Share

First Kiss

"Bagaimana penyelidikan yang kamu lakukan terhadap para korban? Dan bagaimana hasilnya?". Akp Budi sanjaya yang sedang bertanya kepada Iptu Wahyu mulyanto

"Saya sudah mendapat informasi tentang para korban, menurut saya tidak ada yang menarik. Hanya orang berduit yang senang berfoya foya dan bermain dengan wanita. Tapi ada satu hal yang mengganjal, di masa lalu mereka sempat berhubungan dengan suatu proyek entah apa. Saya juga masih menyelidiki hal itu". Jawab Iptu wahyu.

"Proyek ya,,lalu apakah ada orang lain yang terlibat dalam proyek itu?". Akp budi memainkan pulpennya sambil menyandarkan punggungnya di kursi.

"Iya, ada beberapa orang lagi yang terlibat. Faktanya, semua orang yang terlibat di dalam proyek itu saat ini menjadi pimpinan tempat hiburan di kota ini". Iptu wahyu berdiri di hadapan Akp budi.

Akp budi mengangguk "Sepertinya kita mulai menemukan titik terang. Selidiki proyek apa yang mereka jalankan di masa lalu, kemudian sebar anggota kita untuk mengikuti mereka. Karena kemungkinan mereka adalah target selanjutnya". Perintah Akp budi yang langsung disetujui oleh iptu wahyu.

"Siap komandan".

"Lalu bagaimana dengan pelaku penyerangan, apakah ada pergerakan dari mereka?".

"Sepertinya akhir akhir ini belum ada pergerakan dari para pelaku. Kami akan berusaha semaksimal mungkin untuk menuntaskan penyelidikan ini".

"Baik, kalau begitu kamu boleh melanjutkan pekerjaan kamu".

"Siap". Iptu wahyu meninggalkan ruangan atasannya.

***

Amara berangkat ke sekolah lebih awal karena ia ingin menyelidiki seluruh sudut sekolah. Mungkin saja ia akan menemukan petunjuk. Amara sudah sampai di samping gedung sekolah yang dihalangi oleh tembok tinggi. Saat amara berjalan menuju gerbang depan, samar samar ia mendengar suara laki laki yang berada dibalik tembok sedang bercakap cakap.

"Bagaimana persiapan kalian untuk penyerangan lusa?". Terdengar suara laki laki dari balik tembok.

Amara menghentikan langkahnya guna mempertajam pendengarannya.

"Bagus, kalau begitu lusa saya ingin mendengar berita kehancuran paradise club". Suara laki laki tadi kemungkinan sedang berbicara melalu saluran telepon. Karena tidak ada suara lain selain dia.

'ini... Jangan jangan pelakunya' batin amara kemudian mendekatkan telinganya di tembok sekolah.

"Seperti biasa, jangan bunuh pimpinannya. Buat dia lumpuh untuk selama lamanya". Amara yang mendengar percakapan itu membulatkan matanya lalu bergegas berlari dengan kencang menuju sekolah.

'ini adalah kesempatan, saya harus tahu siapa pelaku penyerangan ini' amara berlari menuju taman sekolah. Karena yang ia tahu, lokasi suara yang tadi didengar berasal dari taman sekolah.

Amara sampai di taman sekolah.

Dengan napas tersengal sengal, ia melihat sekeliling dan alangkah terkejutnya bahwa yang ia lihat adalah sosok yang sangat ia kenal. Ya, valdo yang sedang duduk di kursi taman dengan memakai headset sambil membaca buku. Tidak ada orang selain dia yang ada disana.

Valdo melihat ke arah amara "ngapain lo diam disitu?". Amara menghampiri valdo dengan tatapan menyelidik. "Kamu sendirian disini? Nggak ada siapa siapa lagi gitu?". Tanya amara yang sudah berada di samping valdo.

"Lo liat orang selain gue nggak disini?". Melepas sebelah headsetnya sambil memandang mata amara.

"Nggak ada, tapi kamu udah lama duduk disini? Nggak liat ada siapa gitu yang sempat kesini?". Alis amara mengerut.

"Kayaknya emang lagi tren ya, pertanyaan dijawab sama pertanyaan. Lo tuh bawel banget tau nggak". Valdo melangkah meninggalkan amara dengan wajah kesal.

'apakah valdo pelakunya? Tapi suara yang tadi saya dengar agak berbeda. Tapi tidak ada orang lagi selain dia disini. Tapi...tapi...tapi' banyak pertanyaan di dalam pikiran amara membuat gadis ini mengacak asal rambutnya.

Amara berjalan menuju kelas sambil memikirkan kejadian barusan. Tak terasa ia sampai dikelasnya. "Selamat pagi silvie, tumben lo udah sampe pagi pagi gini". Ruben menyambut kedatangan amara dengan ramah.

Sapaan ruben membuyarkan lamunan amara. "Ah iya,,tiba tiba saya mau sarapan di sekolah. Makanya sengaja datang pagi pagi. Kamu sendiri mau sarapan disini juga?".

Ruben mengeluarkan dompetnya dari dalam tas lalu memasukan ke saku celananya. "Iya, gue juga mau sarapan. Kebetulan gue belum makan apa apa dari rumah. Kalo gitu ayo kita ke kantin". Ruben berjalan diikuti oleh amara.

Saat perjalanan menuju kantin, mereka mendengar suara dari dalam kelas.

"hhmmpp,,,hhmmpp,,,aah,,yang jangan disini. Nanti kalo ketauan gimana?". Suaranya berasal dari seorang gadis diikuti dengan suara laki laki.

"Tenang aja, belum ada yang datang pagi pagi begini".

Mendengar percakapan dari dalam kelas tersebut membuat suasana antara amara dan ruben menjadi canggung.

Sambil berjalan menuju kantin, mereka berdua saling lirik tidak ada yang berani berbicara.

'haduh, suara yang tadi aja belum ketemu. Sekarang malah denger suara yang nggak nggak' amara merutuki dirinya di dalam hati. Heran ada apa dengan hari ini hingga harus mendengar suara misterius berkali kali.

"Ehm...".

Ruben berusaha memecah kecanggungan mereka. "Lo mau sarapan apa?".

"Hah,,apa,,oh kayaknya bubur ayam enak deh". Amara salah tingkah menjawab pertanyaan yang ditujukan untuknya.

"Bubur ayam ya,,boleh juga. Kali ini gue yang traktir". 

***

Sepulang sekolah, amara bergegas melaporkan temuannya kepada atasannya terkait suara perintah penyerangan dari balik tembok.

"Rubah melapor, akan ada penyerangan lagi di paradise club lusa malam. mohon siagakan anggota rahasia kita di sana karena kemungkinan besar mereka akan beraksi lagi". Permintaan amara agar dapat mencegah aksi penyerangan lagi.

"Terima kasih informasinya. Upayakan gerakan kita tidak diketahui pihak manapun termasuk pihak paradise club. Kita bagi beberapa bagian, lima belas orang menyamar sebagai pengunjung, sisanya bersiaga di luar lokasi". Perintah Akp budi kepada seluruh jajarannya.

"Siap komandan". Seluruh anggotanya bersiap untuk bergerak untuk menangkap pelaku penyerangan beruntun tersebut.

'semoga kami dapat menghentikan aksi mereka' amara berdoa dengan sungguh sungguh di dalam hati.

Amara juga bergegas menyiapkan peralatannya untuk ikut dalam operasi penyergapan tersebut. walaupun kemungkinan otak dari penyerangan tersebut tidak ikut, tapi minimal ia bisa menangkap 'ekor'nya. sehingga siapa dapang dibalik peristiwa ini dapat terungkap.

Di dalam kamar kos, amara sedang mempersiapkan diri untuk ikut dalam operasi penyergapan. Tak lupa ia membawa senjata api dan borgol yang diletakkan di dalam jaket berbahan jeans itu.

Dengan memakai topi, kaus berwarna hitam, celana jeans dan sepatu sneakers agar amara bisa bergerak dengan leluasa. Persiapan dirasa sudah cukup, gadis manis itu segera berangkat ke kantor polisi guna mengikuti briefing sebelum operasi penyergapan.

Briefing dibuka dengan arahan dari AKP budi.

"Selamat sore semuanya". Ucapan Akp budi yang langsung dijawab oleh seluruh anggotanya.

"Selamat sore pak".

"Menurut informasi yang didapatkan, malam ini kita akan melaksanakan operasi penyergapan yang berlokasi di paradise club. Seperti rencana awal, bahwa lima belas orang akan menyamar menjadi pengunjung disana. Sedangkan sisanya akan berjaga di luar club. Ingat, jangan sampai pergerakan kita diketahui oleh pihak manapun termasuk pihak paradise club". Arahan Akp budi didengar serius oleh seluruh anggotanya. Lalu ia melanjutkan dengan pertanyaan.

"Apakah ada pertanyaan?".

"Pak, izinkan saya menyamar sebagai pengunjung". Pinta amara karena mungkin dia akan mengenali salah satu dari pelaku.

"Tidak, kamu tetap berjaga di luar. Karena wajah dan postur tubuh kamu tidak cocok jika menyamar sebagai pengunjung. Nanti dikira kamu siswa sekolah yang nyasar disana". Kalimat barusan membuat seluruh anggota yang mengikuti operasi penyergapan tertawa terbahak bahak. Raut wajah amara terlihat antara kecewa dan malu.

Memang dengan wajahnya dan postur tubuhnya, orang orang banyak yang tertipu dengan mengira amara masih berusia belasan tahun.

"Baiklah, jika tidak ada pertanyaan lagi. Kita mulai operasi penyergapan malam ini. Semoga tuhan melindungi kita semua dan kasus ini dapat segera diselesaikan". Seluruh anggota memanjatkan doa dengan keyakinannya masing masing.

***

Waktu menunjukan pukul dua belas malam. Seluruh anggota kepolisian yang menyamar sudah menempati area masing masing. Amara sendiri sedang duduk di minimarket yang berada tepat di seberang paradise club. Sambil memakan camilan dan minuman ringan agar penyamarannya terlihat senatural mungkin.

"Hei adik manis, malam malam sendirian aja". Suara laki laki tak dikenal datang menghampiri. Amara diam saja tidak menjawab.

Mengacuhkan pertanyaan yang ditujukan kepadanya.

"Wah, anak kecil sombong banget. Apa perlu gue aja seneng seneng biar lo nggak berlagak lagi?". Laki laki itu justru menantang amara dengan makin mendekatkan dirinya disamping amara.

"Ehmm...kalo lo berani macem macem, gue pastiin malam ini gue bikin lubang di kepala lo". Tiba tiba anggota kepolisian lain datang menghampiri mereka dengan sedikit mengeluarkan gagang senjata api dari balik jaketnya.

"Ma...ma...maaf. saya cuma bercanda. Kalo gitu saya pergi". Laki laki tadi ketakutan setelah melihat senjata api tadi lalu pergi meninggalkan amara.

"Aduuh, lain kali kamu jangan begitu. Gimana kalau penyamaran kita terbongkar. Belum nyergap udah ketauan duluan". Amara menutup sebelah wajahnya dengan tangan kanan.

"Maaf, abis saya nggak suka kamu diganggu seperti tadi". Anggota kepolisan yang lain memasang wajah memelas di depan amara.

"Tapi bukan begitu caranya. Kalau begitu kamu bisa kembali ke posisi awal". Perintah amara langsung dituruti dengan pria tadi kembali ke posisinya.

Setengah jam menunggu, terlihat segerombolan pria yang mengenakan pakaian serba hitam datang dan memasuki paradise club. Mereka membawa berbagai macam senjata mulai dari pemukul bisbol, tongkat golf sampai parang.

Setelah gerombolan itu masuk, terdengar suara gaduh yang dapat dipastikan kalau di dalam sana sedang terjadi penyerangan. Anggota yang menyamar di dalam club langsung bergerak begitupun dengan anggota yang berada di luar.

"Sial...ternyata kita di sergap". Salah satu pelaku berbicara.

"Kalau begitu sekarang kita harus mundur dulu. SEMUA, MUNDUUUURRRR...". perintah salah satu pelaku.

Gerombolan itu dengan cepat menyebar dan keluar dari dalam club. Banyak yang lolos, tapi sial bagi pelaku yang kalah cepat. Mereka dengan mudah dapat tertangkap.

Polisi yang berada di luar langsung melepaskan tembakan ke arah pelaku yang kabur. Ada yang tertangkap tapi tidak sedikit pula yang lolos.

Amara mengejar salah satu pelaku yang kabur ke dalam gang kecil yang gelap. Ternyata itu adalah jebakan. Disaat amara sedikit lagi menjangkau pelaku, ada sekitar empat orang yang telah menunggunya.

Mereka berkelahi, satu orang wanita melawan lima orang laki laki. Amara yang kewalahan tak sengaja menjatuhkan senjatanya entah kemana. Gang yang gelap membuat ia tidak bisa melihat dimana senjatanya terjatuh.

Amara memutuskan mundur dan berlari menghindari kejaran mereka. Disaat amara berlari, tidak sengaja ia menabrak seseorang.

bruuk...

"aduuh maaf". Amara jatuh terduduk dan topinya lepas dari kepala.

"Ngapain lo tengah malam ada disini?". Amara mengangkat wajahnya lalu terkejut. Ternyata orang yang ditabrak barusan adalah valdo.

"Oh..itu..saya nyasar terus dikejar preman". Sambil sesekali menengok ke belakang khawatir ia masih di kejar para pelaku tadi.

Valdo menarik tangan amara membantunya agar bisa berdiri. Dari jauh terdengar suara beberapa pria yang sedang berlari mengejar sesuatu.

"Kayaknya tadi dia pergi ke arah sini".

"Lepas jaket lo". Valdo yang mendengar suara mereka langsung memerintahkan amara untuk melepaskan jaketnya.

"Kenapa di lepas?". Amara kebingungan dengan perkataan valdo.

"Udah lepas aja". Valdo melemparkan jaket amara di tempat yang tidak terlihat lalu berkata "Sorry...".

Amara mengerutkan keningnya, "minta maaf untuk ap...".

"Hhmmpp..." Kalimat amara terhenti tatkala valdo mendekatkan wajahnya dan menempelkan bibirnya ke bibir amara. Rasanya lembut, hangat dan manis.

Amara terkejut, Badannya langsung tidak bisa bergerak. Sepertinya otak dan dan tubuhnya sedang tidak bisa diajak kerjasama.

Gerombolan laki laki yang mengejarnya terdengar semakin mendekat, amara memejamkan matanya agar tidak terlihat mencurigakan dimata para pelaku tadi.

Kedua bibir yang awalnya hanya menempel, saat ini melumat dengan lembut membuat bulu kuduk amara terasa meremang.

Gerombolan tadi berlari begitu saja melewati valdo dan amara tanpa curiga sedikitpun. Saat mereka sekiranya telah jauh, valdo melepas ciuman lalu menengok kearah para lelaki tadi. Ia mengambil jaket amara yang sebelumnya dilempar ke tempat yang gelap.

Amara masih diam mematung, jantungnya berdebar berdetak dalam tempo yang tidak normal. Ibarat didalam jantungnya sedang terjadi bencana alam tsunami, puting beliung, gempa bumi, tanah longsor, banjir bandang. Aaarrrggghhh itu adalah ciuman pertama amara selama hidup dua puluh tiga tahun.

Masih dalam keadaan melamun, valdo menarik tangan amara untuk meninggalkan tempat tersebut. Dalam perjalanan amara tersadar lalu menarik tangannya yang di genggam oleh valdo.

"Lepasin tangan saya. Berani beraninya kamu cium saya padahal kita nggak ada hubungan apa apa". Antara marah dan malu, amara berbicara dengan emosi.

"Kalo gue nggak cium lo, gue pastiin para preman itu masih ngejar ngejar lo. Lagian tadi gue udah minta maaf sebelumnya". Valdo berbalik melihat amara.

"Tapi saya nggak tau kalo ternyata kamu bakal cium saya. Kamu tau, kalo itu tuh ciuman pertama saya. Tapi kamu ambil gitu aja". Mata amara memerah.

Valdo menarik dan membuang nafasnya kasar. "Lo juga perlu tau, kalo itu juga ciuman pertama buat gue. Padahal niat gue buat nyelametin lo. Tapi ya udah kalo lo nggak terima". Valdo berjalan meninggalkan amara.

Amara mengikuti langkah valdo keluar dari gang sempit dan gelap itu.

"...sih". Suara lirih amara sesaat mereka keluar dari gang tersebut.

"Apa...?". Valdo bertanya.

"Terima kasih...dan maaf karena sudah marah marah sama kamu". Amara masih dalam keadaan menunduk.

"Yuk gue anter". Ajak valdo sambil melangkah kembali.

"Kemana?". Amara bingung.

"Ke rumah lo lah,,masa ke kosan gue". Langkah amara terhenti.

"Nggak perlu,,terima kasih. Kita berpisah disini saja". Pinta amara berpikir jangan sampai valdo tahu lokasi kos amara.

"Lo mau ketemu preman kayak tadi?". Amara berpikir sejenak memikirkan alasan agar valdo tidak mengantarnya.

"Saya bisa pesan ojek online. Kalau kita jalan kaki kayak gini jauh banget. Kapan mau sampainya". Akhirnya amara mendapat alasan yang masuk akal.

Valdo diam sejenak, sampai akhirnya ia setuju dengan alasan gadis yang ada di depannya.

"Oke, tapi gue bakal disini sampai lo dapet ojek onlinennya".

"Siap bos". Amara tersenyum mendengar jawaban valdo.

Degg...valdo melihat senyum di wajah amara, seketika membuat irama jantungnya berdebar tak karuan.

Setelah amara pergi menaiki ojek online, valdo yang masih berdiri disitu memegang dadanya dan batinnya berkata 'apakah ini...?'.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status