Share

BAB 8

Tamparan mendarat dipipi Ryan.

Ryan menatap wajah Gie nyalang. Ia membopong tubuh Gie keluar dari kamar Daniel dan keluar dari hotel.

Daniel membuntuti dari belakang sambil terhuyung-huyung. Akhirnya ia pingsan di depan kamar salah satu tamu.

Gie di bawa melaju membelah jalan dengan motor sport milik Ryan. Hingga mereka sampai di markas milik Ryan.

Ryan membopong tubuh Gie masuk ke dalam ruangan miliknya. Kaki dan tangan Gie terus bergerak memberontak.

Ryan kembali mendudukkan Gie di kursi pribadi miliknya.

Air mata Gie kembali tumpah.

"Dasar murahan!!!" Ucap Ryan membentak Gie.

Gie menggelengkan kepalanya sembari bercucuran air mata.

"Tidak aku sangka ternyata kamu gadis murahan!" Ucap Ryan sambil menarik ujung bibirnya mencemooh Gie.

Plakkk...

Gie mendaratkan tangannya kembali di pipi Ryan.

"Hhh, beraninya tangan murahan itu memukulku" Ucap Ryan sambil tersenyum sinis.

Ryan meraih tangan Gie dan mencengkramnya erat.

"Tangan lancang ini! Dan senyum brengsek ini! Sangat tidak ada harganya!" Ryan terus menghina Gie dengan kata-katanya yang menyakitkan sementara Gie hanya bisa menangis, melawan pun rasanya percuma ia kalah telak dari segi kekuatan.

Ini lah sifat asli pria tampan itu, layaknya monster yang harus mendapatkan apapun demi sesuatu yang ia inginkan. Ia mengatas namakan kekerasan atas segala obsesi yang ia miliki.

"Hufff sepertinya aku salah menilai seseorang seperti mu" Ryan menghempaskan tangan Gie sembari berdiri.

Ryan membuka pintu ruangan tersebut.

"Silahkan nona kaki kecil kotormu itu tidak pantas menginjakkan kaki di ruangan ku." Ucap Ryan.

Air mata Gie tak kunjung kering ia beranjak dari duduknya, ia mengambil pena dan kertas di atas meja milik Ryan dan menuliskan sesuatu disana. Gie meremas kertas tersebut dan melemparkannya ke arah Ryan.

Sampai akhirnya ia melangkah keluar dari ruangan itu.

Wajah Ryan masih terlihat marah ia meninju kursi duduknya hingga jebol.

"Bajingan...!"

Ia berjalan kearah lemari yang berisikan sederet minuman beralkohol. Ryan membuka satu botol minuman tersebut dan menenggaknya.

Ia duduk lemas di lantai sambil terus menenggak minuman keras tersebut.

"Dunia benar-benar gila" Ucapnya sembari tertawa namun matanya mengalirkan air matanya.

Prakkk...!!!

Ia membanting botol minuman tersebut hingga pecah berserakan di lantai

"Hahhhhhhhhhh...!!!" Sungai air matanya meluap, dirinya meringkuk.

Sementara itu Gie berjalan sendiri ditengah malam yang dingin matanya merah, bibirnya terlihat pucat. Pandangan Gie terlihat kosong membayangkan apa yang terjadi pada dirinya.

Sekali saja dalam hidupnya ia tak pernah merasakan sesuatu yang membuatnya bahagia. Sejak SMA ia selalu jadi bahan perundungan di sekolahnya. Tidak ada siapapun yang bisa menjadi tempatnya untuk bercerita bahkan ibunya sekalipun. Ia tidak ingin ibunya terluka melihat Putri kesayangannya menderita.

Sesekali gadis itu mengusap air matanya yang jatuh di pipi miliknya.

Setelah sampai di rumah sakit. Ia segera menuju ruang dimana ibunya di rawat.

Ia menarik nafas panjang dan merapikan rambut yang sedikit terlihat berantakan serta memasang senyuman di bibirnya. Ia takut saat masuk ibunya terbangun dan melihat air mata di wajah putrinya sehingga membuat ibunya khawatir.

Gie membuka pintu, dan melihat ibunya yang Ternyata masih terlelap dalam tidurnya.

Ia duduk di samping ranjang ibunya berbaring. Gie menggenggam tangan ibunya. Rasanya ia menemukan kekuatannya kembali, ia mengecup kenin milik ibunya yang sedang tidur. Tak terasa dirinya pun ikut terlelap sembari menggenggam tangan ibunya.

Malam yang panjang itu telah usai pagi pun tiba.

Gie menyiapkan semangkuk bubur untuk ibunya. Ia meniup perlahan dan menyuapi ibunya dengan bubur tersebut.

Dokter mengatakan akibat dari panik saat ini ibunya menolak untuk bicara, selain itu kondisi jantungnya cukup serius. Hal ini membuat Gie harus bekerja lebih keras lagi untuk memenuhi kebutuhan ibunya dan untuk membayar hutangnya pada Ryan.

Setelah selesai menyuapi ibunya ia pulang kerumahnya untuk membuat kue dan segera menjualnya kembali.

Prakkk...!!!

Suara kaca yang pecah di hantam sebuah benda oleh salah satu anak buah Ryan.

"Ini akibat tidak membayar pada kami!" Ucap Jeky pada seorang pasutri yang terlihat sudah tua.

"Ambil ini, tolong maafkan kami" pinta kedua pasutri itu sambil berlutut di depan Ryan dan menyerahkan beberapa lembar uang.

"Ambil seluruh uang yang ada di laci tanpa tersisa satu lembar bahkan satu koin pun" Suruh Ryan sambil tersenyum dan menikmati seputung rokok yang tengah ia hisap.

Mereka keluar dari toko tersebut sambil tertawa.

'Mulai saat ini biar aku berjalan sendiri tanpa seseorang yang menjadi penghalang, tunggu Wito akan ku remukan seluruh tubuhmu dengan tangan ku' Ucap Ryan sambil berjalan menuju motor kesayangannya.

Awan yang mulai terlihat cerah pada akhirnya kembali menjadi hitam.

Sebelum pergi dari area pertokoan tersebut ia melihat Gie sedang membawa sebuah kue ditangannya.

"Gadis bodoh itu" Ucapnya sembari tersenyum sinis terhadap Gie.

"Bos apakah Anda ingin menemui gadis itu?" Tanya jeky

"Cih... Untuk apa menemui gadis yang bersedia ditiduri oleh orang asing" Jawab Ryan sambil menarik ujung bibirnya dengan mata yang tersorot tajam.

"Kalian semua kembalilah ke markas" Imbuhnya lagi

Seluruh anak buah Ryan meninggalkan tempat tersebut dengan motor sport mereka.

Ryan masih menatap tajam ke arah Gie yang sedang berjalan kesulitan membawa kue-kue tersebut.

Sedetik kemudian Gie mengetahui keberadaan Ryan yang sedang menatap tajam kearahnya.

Dengan mata indah dan beningnya ia tidak mengalihkan pandangannya ke arah Ryan.

Sehingga Ryan turun kembali dari motornya dan berjalan ke arah Gie, Gie terlihat menunduk.

"Kenapa? Baru menyadari aku setampan itu? Apa akhirnya kamu menyesal tidur dengan orang asing itu?" Ucapan mendekati wajah gadis polos tersebut.

Wajah yang sedari tadu menunduk kini mendongak dengan tatapan membelalak. Wajahnya terlihat merah padam, tangan kecil yang membawa barang-barang itu menggenggam.

"Kenapa? Ingin marah?" Tanyanya sembari tertawa melihat kan deretan giginya.

"Simpan saja kekuatan mu untuk mencari uang. Jangan lupa kamu masih berhutang kepadaku" Ucap Ryan sambil tersenyum dan berjalan menuju motor dan segera melajukan kendaraannya pergi dari tempat tersebut.

Motor Ryan berhenti di depan perusahaan milik Wito

Ia masuk kedalam perusahaan dengan santainya sembari menjapit tokok di tangannya.

"Woy! Bajingan!" Panggil Ryan setengah berteriak pada Wito yang sedang mengurus beberapa dokumen dengan kliennya.

Wito menengok kearah Ryan, ia tersenyum sesaat.

Ia membisikkan sesuatu kepada sekretarisnya. Setelah itu sekretaris beserta kliennya pergi meninggalkan Wito.

"Wah wah wah, apa kamu berubah pikiran untuk menerima uang dariku?" Ucapnya tersenyum kepada Ryan.

"Cihh jangan harap aku meminta uang kepada orang brengsek sepertimu" Jawab Ryan membalas senyuman Wito.

"Aku ingin mengajakmu bermain-main. Ayo berduel, tidak masalah bila salah satu dari kita terluka ataupun meninggal. Inti dari permainan ini hanyalah siapa yang kalah dan siapa yang menjadi pemenangnya." Ryan tersenyum menyeringai.

"Baiklah, aku akan tentukan tempatnya" Wito melepas jas dan dasinya.

Di lapangan basket mereka berdua berdiri berhadapan.

"Siapkan peti mati mu" Ryan menjatuhkan Putung rokok dan menginjaknya hingga padam.

"Hem, jangan terlalu optimis. Mari kita mulai" mata elang menatap tajamnya kearah Ryan.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status