Share

BAB 5 "Teror Penghuni Baru"

Di rumah sakit, Azzura ditemani oleh Alan bertemu dengan seorang dokter ahli jantung pria yang menangani penyakit jantung Azzura selama ini, sekaligus juga dokter yang mengoperasi jantungnya satu bulan lalu.

"Zura, jantungmu baik-baik saja," ucap sang dokter sambil meletakkan stetoskop di dada Azzura yang duduk di atas ranjang pasien. Mendengar itu, sontak saja Azzura mengulas senyum tipis, sementara Alan tersenyum lega.

Ya ... Azzura tampak tak percaya kala mendengar pernyataan sang dokter bahwa jantungnya baik-baik saja. Mengapa tidak? Karena ia sudah tiga kali merasakan sakit di jantungnya, dan secara tiba-tiba hingga beberapa menit.

"Kalau kau masih tidak percaya, kau bisa mendengar suara jantungmu yang baru." Dokter pria bertubuh gempal yang tidak begitu tinggi tersebut memasangkan stetoskop miliknya di telinga Azzura.

"Dug ... dug ... dug ...." detak jantung baru Azzura terdengar sangat normal. Azzura pun tersenyum lebar dan wajahnya tampak senang, kala mendengar suara jantung barunya itu.

"Kau dengar, kan? Detaknya sangat kencang dan stabil," kata dokter jantung itu.

Tanpa ragu Azzura mengangguk. "Ini adalah musik paling indah yang pernah kudengar selama hidupku," tutur perancang busana ini.

Penuturan Azzura tersebut kontan membuat Alan dan sang dokter tertawa bahagia. "Kau hidup Azzura," ujar dokter pria tersebut sambil melepaskan stetoskopnya dari telinga Azzura.

"Meski sudah satu bulan sejak operasi jantungmu, kita tetap harus hati-hati melihat reaksi tubuhmu." Dokter tersebut berjalan ke meja kerjanya dan duduk di kursinya, sementara Azzura mengancingkan kancing bajunya lalu turun dari ranjang pasien dibantu dengan Alan.

"Kuingatkan kau bahwa jantung ini dalam kondisi sempurna. Tapi ini penghuni baru di tubuhmu. Kau harus melakukan pemeriksaan rutin, tes darah, biopsi, dan EKG sepanjang hidupmu," terang dokter tegas kepada Azzura dan Alan yang kini telah duduk di hadapannya. "Apa kau mengerti?" tanya pria berkepala plontos ini.

"Tenang saja, aku tak akan menjadi budak jantung ini. Dia harus beradaptasi denganku," balas Azzura. Lalu ia bersama Alan dan sang dokter tertawa.

"Tapi, Dok, jika jantung baruku benar baik-baik saja, lantas kenapa belakangan ini aku merasa jantungku suka tiba-tiba sakit? Seingatku sudah tiga kali dadaku sakit," beber Azzura sembari menatap sang dokter bingung.

"Hhhhh ...." Sang dokter menghela nafas panjang. Namun kemudian, ia tersenyum kepada Azzura. "Azzura, dada yang terasa sakit itu adalah gejala berbagai penyakit yang berbeda, bukan hanya masalah jantung. Dan rasa sakit di dadamu itu adalah gejala sakit dada yang bukan khas penyakit jantung. Ada hal tertentu yang bisa memicu munculnya nyeri di dada, misalnya ketika kau berolahraga, mengalami stres secara emosional, atau sehabis makan makanan berat. Biasanya rasa nyeri berlangsung kurang dari 10 menit, lalu hilang sendiri," beber dokter.

"Ya ... belakangan ini aku agak stres memikirkan persiapan grand opening untuk butik keduaku, yang baru dua hari ini resmi dibuka," ungkap Azzura dengan tenang. "Dan, aku juga stres memikirkan siapa pemilik jantungku yang baru." Azzura menatap dokter dengan wajah murung.

Dokter lantas terkekeh dan menggeleng tak habis pikir karena ternyata Azzura masih saja bersikeras ingin mengetahui pemilik jantungnya yang baru. "Azzura, aku bukan tak ingin memberi tahumu. Tapi pemilik jantungmu yang baru, dan rumah sakit yang melarangnya," terangnya.

Pernyataan sang dokter membuat Azzura akhirnya pasrah, dan tak lagi memaksa dokternya itu memberi tahu sosok pemilik jantungnya yang baru kepadanya. Setelah itu, Azzura dan Alan pergi meninggalkan ruang dokter.

***

Ketika tengah malam, saat Azzura terlelap dalam tidurnya, ia mengalami mimpi buruk. Dalam mimpinya itu, Azzura melihat tangan-tangan piawai mengambil jantung, hati, dan korneanya. Lalu tubuhnya bak sampah di buang ke danau.

Visual dalam mimpi itu, seketika membuat Azzura terbangun dengan nafas tersengal-sengal dan raut wajah panik yang dipenuhi keringat dingin. Lalu detik berikutnya, Azzura turun dari kasur, dan berjalan keluar kamar tidur sambil menelepon ibunya—Nara.

"Lupakan mimpi mengerikan itu, Zura. Sekarang, kau punya pekerjaan yang kau sukai dan popularitas. Kau memiliki kehidupan yang membuat orang iri. Satu-satunya yang kau perlukan adalah menikmati yang kau punya," terang Nara. Lalu ia menutup teleponnya.

Bersamaan dengan itu, Alan yang berdiri dan diam-diam mendengar percakapan Azzura dan Nara di telepon, menghampiri Azzura yang duduk di meja makan ditemani segelas air. "Hey, ada apa?" tanya Alan bernada khawatir.

"Hhhhhh ...." Azzura menghela nafas panjang. "Aku bermimpi buruk yang mengerikan," ujar Azzura pada Alan yang kini duduk berhadapan dengannya. "Aku tenggelam, tetapi wajahku berbeda. Mimpi-mimpi ini sungguh gila." Azzura meneguk air di dalam gelasnya hingga tandas.

"Dulu, aku tak pernah bermimpi buruk. Tapi setelah melakukan transplantasi jantung, hati, dan mata, aku mulai bermimpi buruk," beber Azzura.

"Apa ada yang bisa aku bantu?" tanya Alan dengan gagah.

"Entahlah." Azzura mengedikkan bahunya. "Kupikir, aku harus tahu, siapa pemilik jantung, hati, dan juga mata baruku. Agar aku tahu namanya, pekerjaannya, apa yang dia suka dan bagaimana keluarganya," bebernya.

Alan mengangguk mengerti. Lalu ia meraih tangan Azzura dan menggenggamnya. "Aku mengerti, bahwa kau sungguh ingin tahu kepada siapa kau berutang nyawa. Ada penghuni baru di tubuhmu, dan kau sama sekali tidak mengenalnya.Karena itulah, mungkin kau sering bermimpi buruk. Karena kau merasa itu salah," terang Alan lembut.

"Seandainya kau bisa mendengar mimpi itu, organ-organ itu seolah mau menyampaikan sesuatu kepadaku," ucap Azzura pada Alan sungguh-sungguh.

"Aku pikir, jantung, hati, dan mata barumu itu mau memberi tahumu kalau mereka sedang menyesuaikan diri dengan rumah baru mereka." Alan mengulas senyumnya yang memesona pada Azzura.

"Tapi mereka seperti tidak menyukaiku," sanggah Azzura sambil memasang wajah murung. "Kau tahu, saat aku bercermin, aku merasa seolah aku adalah orang lain. Sepintas, tapi bisa kurasakan, Lan," jelas wanita ini.

Lagi, Alan mengangguk sambil tersenyum. "Azzura, orang bilang jika penerima transplantasi cenderung akan berpikir keliru, bahwa bagian dari kehidupan donor telah dipindahkan kepada mereka." Alan mengusap lembut dan pelan tangan Azzura yang ia genggam, sementara Azzura hanya diam seolah ia tidak setuju dengan ucapan Alan.

"Sekarang, jangan banyak berpikir. Bersyukur saja, dan lanjutkan hidupmu dengan baik," tutup Alan malam itu. Dan kemudian ia membawa Azzura kembali ke kamar dan melanjutkan tidur mereka.

***

Esok harinya—di Butik Ruella, Azzura dan asisten pribadinya, Alexa, duduk saling berhadapan di meja kerja Azzura. Dan di waktu ini, Alexa yang sedang haid tiba-tiba meminta pembalut kepada Azzura. Azzura pun langsung memberikannya.

"Kram ini benar-benar mengganggu," cicit Alexa. Ia tampak kesakitan dan memegang perutnya. "Seandainya saja ada sihir yang bisa membatasinya menjadi setahun sekali," ucapnya. Lalu ia pergi ke kamar kecil yang ada di luar ruang kerja Azzura

Sementara itu, Azzura tertawa dan menggeleng. Ia tidak habis pikir dengan penuturan Alexa tersebut. Namun kemudian, Azzura ingat bahwa ia terlambat datang bulan. Karena itu, Azzura pergi ke toilet di ruang kerjanya, dan mencoba aplikasi penguji kehamilan di ponselnya.

"Tidak, mungkin ini salah. Tidak mungkin aku hamil." Azzura terkejut dan lemas, kala hasil tes penguji kehamilan tersebut berkata bahwa ia positif berbadan dua.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status