.

“Shagun!” seru wanita itu.

“Oma, kenapa Oma lagi yang jemput aku?” tanya bocah kecil itu.

“Ayo sekarang kita pulang. Kita akan pulang ke rumah Oma, biar nanti sore Papi kamu datang buat jemput kamu.” Wanita paruh baya itu berjalan seraya menggandeng tangan cucunya yang bernama Shagun itu.

“Selamat siang, Nyonya Monica.” Sapa seorang security saa sepasang oma dan cucu itu hendak keluar dari gerbang sekolahan.

“Selamat siang,” sahut wanita bernama Monica itu.           

Monica menggandeng Shagun masuk ke mobil. “Jalan, Pak,” ucap Monica pada supir.

Sampai rumah Shagun langsung berlari menuju dapur setelah ia mengeluh kehausan.

“Jangan lari-lari seperti itu, Sayang,” tegur Monica.

Shagun mengambil air minum dari dalam lemari es. Ia juga mencoba meraih gelas namun tak bisa.

“Nona kecil mau ambil apa?” tanya pelayan.

“Aku mau ambil gelas,” sahut Shagun.

Pelayan mengambilkan gelas untuk Shagun.

“Terima kasih.” Shagun meraih gelas yang ia inginkan dengan tak lupa mengucapkan terima kasih. Meski sejak lahir ia selalu dilimpahi banyak harta, namun keluarganya selalu mengajarkan sikap sopan meski kepada pelayan sekalipun.

Setelah minum, Shagun kembali ke ruang tengah. Ia membuka tasnya lalu mengeluarkan buku-bukunya.

“Oma, aku ada tugas dari sekolah.”

“Sayang, kamu ganti pakaian dulu baru setelah itu makan siang ya. Terus kamu baru kerjakan tugas kamu,” ucap Monica.

“Iya, Oma.” Shagun berlari menuju lantai dua di mana kamarnya berada.

“Anak itu ... padahal sudah kukatakan jangan berlari tapi dia tetap saja berlari,” gumam Monica dengan masih menatap Shagun yang kini semakin menjauh.

Tak lama kemudian Shagun sudah selesai dengan makan siangnya “Oma, aku sudah selsai makan. Ayo bantu aku membuat tugas dari Bu guru.”   

“Sayang, buat tugasnya nanti saja sama Papi kamu. Oma udah nggak ngerti sama pelajaran anak jaman sekarang.”

“Tapi ini mudah, Oma. Bu guru cuma minta aku buat bikin batik celup sama pohon keluarga.”

“Kalau pohon keluarga Oma masih bisa tapi kalau batik celup Oma nggak bisa,” ucap Monica.

“Kalau gitu bantu aku buat PR yang ini aja, Oma.” Ucap Shagun seraya menyodorkan satu buku pada Monica.

Monica membawa buku yang ditunjukkan oleh cucunya itu dengan seksama, namun sekali lagi ia tak mengerti dengan pelajaran yang sudah diajarkan oleh guru cucunya ini.

“Ini bukan pelajaran anak TK, Sayang. Mengapa gurumu memberikan PR sesulit ini padamu?!” keluh Monica.

Shagun mendekap kedua tangannya di depan dada seraya mengerucutkan bibirnya. “Lalu aku harus bagaimana?”

“Hhhh ... seharusnya kau memiliki ibu yang bisa mengurusmu dan bisa membantu mengerjakan tugasmu,” gumam Monica.

“Oma, mengapa Oma malah berbicara sendiri?!” seru Shagun.

Monica menghenbuskan nafas jengahnya. “Sebentar, Oma akan cari akal buat selesaikan masalah kamu ini, Sayang.” Monica mengambil ponselnya untuk menghubungi seseorang.

“Halo, Joana. Apa kamu bisa mencari tahu bimbingan belajar atau guru les privat terbaik buat Shagun?”

“....”

“Baiklah, kalau begitu. Aku akan coba lihat dulu. Terima kasih ya.”

“....”

“Oh, iya. Tolong katakan pada putraku agar secepatnya pulang.”

“....”

Monica menutup sambungan telponnya lalu tersenyum memandang Shagun.

“Sayang, ayo ikut Oma. Kemasi juga barang-barang kamu.”

“Ke mana, Oma?”

“Kita cari tempat bimbingan belajar yang baik buat kamu.”

Monica mengajak Shagun menuju ke tempat yang sudah diinformasikan oleh Joana, sekertaris dari putranya.

Setelah menempuh perjalanan yang cukup jauh kini sampailah Monica dan Shagun di depan sebuah gedung berlantai tiga dengan papan nama besar bertuliskan JM Smart tepat di atas pintu masuk.

“Tempatnya bagus,” gumam Manica.

“Ayo kita masuk, Sayang.” Monica menggandeng tangan Shagun.

“Selamat siang, Ibu. Ada yang bisa saya bantu?” tanya seorang perempuan yang berdiri di balik meja resepsionist.

“Saya mau mendaftarkan cucu saya untuk melakukan bimbingan belajar di sini.”

“Anda bisa mengisi formulirnya terlebih dahulu.” Perempuan itu mengulurkan sebuah kertas kepada Monica.

“Saya akan mengisinya sekarang. Tapi apakah bisa kalau cucu saya langsung belajar di dalam sekarang?” tanya Monica.

“Tidak bisa, Ibu. Anda harus mengisi formulir pendaftaran dulu baru besok cucu Anda bisa mulai belajar di sini.’

“Tapi tugas cucu saya ini banyak dan saya nggak bisa membantu mengerjakan tugasnya.”

“Maaf, Ibu. Tapi peraturannya memang seperti itu. Lagipula kelasnya juga sudah mulai. Kalau Ibu mau, di JM Smart ini juga ada guru les privat jadi gurunya nanti bisa datang ke rumah Anda untuk membantu cucu Anda belajar.”

“Iya, itu juga boleh. Kalau di rumah saya bisa mengawasi cucu saya. Bisa gurunya saya ajak pulang sekarang?” Lagi-lagi Monica mencoba memaksakan kehendaknya.

“Maaf, Ibu, tapi untuk saat ini gurunya sedang tugas ke luar semua. Jika Anda mau, besok kami akan mengirimkan guru les ke rumah Anda.”

“Kalau semuanya serba besok lalu bagaimana dengan tugas cucu sya hari ini, Mbak?!” seru Monica.

“Maaf, Ibu, saya hanya menginformasikan saja.”

“Mira, ada apa ini?” Tanya seorang perempuan yang baru saja masuk.

“Ibu Jasmine, Ibu ini memaksa agar cucunya bisa masuk kelas sekarang tapi kan kelas hari ini juga sudah dimulai lalu saya menyarankan agar Ibu ini memilih opsi privat saja tapi beliau ini juga menginginkan guru privat sekarang,” jelas perempuan bernama Mira itu.

“Masalahnya cucu saya banyak tugas dari guru di sekolahnya. Sedangkan sekarang ini saya nggak bisa bantu soalnya kan kalian tahu sendiri kalau pelajaran anak jaman sekarang beda dengan anak jaman dulu, iya kan?! Apalagi saya sudah setua ini.” Ucap Monica seraya tersenyum.

Perempuan bernama Jasmine itu mengulurkan tangannya pada Monica. “Perkenalkan nama saya Jasmine. Saya salah satu guru juga di sini dan kebetulan juga saya pemilik bimbel ini.”

“Wah, masih muda tapi udah punya bimbel beginian ya. Hebat kamu. Saya Monica Paraduta dan ini cucu saya Shagun Aakriti Paraduta,” ucap Monica seraya tersenyum.

“Hai, Shagun,” sapa Jasmine pada Shagun.

“Halo, Kakak cantik.”

Jasmine tersenyum tersipu mendengar pujian dari Shagun.

“Tapi ngomong-ngomong ini apa nggak bisa kalau cucu saya langsung dibimbing belajar gitu ya?” tanya Monica.

“Setelah hari ini daftar maka pelajaran baru bisa dimulai besok, Bu Monica,” ucap Jasmine.

“Tapi Bu Jasmine, kasihan cucu saya dong. Kalau gini terus gimana cucu saya bisa selesaikan tugas dari gurunya?”

Jasmine melihat ke arah anak perempuan bernama Shagun itu. Ia merasa kasihan jika anak perempuan di hadapannya ini tak bisa mengerjakan tugas. “Baiklah, kalau begitu Anda dan Shagun bisa ikut ke ruangan saya. Mari silakan,” ucap Jasmine.

“Terima kasih, Bu Jasmine. Ayo, Sayang, kita ikut ke ruangannya Bu Jasmine.” Seraya tersenyum, Monica mengajak Shagun berjalan mengikuti Jasmine.

***

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Asep hendri
hadehhh... katanya gratis
goodnovel comment avatar
Kathy Karimun
baru part 2 uda mau bayar. huh
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status