Share

Emosi Valdo

"Silvie, lo di panggil bu winda di ruang guru" dimas yang menjabat sebagai ketua kelas menyampaikan perintah dari bu winda.

Amara menoleh lalu berucap "oke, nanti saya kesana".

"Ada apa ya lo dipanggil sama bu winda?" Maya yang bingung kenapa temannya sampai dipanggil wali kelas mereka.

"Nggak tau. Kalo gitu saya ke ruang guru dulu ya".

Berjalan melewati lorong sekolah menuju ruang guru, amara secara tidak sengaja berpapasan dengan valdo. Namun valdo yang memiliki karakter dingin sama sekali tidak menoleh saat mereka berpapasan dan langsung melewati amara untuk melanjutkan perjalanannya.

"Dasar introvert". Amara bergumam setelah melewati valdo hingga ia tak sadar bahwa ruben telah berada tepat di hadapannya.

Bruuk...

"aduh maaf saya nggak lihat kalo ada orang di depan". Amara yang tidak memperhatikan sekitar tidak sengaja menabrak siswa yang ada dihadapannya.

"Siapa sih yang lo bilang introvert, sampai nggak liat kalo ada gue di depan lo".

"Oh,,ruben. Nggak kok. Siapa yang ngomong introvert".

"Jangan bohong, barusan gue denger tau". Senyum ruben yang selalu ditunjukan ke semua orang karena memang kepribadiannya yang ramah.

"Pasti buat valdo kan, siapa lagi yang introvert di sekolah ini kalo bukan dia, haha. Eh tapi lo udah kenal sama valdo?".

"Kepo kamu. Iya, beberapa hari yang lalu saya nggak sengaja ketemu dia di taman".

"Yaah itu anak emang sering ke taman kalo istirahat cuma buat numpang tidur. Ngomong ngomong lo mau kemana?".

"Saya mau ke ruang guru tadi di panggil bu winda".

"Wah, anak baru udah di panggil sama guru. Emang lo abis ngelakuin apa?".

"Ish sembarangan. Saya juga nggak tau kenapa di panggil bu winda. Ya udah saya kesana dulu ya".

"Mau gue temenin nggak?".

"Nggak usah. Emang saya anak kecil harus di temenin segala".

Tok...tok...tok...

"Selamat pagi bu winda. Ibu manggil saya?".

Bu winda menoleh ke depan, melihat ternyata amara sudah ada di depan pintu ruang guru.

"Ia betul, silahkan masuk silvie". Amara melangkah memasuki ruang guru.

"Ada apa ya bu?".

"Saya langsung ke intinya saja. Mulai besok kamu pindah ke kelas III IPA 2 ya. Bukannya kamu buat salah. Tapi setelah kami melihat data siswa antara kelas IPA 1 dan IPA 2, jumlahnya tidak seimbang. Awalnya kami menempatkan kamu di kelas IPA 1, dikarenakan nilai nilai kamu yang sangat bagus. Jadi karena kamu adalah siswa pindahan, kamulah yang di pindahkan di kelas IPA 2". Bu winda memberikan penjelasan kepada amara.

"Baik bu. Saya pikir saya melakukan kesalahan. Kalau gitu besok saya langsung masuk ke kelas IPA 2 ya".

"Iya, besok kamu langsung saja masuk ke kelas IPA 2. Ibu juga sudah membicarakan kepindahan kamu dengan pak burhan, wali kelas kamu di kelas IPA 2. Kalau begitu kamu boleh kembali ke kelas".

"Baik, terima kasih bu".

'Kebetulan sekali. Dengan begitu saya jadi bisa mendekati ruben agar bisa lebih tahu seluk beluk sekolah dan orang orang disini. Akan saya manfaatkan dia'. Batin amara sambil keluar meninggalkan ruang guru dan kembali ke kelasnya.

Dia berencana mendekati ruben karena tau bahwa tidak ada orang selain ruben yang sangat mengenal seluk beluk lingkungan sampai orang orang di sekolah tersebut.

Sesampainya di kelas, amara langsung diberondong pertanyaan oleh maya. "Lo lama banget sih silv. Gue kan kepo kenapa lo dipanggil sama bu winda".

"Ish,,kepo kok dipelihara. Tuyul tuh pelihara, kali aja jadi orang kaya".

"Gue sih ogah pelihara tuyul, nanti minta digendong gue yang repot. Haha. Ngomong ngomong, jadi tadi kenapa lo dipanggil bu winda?".

"Besok saya pindah ke kelas IPA 2. Karna jumlah kelas ini dan sebelah beda jauh. Jadi saya yang dipindahkan kesana".

"Apa..??! yah nggak seru dong. Nanti gue duduk sendirian lagi. Kenapa nggak si intan aja tuh yang dipindahin kesana. Disini juga kerjaannya cuma nyampah doang".

"What..?! Besok lo pindah kelas silv?". Annga menoleh ke belakang, agar wajahnya berhadapan dengan maya dan amara.

"Ah elah angga, lo ngagetin aja. Lagian lu main nyamber aja kayak listrik koslet".

"Kok tau sih kalo gue ini listrik. Listrik yang selalu menggetarkan jiwamu may". Goda angga yang di balas senyum aneh ala maya.

"Amit amit tujuh turunan. Jiwa gue auto jadi kutub kalo liat lo angga. Kaku, beku, dingin, pokoknya nggak ada kehidupan deh".

"Kalian ini ribut terus. Biasanya jodoh lho". Goda amara yang membuat maya dan angga langsung menoleh ke arah amara.

"Huek..." Spontan maya dan angga bersamaan.

"Tuh kan, sampai muntah aja barengan".

"Ih, Omongan lo bikin gue merinding tau nggak silv".

***

"Halo tuan introvert, mau ikut ke kelas sebelah nggak?". Ruben melihat ke arah valdo yang duduk di sebelahnya.

"Nggak, gue mau ke taman. Paling lo mau ketemu anak baru. Lagian sejak kapan lo manggil gue introvert hah".

"Sejak barusan. Ternyata emang panggilan itu cocok buat lo. Hehehe. Ya udah, gue mau kesana dulu".

"Terserah".

Ruben berjalan masuk ke kelas IPA 1 dan langsung mendapati amara yang sedang berbincang dengan maya dan angga.

"Ehm, kayaknya ada yang mau pdkt ni. Lo pasti kesini mau nyariin silvie kan".

"Hehe, Tau aja lo may". Ruben duduk tepat di depan amara.

"Besok lo udah nggak usah cari cari silvie lagi ke sini. Karena besok dia pindah ke kelas lo". Ucap maya memberikan info ke ruben.

"Seriusan...?? pucuk di cinta silvie pun tiba. Eh tapi beneran besok lo pindah ke kelas gue?". Raut wajah ruben berubah semangat mendengar perkataan maya.

"Iya betul, besok saya pindah ke kelas kamu. Tadi bu winda bilang gitu waktu saya dipanggil beliau".

"Kalo gitu besok lo duduk sama gue aja. Tenang, nanti valdo gue suruh pindah. Dia mah ditaro belakang juga nggak apa apa".

"Yakin? Nggak apa apa kok, saya bisa duduk dimana aja".

"Beneran. Besok lo duduk sama gue". Ruben menggenggam tangan amara.

Melihat keaktifan ruben mendekati amara, maya berkata "Kirain lo nggak tertarik sama cewek, abis selama ini gue nggak pernah liat lo deketin cewek apalagi pacaran".

"Sembarangan lo kalo ngomong. Gue itu bukannya nggak mau pacaran. Tapi gue nunggu yang bisa menggetarkan hati gue. Emangnya lo, pacaran kayak ganti baju. Nggak sampe sehari udah ganti lagi".

"Itulah nasib cewek yang terlalu mempesona ben. Gue cuma mau ngasih mereka kesempatan buat ngerasain pacaran sama gue walau sebentar. Jadi adil kan semua kebagian".

***

Amara untuk pertama kali melangkah masuk ke dalam kelas IPA 2. Baru saja satu langkah dari pintu masuk, terlihat ruben melambaikan tangan ke arahnya lalu menepuk kursi yang ada disebelahnya pertanda mengajak amara untuk duduk di situ. Amara tersenyum sambil melangkahkan kaki menghampiri ruben lalu duduk disampingnya.

"Selamat bergabung di kelas IPA 2 tercinta untuk silvie ku tercinta".

"Ish,,lebay kamu ben".

"Ya namanya orang lagi seneng".

"Ngomong ngomong valdo pindah kemana?".

"Kok yang ditanyain valdo sih? Tuh nanti pas dibelakang lo".

"Nggak,,saya nggak enak aja dia sampe dipindahin gara gara saya".

"Panjang umur,,tuh orangnya nongol".

Valdo melangkah memasuki kelas, melihat sekilas ke arah amara lalu mendudukan diri tepat dibelakang gadis itu.

"Kenapa? Lagi pada ngomongin gue?". Ucap valdo, setelah lelaki itu mendudukan dirinya di kursi belakang.

"Iya ni silvie lagi nanyain lo".

"Bohong,,saya cuma mau tau kamu bakal duduk dimana setelah saya duduk disini". Jawab amara gugup.

"Bangku disini banyak. Ngapain jadi lo yang mikir".

"Saya itu cuma nggak enak sama kamu tapi kalau tau begini saya nyesel udah mikirin".

"Ya udah nggak usah dipikirin, gue juga nggak nyuruh".

"Ya ampun ternyata kalian udah seakrab ini ya. Asal tau aja silv, baru sekarang loh valdo ngomong sampe segini banyaknya. Salut gue sama lo". Ruben bertepuk tangan.

Ditengah tengah obrolan mereka, para siswa yang lain tengah memperhatikan interaksi ketiga orang tersebut. Antara bingung karena baru kali ini ruben dan valdo bisa begitu akrab dengan siswa lain. Walau ruben dikenal ramah, tapi tidak pernah sampai begitu antusias apalagi sampai mempersilahkan siswa lain untuk duduk disebelahnya. Terlebih kondisi valdo juga yang biasanya ditegur pasti cuek.

Tapi didepan siswi baru tersebut bisa sampai mengeluarkan beberapa kalimat. Mungkin jika boleh dicatat, hal tersebut bisa masuk ke dalam keajaiban dunia.

"Liat deh, itu kan siswi pindahan dari kelas IPA 1. Dia kok bisa akrab gitu ya sama ruben apalagi valdo. Pake ilmu apaan tuh". Gerutu siswa lain yang melihat interaksi ketiga siswa tersebut.

"Iri..?bilang bos. Hahaha". Jawab siswa disebelahnya.

"Siapa yang iri. Aneh aja gitu selama tiga tahun ini kan mereka berdua nggak terlalu deket sama cewek. Eh tau tau siswi baru yang bisa deketin mereka".

"Liat dong, dari muka aja udah keliatan beda sama lo. Gue akuin dia itu imut. Nggak kayak lo yang kalo di tabok langsung ngebul. Ketebelan bedak sih lo".

"Aah sialan lo".

Tak lama bel tanda masuk berbunyi. Pak burhan masuk ke kelas karena kebetulan mata pelajarannya di jam pertama.

"Selamat pagi semua, langsung kita mulai saja pelajaran kita tapi sebelumnya akan bapak absen".

"Ahmad minniatur rahman".

"Hadir pak".

"Budi nugroho".

"Hadir".

...

"Silvie ananda syarif".

"Saya pak".

"Oh iya, sekalian saya umumkan. Mulai hari ini kelas IPA 2 kedatangan siswi pindahan yg sebelumnya dari IPA1. Silvie, untuk seluruh materi kamu bisa tanya teman teman disini sudah sampai mana".

"Baik pak".

Tak terasa satu setengah jam pelajaran berlangsung. Para siswa yang sudah jenuh bisa bernafas lega karena saat ini pelajaran matematika lah yang diajarkan.

"Oke, pelajarannya cukup sampai disini. Tolong buat kelompok 3 orang untuk pengerjaan tugas kali ini. Saya harap minggu depan sudah selesai semua".

"Pas banget, fix kalo gitu kita bertiga jadi satu kelompok". Ruben bersemangat membentuk kelompok sendiri yang beranggotakan silvie, valdo dan dirinya sendiri.

"Terserah, asal tu cewek nggak nyusahin aja".

"Nggak terbalik? Saya pikir kamu yang bakal nyusahin. Kerjaannya aja tidur terus". Amara mengetucutkan bibirnya. Membuat gadis itu terlihat makin imut.

"Kalian tuh ya kayak tom and jerry tau nggak. Daripada berantem terus, langsung tentuin aja dimana dan kapan kita mau kerjain tugas ini". Melerai perdebatan antara valdo dan amara.

"Gue ikut aja". Valdo menanggapi.

"Gimana kalo di rumah lo silv". Ruben membuka suara.

"Jangan". Jawab amara panik.

"Lho,,kenapa?".

"Bukan apa apa, saya belum terbiasa aja kalo ada temen yang ke rumah apalagi cowok. Ayah saya kurang suka ada cowok yang deket sama saya".

"yah, sayang banget. Padahal gue pengen tau dimana rumah lo silv".

"Lain kali aja ya".

"Oke deh. Valdo, gimana kalo di kosan lo aja?".

"Terserah tapi jangan hari ini. Gue ada urusan diluar".

"Loh, kamu ngekos do?". Amara langsung melihat ke arah valdo.

Bukannya valdo yang menjawab, justru ruben yang mewakilinya. "Hm,,lo kaget anak sekolah udah ngekos?".

"Iya,,biasanya kan anak sekolah masih tinggal sama orangtua".

Kalimat amara sontak membuat wajah valdo menegang. Menutup buku lalu berdiri untuk melangkah keluar kelas.

"Gue ke toilet dulu".

"Dia kenapa? Keliatannya nggak suka banget".

"Lain kali lo jangan bahas orangtua valdo ya silv karena itu sensitif banget buat dia. Orangtuanya meninggal saat tragedi penyerangan imperial club beberapa bulan yang lalu".

Membulatkan matanya, amara dibuat penasaran. "Serius? Kamu tau dari mana".

"Iya. Gue pernah denger kabar begitu. Tapi lo nggak perlu tau gue dapet kabar dari mana. Udah ah jangan dibahas lagi. Gue nggak enak kalo valdo sampe denger kita lagi bahas ini".

'Bukankah tragedi imperial club adalah penyerangan pertama yang terjadi? Dan dari awal sampai terakhir penyerangan belum pernah ada korban jiwa. Ruben yang berbohong atau ada informasi yang sengaja ditutup tutupi'. Batin amara mulai mencurigai seseorang.

Tanpa diketahui, obrolan amara dan ruben dari awal terdengar oleh valdo membuat ia mengepalkan tangan dari balik pintu kelas. Valdo melangkah menuju toilet dengan langkah cepat. Berdiri di depan wastafel, valdo mencuci mukanya dengan kasar untuk menghilangkan emosi yang sudah mau meledak. Memukul wastafel sambil membuang nafasnya kasar. Setelah emosinya lumayan stabil, dengan malas valdo melangkah menuju taman.

Tring,,

Suara aplikasi hijau dari smartphone ruben berbunyi.

[Valdo]

"Bilang guru, gue izin nggak enak badan".

[Ruben]

"Lo kenapa?".

[Valdo]

"Nggak, gue mau tidur sebentar di taman".

[Ruben]

"Dasar lo. Lama lama bisa jadi penghuni tetap taman sekolah".

Ruben memasukan smartphonennya kedalam saku celana lalu membuang nafasnya.

"Kenapa ben?" Tanya amara melihat tingkah siswa disebelahnya yang pasrah

"Valdo izin nggak masuk pelajaran kedua. Katanya nggak enak badan. Padahal dia tidur di taman".

"Apa karena omongan saya tadi ya".

"Kayaknya sih gitu. Makanya lain kali jangan bahas hal itu lagi di depan dia ya".

'kayaknya saya harus mulai menyelidiki valdo'. batin amara mulai membuat rencana.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status