Amara masuk ke kamar kos yang telah ia sewa selama tiga bulan ini. Hidup berpindah pindah memang resiko pekerjaan yang harus ia jalani. Menjadi polisi rahasia dengan segudang bahaya yang menanti. Untunglah ia hanya anak yatim piatu sehingga tidak ada keluarga yang ikut menanggung resiko bahaya yang sewaktu waktu dapat mengintai mereka, begitu batin amara.
Memangnya kemana keluarga yang lainnya? Bukannya tidak bisa mencari, justru dengan pekerjaannya sebagai polisi hal itu menjadi sangat mudah untuk menemukan orang yang ingin dia cari tapi amara tidak mau tau dimana keberadaan mereka. Yang dia tahu hanya ia telah berada di panti asuhan sejak usia TK dan tidak pernah ada kerabat yang mencari apalagi menjenguknya disana.
Tetangga kosnya hanya tahu sebatas amara adalah siswi pindahan dari semarang yang orangtuanya sibuk bekerja berpindah pindah kota. Oleh karena itu amara memilih untuk menyewa kos kosan ketimbang ikut dengan orangtuanya. Oh iya, seluruh tetangga kos juga tidak tahu siapa nama asli amara. Yang mereka tahu sama dengan nama di sekolah. Ya, namanya adalah silvie.
Amara meletakkan tasnya di atas kasur. Melepaskan seragam sekolahnya dan berganti dengan kaus longgar berwarna biru dengan celana jeans pendek. Menyalakan laptop untuk membuat laporan harian. Disaat amara mengetik kata demi kata, ia jadi kepikiran kalimat yang keluar dari mulut ruben yang mengatakan orangtua valdo meninggal saat insiden di imperial club.
Bukankah dari seluruh insiden yang terjadi tidak pernah ada korban jiwa. Hanya ceo saja yang jadi korban itupun tidak sampai meninggal dunia. Apa ada informasi yang sengaja di tutup tutupi.
Amara bertekat untuk menyelidinya lebih dalam dan berhati hati karena ada kemungkinan ada penghianat di pihak kepolisian itu sendiri. Untunglah tim yang di bentuk untuk mengungkap kasus ini sifatnya dirahasiakan. Tidak ada yang tahu identitas anggota tim mereka yang salah satunya adalah amara.
Yang mereka tahu hanya kode panggilan. Setelah selesai membuat laporan harian, amara merebahkan badannya dikasur sederhana miliknya sambil memikirkan valdo yang ternyata nasibnya tidak lebih baik darinya. Tak terasa ia pun tertidur lelap.
Malam menjelang, amara berniat untuk keluar mencari makan malam. Ia memutuskan untuk makan pecel lele yang tak begitu jauh dari tempat tinggalnya. Namun, setelah sampai ia melihat warung pecel tersebut sudah penuh. Tinggal satu meja lagi yang kosong, itupun ada laki laki yang sedang menyantap pecel lele sendirian.
"Maaf mas, boleh saya duduk disini?".
Laki laki itu menoleh, dan alangkah terkejutnya bahwa ternyata dia adalah valdo. Mereka berdua diam sesaat sambil menatap satu sama lain."Loh, valdo kamu ngapain makan disini?".
"Emang kenapa? ini tempat umum. Siapa aja bisa makan disini. Lagian lo juga, udah mau numpang duduk disini sekarang mau sok ngelarang gue makan dimana".
"Bukannya ngelarang, tapi aneh aja. Saya baru liat kamu makan disini". Sambil mendudukan bokongnya tepat didepan valdo.
"Ngomong ngomong, kamu ke daerah sini ada urusan atau ada tujuan apa gitu?".
"Iya,,gue emang punya tujuan yaitu mau makan buat ngilangin rasa lapar".
"Ish, semua orang juga kalo ke warung makan tujuannya buat makan. Masa mau tidur".
"Itu lo tau. Masih aja nanya".
"Ah kamu...".
Baru saja ingin mengeluarkan kekesalannya kepada valdo, pemilik warung pecel lele datang menghampiri mereka.
"Ini pesanannya mba".
"Oh, terima kasih pak". Amara melihat ke arah pemilik warung, lalu beralih ke arah valdo dan melanjutkan kalimatnya.
"Rencana besok gimana?jadi ngerjain tugas di kosan kamu kan..".
"Iya".
"Kalo gitu pulang sekolah kita bisa langsung ke kosan kamu ya".
"Astaga, lo itu seneng banget nanya ya. Jadi berasa diinterogasi gue".
"Saya kan cuma mau tau, rencana besok jadi atau nggak. Biar saya bisa siap siap. Sensi banget ih".
"Cerewet banget lo, gue makan nggak kelar kelar ni".
"Makan mah makan aja. Kalo ngomel terus cepet tua. Percuma punya tampang ganteng tapi keriput dimana mana".
Valdo hanya bisa menarik napas panjang agar emosinya tidak kembali meledak. Memang semenjak bertemu gadis manis yang saat ini berada di hadapannya, valdo merasa kehidupannya yang damai berubah 180 derajat. Tapi anehnya hal itu tidak membuat valdo membenci amara.
"Gue duluan". Valdo berdiri kemudian melangkah keluar dari warung makan tersebut.
"Ish,,tu orang bener bener deh. Pantes nggak punya temen selain ruben".
Makanan amara pun habis. Perut yang tadi terasa lapar sekarang sudah kenyang. Ia berjalan menghampiri pemilik warung untuk membayar makanannya."Jadi totalnya berapa pak?".
"Sudah sekalian di bayar sama laki laki yang tadi neng".
"Oh gitu ya,,kalo begitu terima kasih".
"Ternyata dia baik juga, dasar tuan introvert". Amara menyinggungkan senyum jika teringat dengan sosok valdo yang tertutup tapi sebenarnya baik. Tapi, yakinkah valdo itu orang baik? Bagaimana jika ternyata orang selama ini ia dicari adalah valdo. Semoga bukan itu kenyataannya nanti batin amara.
Tak terasa pagi sudah menyapa kembali dengan matahari yang memancarkan sinarnya di celah jendela kamar kos amara. Ia memasukan peralatan sekolah ke dalam tas dan bersiap siap untuk berangkat ke sekolah. Tidak lupa membawa buku matematika karena hari ini ada jadwal mengerjakan tugas kelompok di tempat kos valdo.
Amara tersenyum senang hanya dengan mengingat hal itu.Tak lupa mengunci kamarnya lalu berjalan dengan riang."
Ehm,, kayaknya ada yang lagi seneng ni". Tegur salah satu penghuni kost di tempat amara tinggal.
"Eh mba salma, selamat pagi. Nggak kok, perasaan mba aja kali".
"Kirain lagi seneng, abis jalannya sambil nyanyi".
'Huh, dasar tetangga kepo'. Batin amara yang hanya membalas dengan senyum dan berlalu meninggalkan tempat kosnya.
***"Selamat pagi silvie"."Pagi juga ben. Hari ini jadi ngerjain tugas kelompok kan? Saya udah bawa bukunya ni". Amara berjalan masuk lalu duduk di sebelah ruben.
"Jadi dong, gue juga udah bawa bukunya ni".
"Valdo belum dateng?".
"Nanti pas bel masuk juga dia dateng. Tuh, orangnya nongol. Panjang umur lagi lo".
"Suka banget ya kalian ngomongin gue".
"Nggak, silvie tadi nanyain lo".Valdo melirik ke arah silvie lalu duduk tepat dibelakangnya.
"Saya cuma mau bilang terima kasih buat yang semalem". Ruben kaget mendengar kalimat yang amara ucapkan.
"Hah, semalem kalian abis ngapain?". Tanya ruben yang terlihat sangat terkejut. Pasalnya kedua orang yang dia kenal ini diketahui tidak dekat sama sekali. Justru setiap bertemu terkesan seperti tom bertemu dengan jerry.
"Semalem kami makan pecel lele, terus saya ditraktir. Makanya saya mau bilang terima kasih sama valdo". Jawab amara dengan polosnya.
"Wah,,Kalian makan berdua nggak ngajak ngajak gue ya". Ucap ruben yang setengah merajuk menyandarkan punggungnya di kursi.
"Jangan salah paham, gue sama silvie nggak sengaja ketemu. Gue lagi enak enak makan, eh tau tau ni anak dateng". Valdo menjelaskan bagaimana mereka berdua bisa bertemu semalam.
"Iya, kita emang nggak sengaja ketemu. Tapi tetep aja saya mau bilang terima kasih sama kamu". Amara menambahkan.
"Hmm...". Valdo hanya membalas sekilas.
Jam istirahat telah dimulai. Amara dan ruben menuju kantin untuk sekedar membeli makan ringan dan minuman.
"Ben...". Panggilan untuk ruben.
"Kamu itu kenal sama semua siswa disini ya?". Tanya amara sambil memakan camilan berbentuk wafer didepannya.
"Kenal semua sih nggak. Yang ada siswa disini yang kenal sama gue, Hahaha. Emang kenapa?".
"Nggak,,saya penasaran aja. Kamu dan valdo kn dikenal siswa populer disini. Tapi yang saya lihat kalian berdua justru nggak banyak berinteraksi dengan siswa lain".
"Yaah, gue juga sebenernya nggak ada niat buat jadi populer. Mereka aja yang tiba tiba deketin gue. Lo tau, waktu pertama kali gue masuk sekolah. Tatapan mereka ke gue itu kayak hiu putih ketemu anjing laut. Gue merinding kalo inget itu". Ruben berbicara sambil mengusap kedua bahunya teringat masa masa awal ia sekolah.
"Tapi yang saya liat kamu itu ramah sama mereka".
"Kalo soal ramah, gue cuma nggak mau cari musuh, intinya itu aja dan cuma sebatas say hello. Kecuali maya, angga dan valdo tentunya. Cuma mereka yang liat gue apa adanya. Dan sekarang ditambah sama lo silv".
"Owh so sweet,, pantes cewek cewek disini banyak yang tergila gila sama kamu. Tapi maaf kayaknya nggak ngaruh buat saya deh". Senyum amara yang menambah kesan imut membuat ruben merasakan hatinya menggelitik tak karuan.
"Tapi gue bakal berusaha buat rebut hati lo silv, walaupun harus bersaing sama valdo". Raut wajah ruben berubah serius yang dapat dibaca oleh amara.
"Loh, apa hubungannya sama valdo?". Amara kebingungan karena yang dia tahu selama ini valdo sangat dingin kepada siapapun termasuk dirinya.
"Polos banget sih lo silv. Kalo lo peka sedikit aja pasti lo ngerasa kalo makhluk yang namanya valdo itu sama sekali nggak pernah ngerespon cewek manapun. Kecuali lo". Amara menganggukkan kepalanya membenarkan pernyataan ruben. Pasalnya amara sama sekali belum pernah melihat valdo berbicara dengan satu siswi mana pun.
"Masa sih". Hal itu membuat amara kepikiran, apakah valdo memiliki rasa kepadanya. Ah, tapi itu tidak mungkin kan. Ketemu saja jarang itupun tanpa disengaja. Kalaupun ngobrol bukan pembicaraan bermakna, justru seringkali perdebatan di antara mereka yang terjadi.
"Udah ah,,lupain masalah valdo. Lagian kenapa kita jadi ngomongin orang yang nggak ada disini. Ngeghibah tuh nggak baik tau nggak. Saya sampai lupa mau nanya sesuatu sama kamu". Menggelengkan kepala, amara berusaha menghilangkan pemikirannya.
"Gue nggak punya pacar". Jawab ruben cepat.
"Ish... Saya bukan mau tanya itu".
"Gue pikir lo mau tau gue udah punya cewek atau belum. Jadi lo mau tanya apa?". Ruben senang menggoda amara yang memasang wajah cemberut. Menurutnya justru amara terlihat semakin imut.
"Kamu tau nggak...".
Kriing,,,kriing,,,kriing,,,
Pertanyaan amara terpotong karena bunyi bel istirahat telah berakhir.
"Kita ke kelas dulu yuk". Ajak ruben seraya menarik lembut tangan amara.
Sepulang sekolah mereka bertiga, siapa lagi kalau bukan amara, ruben dan valdo bergegas menuju tempat kos valdo untuk mengerjakan tugas kelompok yang telah direncanakan sebelumnya.
"Silv, lo bareng sama gue". Ajak ruben agar amara berboncengan dengannya.
"Oke". Amara setuju dengan tawaran ruben kepadanya.
Amara yang berboncengan dengan ruben, sedangkan valdo sendiri menaiki motornya berangkat membelah jalanan ibukota yang padat. Satu jam perjalanan yang harus ditempuh untuk sampai ke tempat tujuan.
Sesampainya mereka di tempat kos valdo, amara dibuat terkejut karena ternyata valdo memiliki tempat kos yang terbilang mewah.
Memiliki garasi pribadi dihiasi taman kecil yang asri. Memang untuk bangunan tidak terlalu besar namun bisa dilihat kemewahannya dari desain maupun interior rumahnya.
"Sampai kapan lo bengong disitu? Cepet masuk, panas banget disini". Ucapan valdo membuat amara menoleh kesal ke arah valdo.
"Kamu bikin mood saya jelek tau nggak". Amara mengikuti langkah valdo dan ruben memasuki rumah. Gadis itu melihat sekeliling ternyata tidak hanya luarnya saja yang mewah tapi juga di dalam tidak kalah sempurna.
"Kamu yakin kalau ini cuma kos kosan? Dilihat sekilas aja orang sudah tahu ini pasti rumah orang kaya". Ucap amara masih sambil melihat sekeliling ruangan.
'Minimal banget anak pengusaha sukses'. Lanjut ucapan amara di batinnya.
"Kamu tinggal sendirian di rumah besar kayak gini?". Tanya amara yang langsung di respon cepat oleh ruben dengan mengedipkan mata beberapa kali kearah amara memberikan kode agar ia segera menghentikan pertanyaannya.
"Ups...".
Amara menutup mulutnya dengan tangan. Ia ingat kalau valdo sangat sensitif jika mengingat tentang keluarga. Pasalnya orangtuanya meninggal dalam tragedi yang memilukan.
"Kalian mau minum apa?". Valdo langsung berjalan menuju dapur.
"Terserah lo aja yang penting dingin. Di luar cuacanya panas banget". Jawab ruben yang telah meletakkan tas sekolahnya di kursi ruang tamu.
Amara duduk di seberang ruben membuka tas lalu mengeluarkan buku matematika yang akan dikerjakan. Disusul ruben melakukan hal yang sama sementara valdo datang membawa tiga gelas minuman jeruk dingin lengkap dengan makanan ringan.
Mereka bertiga mengerjakan tugas kelompok dengan lancar, tak terasa satu jam telah berlalu. "Ternyata lo cerdas juga ya silv". Ruben kagum karena yang ia tahu baru beberapa hari ini gadis itu beradaptasi dengan semua pelajaran di sekolah. Namun soal matematika yang terbilang rumit ditambah jumlahnya soalnya banyak dapat dikerjakan amara dengan mudah.
"Matematika itu kalau kamu tahu tahapannya, pasti mudah kok. Lagian saya sudah sering ngerjain soal kayak gini". Jawab amara sambil memasukan bukunya ke dalam tas.
"Sering apanya? Kita aja baru belajar soal kayak gini kemarin". Jawab valdo menyipitkan matanya menyelidik.
"Ah...itu...di-di sekolah lama saya pelajaran ini sudah dipelajari. Jadi saya udah nggak bingung lagi. Iya..gitu". Amara yang panik berusaha terlihat tenang.
"Wah, untung kamu udah belajar duluan ya. Kalo nggak, kita agak bingung ngerjainnya. Iya nggak do". Ruben meminum es jeruknya sampai habis.
"Hmm...". Jawaban singkat valdo masih sambil menyipitkan matanya seperti menyelidik ke arah amara.
"Bagaimana penyelidikan yang kamu lakukan terhadap para korban? Dan bagaimana hasilnya?". Akp Budi sanjaya yang sedang bertanya kepada Iptu Wahyu mulyanto"Saya sudah mendapat informasi tentang para korban, menurut saya tidak ada yang menarik. Hanya orang berduit yang senang berfoya foya dan bermain dengan wanita. Tapi ada satu hal yang mengganjal, di masa lalu mereka sempat berhubungan dengan suatu proyek entah apa. Saya juga masih menyelidiki hal itu". Jawab Iptu wahyu."Proyek ya,,lalu apakah ada orang lain yang terlibat dalam proyek itu?". Akp budi memainkan pulpennya sambil menyandarkan punggungnya di kursi."Iya, ada beberapa orang lagi yang terlibat. Faktanya, semua orang yang terlibat di dalam proyek itu saat ini menjadi pimpinan tempat hiburan di kota ini". Iptu wahyu berdiri di hadapan Akp budi.Akp budi mengangguk "Sepertinya kita mulai menemukan titik terang. Selidiki proyek apa yang mereka jalankan di masa lalu, kemudian sebar anggota kita un
AMARA POVMelihat kegaduhan dari dalam club, saya bergegas meninggalkan pos dan bergabung dengan anggota lain untuk meringkus para pelaku penyerangan. Benar saja informasi yang saya dapatkan tentang rencana mereka malam ini. Berarti dapat saya simpulkan bahwa dalang dari kasus ini memang bersembunyi di sekolah itu. Saya harus bisa mengungkap siapa pelakunya.Beruntung kami bisa meringkus beberapa pelaku, sisanya telah kabur menyebar ke segala penjuru. Saya mengejar laki laki yang berlari ke arah gang kecil. Saya pikir akan bisa menangkapnya, tapi ternyata itu hanyalah jebakan. Karena setelah masuk kedalam, ada sekitar 4 orang lagi yang sedang menunggu kami. Saya berusaha melawan, tapi apalah daya satu orang perempuan melawan 5 orang laki laki."Cuma satu orang polisi wanita ya,,urusan gampang ini sih". Saya mendengar salah satu dari mereka berbicara. Ketika saya ingin mengeluarkan senjata api, tapi naas salah satu dari mereka memukul lengan saya sehingga senjata a
"Silv, pulang sekolah kamu ada acara nggak?". Kata ruben setelah itu memasukan batagor ke dalam mulutnya. Saat ini mereka berdua sedang berada di kantin karena jam istirahat sedang berlangsung."Hmm,,saya mau pergi sama ayah. Memangnya kenapa ben?". Amara menyeruput jus alpukat yang telah ia pesan sebelumnya."Niatnya gue mau ajak lo jalan. Tapi ya sudah kalau lo ada acara. Kapan kapan aja kalau lo senggang". Ruben menyandarkan dagunya di kedua telapak tangan di atas meja."Iya boleh". Jawab amara singkat.'saya ingin mencari senjata saya yang jatuh di gang semalam. Semoga benda itu masih berada disana'. Amara tidak tenang jika benda itu belum ketemu.*Flashback onSelesai membersihkan diri setelah melaksanakan operasi penyergapan tadi, amara teringat akan senjata apinya yang terjatuh ketika melawan lima pelaku penyerangan yang mengeroyok dirinya.'Astaga, senjata saya masih ada di sana. Semoga tidak ada yang menyadarinya'. Batin amar
"Gue lagi nungguin lo".Ucapan valdo barusan membuat amara tersentak. Ada apa dengan orang ini? Apa ada yang salah? Setahu amara seorang rivaldo vinza aditya tidak pernah menunggu seseorang seperti sekarang. Ruben yang tidak lain adalah temannya saja tidak pernah diperhatikan. Sekarang seorang silvie, siswi baru justru telah menarik perhatian lelaki dingin itu."Nu... Nungguin saya? Ada apa ya?". Amara penasaran menunggu jawaban valdo."Bisa kita bicara berdua sebentar?". Amara berpikir sejenak, lalu menyangggupi permintaan orang itu."Bisa saja sih...tapi kalau boleh saya tahu, apa ada hal penting yang mau kamu bicarakan sampai mengajak saya bicara berdua?"."Gue mau memastikan sesuatu. Ikut gue". Valdo melangkahkan kakinya menuju perpustakaan sambil amara mengekori."Saya pikir kamu bakal ngajak ke taman". Melihat valdo memasuki ruang perpustakaan yang diketahui masih sepi karena jarang para siswa datang kesini sebelum jam masuk sekolah.
Akhirnya amara dapat keluar dari kediaman lelaki itu dengan aman setelah sebelumnya valdo beranjak masuk ke dalam toilet untuk membersihkan dirinya. Berjalan menyusuri jalanan ibu kota di tengah malam sambil memikirkan perkataan yang keluar dari mulut lelaki introvert itu. Siapa lagi kalau bukan rivaldo vinza aditya. Seketika jantung amara terasa begitu menggebu. Amara meletakkan satu tangannya di dada yang berdetak sangat cepat, menghembuskan nafasnya perlahan. 'ini nggak bagus untuk kesehatan jantung saya'. Batin amara karena terus teringat dengan wajah valdo. Apalagi setelah kejadian first kissnya dengan valdo. Tak bisa dipungkiri, sebenarnya amara jadi suka dengan momen tersebut. Eh, suka? *** Pagi ini amara sedang berjalan menuju sekolahnya. Seperti biasa, ia berangkat lebih pagi daripada siswa lain. Berjalan melewati rute berbeda dari biasanya. Hari ini rencananya sepulang sekolah, amara akan mencari rumah yang akan di sewa untuk tempat
Saat ini amara sedang berada di depan sebuah rumah yang tidak bisa dibilang besar tapi sangat asri karena memiliki halaman dengan beberapa pohon. Gadis itu tersenyum karena akhirnya menemukan rumah impiannya. Rumah impian? Ya, seperti inilah rumah yang selalu dibayangkan oleh gadis itu.Rumah satu lantai dengan dekorasi ala pedesaan. Di halaman rumah tumbuh pohon mangga, rambutan dan beringin ukuran sedang. Membuat rumah itu terasa bukan seperti di wilayah ibukota.Setelah sebelumnya amara telah sepakat dengan pemilik rumah untuk disewakan kepada dirinya. Gadis itu kini memasuki rumah itu, membawa beberapa barang barangnya. Mendekorasi sesuai keinginannya. Tak lupa memajang foto foto dengan 'ayah'nya. Amara teringat dengan perbincangan ia dengan atasannya. Meminta izin untuk menjadikannya sebagai ayah palsu demi alibi.Saat ini sekitar jam 07.00 malam akhirnya amara selesai membereskan barang barangnya karena memang tidak terlalu banyak yang ia miliki. Amara mem
Di perumahan kosong yang telah lama ditinggalkan, beberapa anak buah killian sedang menyiksa seorang polisi yang berhasil mereka culik. Seperti diketahui sebelumnya, polisi tersebut tergabung dalam operasi penyergapan beberapa waktu lalu. "Katakan, siapa mata-mata kalian yang ada di SMA Cahaya Hati?". Tanya lelaki bertato berperawakan tinggi besar. Kondisi polisi tersebut bisa di bilang sudah tidak baik. Wajah lebam, ujung bibir dan hidung sudah mengeluarkan darah segar. Ia diam mendengar pertanyaaan lelaki tersebut. "Buug..." Lelaki itu memukul perut polisi sampai kembali mengeluarkan darah segar. "Jawab..!! Gue nggak suka ngulang ngulang pertanyaan". Lelaki itu emosi karena polisi tersebut masih diam tidak menjawab. "Saya... Tidak... Tahu... Apa... Apa". Polisi itu menjawab dengan suara terbata-bata. Lelaki itu menarik kerah polisi tersebut "Bohong...!! Ngomong yang bener". "Benar... Saya... Tidak... Bohong. Saya.. ha
Saat ini seorang remaja lelaki sedang merenungi kalimat yang ia lontarkan tadi di sekolah. Tidur terlentang menatap langit kamarnya yang dominan dengan warna biru.'Kenapa gue bisa ngomong gitu cuma karena tau silvie abis jalan sama ruben'. Valdo memejamkan matanya dalam, Tangan kanan memegang dada yang telah berdetak tak karuan sejak gadis bernama silvie hadir di kehidupannya.Sejenak melupakan tujuannya untuk membalaskan dendam kepada orang-orang yang telah merenggut nyawa kedua orangtuanya.*Flashback onDi sebuah rumah megah berlantai dua, memiliki tangga melingkar di tengah ruangan menambah kesan mewah bagi siapapun yang melihatnya. Di bagian belakang rumah ada kolam renang pribadi berdampingan dengan taman yang asri.Kehidupan bahagia sepasang suami istri dan putra tunggal mereka. Devi, nyonya rumah itu walau sudah tidak bisa dibilang muda, namun masih memancarkan aura keanggunan. Pagi ini ia berada di dapur untuk memasak dibantu oleh asisten