Mereka berempat terdiam saat menikmati makan malam. Pandangan Ivory mengedar ke seluruh ruangan saat dirinya tak menemukan Max di ruang makan bersama mereka. Dalam batinnya bertanya-tanya ke mana perginya pria itu dan apakah ada hubungannya dengan apa yang telah terjadi di antara mereka? Mirielle pun sejak tadi tidak membuka omongan mengenai Max seolah ia tak peduli. Atau seakan-akan Max bukanlah anggota keluarga mereka. Ivory memaksakan senyumnya kala Marion dan William menanyakan banyak hal padanya. Dan tak ada satu pun dari pertanyaan mereka yang merujuk ke arah Max. Ivory lantas mengurung diri dalam kamar saat mereka sudah menyelesaikan makan malam mereka. Ia tak peduli andai keluarga Reynz menganggapnya tak sopan, ia hanya sedang tidak ingin berkomunikasi dengan siapa pun. Kecuali Max, mungkin. Karena hanya pria itu yang bertanggung jawab atas suasana hatinya kali ini. Ia berhutang banyak penjelasan terhadap Ivory.
Ketiganya terdiam, gamang akan pikiran yang ada di kepala masing-masing. Ivory dengan pilihan apakah akan kembali pada Benjamin atau tetap bersama Max, begitu pula Max dengan ketakutannya akan kehilangan Ivory, padahal cinta pun tak ada dalam hatinya untuk gadis itu. Lalu bagaimana dengan Mirielle? Tentu saja, gadis itu disibukkan dengan pemikiran sendiri karena ia tak hanya memikirkan masalahnya sendiri melainkan juga seluruh member Alsenic Pack. Bahkan seluruh pack di The Cardinal karena meski masih menginjak dua puluh lima tahun, ia adalah seorang elder, penjaga kawanan serigala. Ia kini mempertanyakan kredibilitas Amethyst sebagai seorang dewi bulan. Bagaimana bisa berita yang telah ia kabarkan pada manusia di seluruh penjuru bumi, lantas ia tarik kembali? Dan bahkan ia mengakui sendiri kalau dirinya tak pernah menjodohkan Max dengan Ivory dikarenakan perbedaan ras. “Sialan! Dasar pencipta yang tidak becus!” gerutu Mirielle
Ivory masih mogok bicara dengan Max. Ia bahkan enggan menatap pria itu saat masuk ke dalam kamarnya untuk mengantarkan makanan, karena ia sama sekali tidak muncul di meja makan saat mereka semua makan malam. Ivory memilih untuk menyibukkan diri dengan alat rajut yang diberikan oleh Gabriella Avery—seorang dokter dari ras vampire yang merupakan kekasih Jeremiah. Ivory lebih suka memusatkan perhatian pada apa yang tengah ia kerjaan saat ini ketimbang menyimak apa yang tengah Max ucapkan sejak tadi. “Ivy, aku sedang bicara padamu, tidakkah kau ingin menyimaknya sebentar saja?” tanya Max yang mulai kesal. Kemarahan Ivory baginya tidak masuk akal dan hanya akan membuat apa yang tengah mereka usahakan kali ini berakhir sia-sia. Lebih tepatnya Max yang tengah berusaha untuk meminta Ivory agar bertahan dengannya. Dan sikap Ivory jelas menunjukkan bahwa ia enggan menjatuhkan pilihan pada Max. Bagaimana jika pria itu kembali berniat menghabisi Ivory seperti yang pernah dilakukannya dulu? It
“Apa yang telah kau lakukan, Elle? Kau mengizinkannya berjalan-jalan tetapi tidak mengawalnya? Kau sudah gila? Lihatlah sekarang apa yang terjadi padanya!” sentak Max merasa dipenuhi kemarahan dan memprotes tindakan Mirielle yang membiarkan Ivory berjalan seorang diri. Ini bukan salahnya dan Mirielle merasa tidak perlu meminta maaf untuk sesuatu yang bukan kesalahannya. “Hey, jaga bicaramu, Max! Aku bukan baby sitternya dan yang seharusnya menjaga Ivory adalah dirimu! Jika ada yang harus disalahkan, maka kaulah orangnya. Jadi jangan menudingku sesuka hati, serigala sialan!” balas Mirielle yang kemudian bungkam saat mendengar suara langkah kaki mendekat. Ia dan Max sengaja bicara di ruang kerja Jeremiah agar tak ada yang mendengarkan pertengkaran mereka. Namun, sepertinya keputusan mereka kurang tepat, karena Ivory dengan mudah mendengar suara keduanya yang saling membentak dan berteriak, bahkan terdengar hingga ke kamar Ivory. Dan satu kesalahan lagi, mereka tidak menutup pintu de
Max hanya memandangi Ivory dari kejauhan. Ia tak berani mendekati gadis yang masih tergolek lemah itu. Sudah berapa hari sejak serigala liat itu menyerangnya, hingga kini tubuh Ivory tampak makin lemah. Max merasakan ada yang berbeda dari gadis itu. Namun, ia tidak bisa menemukan apa pun. Otaknya tak bisa diajak berpikir untuk saat ini, hanya terus pikirkan siasat Linea yang pasti akan sangat berbahaya bagi Ivory. Max harus menemukan dengan segera apa yang dilakukan Linea agar bisa mencegah wanita itu menyakiti jodohnya. “Kau sudah pulang? Bagaimana dengan wanita itu? Apakah sudah berhasil kau atasi?” tanya Mirielle sembari mengintip pada preparat melalui mikroskop di hadapannya. Ia benar-benar mirip seorang ilmuwan. Sayangnya, Mirielle tidak mengambil kuliah jurusan ilmu pengetahuan, melainkan seni. Max menghempaskan tubuh di atas ranjang Mirielle dan melipat kakinya. Ia memerhatikan sang adik yang masih sibuk dengan eksperimen dan obat-obatan buatannya. “Aku tidak tahu lagi bag
Max tak bisa diam. Ia harus memastikan siapa yang berada di danau bersamanya dan siapa yang tengah tak sadarkan diri di ruangannya. Manakah dari keduanya yang merupakan Ivory yang asli? Ia berkali-kali hanya mondar-mandir sembari meremas rambutnya karena frustasi. Ia tidak mengerti mengapa segala yang terjadi begitu janggal dan tak pernah ia bayangkan akan terjadi padanya. Max beberapa kali bertanya-tanya pada diri sendiri, bahkan Mirielle. Namun, tak juga ia dapatkan jawaban. “Elle, katakan padaku apa yang kau lihat? Apa kata firasatmu, Elle?” desak Max yang mulai tak sabar karena kejanggalan yang terjadi di kehidupannya beberapa waktu terakhir. Ia tak bisa pastikan sejak kapan. Bisa jadi sejak lama, tetapi ia baru menyadari sekarang karena bahkan baru beberapa waktu ia benar-benar mengerti dan memahami siapa dirinya. Max baru saja menerima kenyataan aneh bahwa dirinya bukanlah manusia biasa melainkan berasal dari ras serigala. Dan Ivory ... apakah gadis itu memiliki kekuatan se
Max tengah menghadiri rapat dengan para dewan direksi, salah satunya adalah sang ayah, William Reynz. Max masih punya masalah dengan William yang harus ia selesaikan. Setidaknya, William membantu agar Linea bersedia pergi dan pindah ke divisi lain karena Max sudah kehabisan akal untuk mengusir wanita itu. Saat rapat selesai, Max mengekor langkah William menuju ke ruangannya. Pria itu tahu bahwa putranya kini tengah dilanda kecemasan. Banyak hal telah terjadi akhir-akhir ini dan William tak tahu bagaimana cara menghadapinya. Ivory masih bertingkah aneh, terlebih jika malam tiba. Gadis itu mendatanginya ke kamar atau ke mana pun Max pergi. Ivory seolah tak cukup dengan apa yang sudah mereka lakukan sebelumnya dan berharap Max akan kembali membawanya ke puncak kenikmatan seperti sebelumnya. Rasanya tak mungkin kalau Ivory tengah dilanda kasmaran. Karena pada siang hari, ia berubah menjadi Ivory yang Max kenal. Ivory yang ketus saat bicara dengannya dan Max pun tak pedulikan itu. Ia
“Elle, lakukan sesuatu! Mengapa Ivy tidak bisa masuk?” Max mulai cemas karena sejak tadi Ivory berada di luar, sementara dirinya terlanjur masuk ke dalam kubah dan Mirielle tengah mengusahakan untuk membawa Ivory turut serta bersama mereka. Namun, usahanya belum membawa hasil, karena kekuatannya tak mungkin berbohong. Ia menduga ada sesuatu yang terjadi hingga Ivory tidak bisa menembus kubah pelindung yang ia buat. Mirielle melangkah pergi meninggalkan Ivory yang masih berada di luar, tak tahu apa yang terjadi hingga Mirielle bersikap seolah tak peduli padanya yang mungkin sedang dalam bahaya. Namun, Max tidak bisa diam saja. Ia mengejar langkah Mirielle hingga ke dalam rumah dan mencekal lengan saudara kembarnya itu. “Elle, apa yang kau lakukan? Ivy masih berada di luar dan akan sangat berbahaya baginya kalau anak buah Benjamin sampai menemukannya, apakah kau tahu itu?” sergahnya. Namun, Mirielle tampak tak peduli. Bukan tak peduli. Sesungguhnya Mirielle tengah berpikir dengan l